![]() |
salah satu sudut punden di desa Besowo |
Waktu sudah beranjak malam, selepas dari rumah seorang yang di tuakan di Desa Besowo dan berbekal informasi sekedarnya, bertiga kami meluncur ke arah barat desa menuju hutan kalang. Sebuah hutan yang dalam mitosnya adalah tempat habitat makhluk yang bernama genderuwo. Kawasan hutan Kalang yang masuk KPH Kebonharjo adalah hutan paling angker di kawasan Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Hutan jati yang masuk wilayah Desa Besowo ini jarang di jamah manusia. Kalaupun ada manusia yang nekad, dipercaya akan bernasib tragis. Karenanya ada mitos, jalma mara jalma mati (siapa yang datang akan mati) tetap dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Desa Besowo dan sekitarnya.
Sama sekali, bukan bermaksud takabur atau bagimana, rasa penasaran ini sebenarnya bukan datang dari saya pribadi. Tapi dari seorang rekan yang penasaran terhadap sosok genderuwo ini dan ingin mengetahu secara nyata dan bukan dongeng atau cerita yang dia dengar saja. Kenapa kami memilih daerah ini? Ini lebih kepada mitos yang beredar di masyarakat dan kalaupun toh memang benar adanya, tempat tersebut adalah paling potensial untuk menadapatkan moment tersebut.
![]() |
dengan seorang nara sumber (dok.pri) |
Tidak mudah mencapai lokasi ini, selain akses jalan yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, terlebih pada musim penghujan saat ini, selain becek juga sangat licin. Tak kurang dari 1 jam kami berjalan menuju area ini dengan diantar seorang kawan dari Jatirogo setelah sebelumnya janjian mengantarkan ke tempat ini. Kawasan tersebut tidak asing bagi dia, sudah beberapa kali dia berburu disekitar Hutan Kalang. Meski awalnya kami berniat membatalkan rencana ke Hutan Kalang ini karena medan jalan licin dan cuaca yang kurang bersahabat. Namun, ketika kami memasuki area hutan, entah kenapa ada semacam magnet yang membuat kami bersemangat.
Kurang lebih setengah jam dalam perjalanan, kami sempat istirahat. Sekelebat merah menyala melintas tak jauh dari tempat kami istirahat. Kelebat itu menimbulkan bunyi keretek-keretek sambil diikuti hembusan angin begitu kencang. Tertegun juga sih. Bayangan merah kurang lebih dua meteran tersebut bentuknya seperti manusia raksasa, dan kelebatannya meneyerupai bola api dan bersuara keretek-keretek tersebut melintas ke arah barat. barangkali menuju ke Hutan Kalang tersebut. Entahlah. Kami hanya melihatnya melesat perlahan dengan disertai suara kemeretek saja
Semula
saya menganggap itu kemamang atau banaspati yang kata orang suka
menghisap ubun-ubun manusia. Namun, kalau itu kemamang atau banaspati
kok besar sekali. Kemamang atau banaspati seperti yang pernah beberapa
kali saya lihat tak lebih dari sebesar bola pada umumnya. Melihat
gejala kurang menyenangkan tersebut sempat juga kami mengurungkan niat.
Dan kami rasa pertunjukkan tersebut sudah lebih dari pembuktian mitos
keangkeran Hutan Kalang. Dan akhirnya kami sepakat untuk mengurungkan
niat untuk ke lokasi. Selain cuaca yang kurang mendukung dan gerimis
sudah mulai turun, jujur, melihat kelebatan bola api tadi membuat nyali
2 orang kawan menjadi ciut.
Dengan
penerangan dua senter kami berjalan lambat kembali ke desa dimana
kendaraan kami titipkan di rumah penduduk. Meski berusaha bergegas,
karena hujan sudah mulai turun tetap saja lambat karena jalan setapak
yang kami lalui sangat licin barangkali karena hujan mengguyur beberapa
kali di kawasan ini. Mendadak hujan seakan langsung ditumpahkan oleh
mendung membuat kami sedikit berlari mencari-cari tempat agak rindang
untuk sekedar berteduh dan menyelamatkan barang elekktronik yakni HP
dan kamera poket dari guyuran hujan yang tiba-tiba. Sambil setengah
berlari kami ‘nyenter’ kesana kemari sambil berharap ada pohon jati
yang sedikit rindang untuk berteduh. Dan akhirnya sedikit masuk kedalam
dari jalan setapak ada Gubug penduduk sekitar yang memanfaatkan area
kawasan hutan milik perhutani sebagai ladang atau persil orang sekitar
menyebutnya.
![]() |
pohon yang dikeramatkan warga |
Tak
berapa lama kemudian kami sedikit lega, karena hujan sedikit mereda
sudah tidak disertai angin lagi. Tapi masih bisa membuat basah kuyub
untuk menerobosnya. Dan juga sama sekali saat berteduh ini kami
membicarakan fenomena kelebatan merah beberapa saat yang lalu kami
temui. Barangkali kalah oleh naluri menyelamatkan barang yang ada nilai
ekonomisnya. Manusiawi sekali!
Namun,
ditengah suasana diam terpekur dan berharap hujan segera reda, seorang
kawan dari Jatirogo tiba-tiba mengatakan mendengar bunyi
keretek-keretek pada kami bertiga. Seperti ada yang terbakar katanya.
Ini mustahil suasana hujan. Masak iya ada ranting yang terbakar. Dan
benar adanya, beberapa saat kemudian kami memang ada suara demikian
dari belakang gubug tempat kami berteduh. Seakan ada aba-aba kami
serempak menoleh ke arah datangnya sumber suara. Terlihat jelas, di
pohon jati sekitar sepuluhan meter dari belakang gubug sosok besar yang
meyerupai bentuk tubuh manusia merah menyala meski dalam hujan seakan
memandangi kami.
Ditengah
kekalutan seorang kawan mencoba untuk mengajak lari tapi kami tahan.
Sambil masing-masing berdoa dan merapalkan kebisaannya, tak berapa lama
sosok menyala itu memanjang keatas dan menimbulkan asap pada daun-daun
jati sejurus kemudian melesat justru menurut saya kearah desa. Kami
berpikir makhluk itu sengaja menakut-nakuti kami. Dan dia berhasil.
Kami memang keki dibuatnya setelah penampakannya yang terakhir.
Melihat
keadaan barusan dan sedikit menyesali kenapa ‘blakrakan’ ke tempat
tersebut, meski hujan belum reda betul kami terpaksa berbasah-basah
daripada di tempat yang memang sangat tidak toleran terhadap orang
asing. Belum sempat kami berjalan jauh dari gubuk, seorang kawan yang
sempat menangkap sosok tangan yang menjulur di cabang pohon jati.
Seketika kami berhenti, dan mengarakan pandangan ke tempat dimana dia
mengarahkan senternya. Tidak ada apa-apa, yang ada hanya pohon jati
sebesar tiang listrik. Padahal dia yakin benar-benar melihatnya.
Sudahlah, kami meng-iya-kan saja meski kami setelah disenter tidak ada
apapun.
Mau
tak mau kami akan melewati pohon itu, baru beberapa meter kami
meleawati pohon tersebut, kami dikejutkan oleh suara berisik yang
berasal dari belakang kami. Meski dengan tetap berjalan cepat saya
sempat menoleh, terlihat jelas pohon yang disebutkan kawan saya tadi
bergoyang hebat dan seakan mau dirubuhkan. Tidak mungkin kalau itu
angin, karena itu berpusat pada satu pohon itu saja.
Setelah
susah payah dan basah kuyup akhirnya kami sampai juga di perkampungan,
menuju tempat dimana kendaraan kami parkir dan titipkan di halaman
rumah penduduk. Setelah saya melepas kaus dan jaket yang basah dan
berganti sarung yang sengaja saya bawa. Sekedar untuk menyampaikan
ucapan terima kasih karena berkenan dititipi kendaraan, kami disuruh
berhenti dulu karena sudah terlanjur dibikinkan kopi sama istrinya.
Itung-itung menghargai yang punya rumah dan tidak baik juga menolak
rezeki.
Justru
dari bapak inilah kami mendapat informasi yang lebih tentang Hutan
Kalang dan tempat-tempat lainnya sebagai tempat dimana transaksi jual
beli genderuwo itu dilakukan. Kabarnya, sudah sering warga Desa Besowo
yang kerasukan makhluk halus setelah pulang dari Hutan Kalang. Bahkan
tidak hanya manusia saja, beberapa ternak penduduk yang digembalakan di
areal hutan ini juga kerap menjadi korban. Hampir setiap tahun, pasti
ada ternak piaraan warga, baik itu sapi atau kambing yang mati di dalam
Hutan Kalang. Padahal di hutan ini kuat dugaan sudah tidak ada
bianatang buasnya. Menurut kepercayaan penduduk, kamatian hewan-hewan
itu karena dimakan oleh makhluk-makhluk gaib penghuni Hutan Kalang.
Bukan
hanya itu, sudah menjadi kepercayaan masyarakat, bahwa keangkeran
Hutan Kalang karena tempat ini adalah markasnya segala macam makhluk
gaib, seperti; gederuwo, sundel bolong, gundul pringis, banaspati dan
beberapa setan lainnya. Mendengar penuturan ini, pikiran kami kembali
saat-saat menemui fenomena sosok merah menyala yang sempat kami lihat.
Dan ketika kami ceritakan, bapak ini membenarkan kalau itu banaspati. Banaspati
di Hutan Kalang lain katannya. Ukurannya lebih besar dari banaspati
tempat lain. Entahlah, saya tidak mau mengatakan itu makhluk apa.
Sejarah
Hutan Kalang sendiri adalah dulunya adalah milik Mbah Palu, seorang
dukun asal Desa Besowo ini. Di tangan Mbah Palu, tanah ini seakan tidak
memiliki keangkeran sama sekali. Meski menjadi gudangnya setan, Hutan
Kalang tetap dibawah kekuasaan Mbah Palu. Dari sini pula mitosnya,
genderuwo-genderuwo itu dapat diperintah oleh Mbah Palu. Bahkan tidak
sedikit yang di jual pada orang yang membuthkannya.
Namun,
setelah Mbah Palu meninggal dunia, dan tanah tersebut dijual pada
Perhutani Kebonharjo, maka kemudian menjadi angker. Seolah-olah
penghuninya sudah tidak dapat dikendalikan, sehingga kadangkala meminta
korban. Entah itu binatang atau manusia.
Karena
waktu sudah menjelang larut malam, kami berpamitan untuk pulang meski
dia berusaha untuk menahan kami untuk menginap. Seorang kawan yang
berasal dari Jatirogo menitipkan motor dirumah bapak tadi dan akan
diambil esok harinya. Dan pulangnya menumpang kami, karena malam telah
larut dan hujan masih menyisakan rinai kecil. Atau juga barangkali
masih diliputi perasaan takut setelah rangkaian-rangakain kejadian yang
kami alami bersama. Entahlah!
Cukup
rasanya pembuktian kami meski belum seratus persen sampai ke tempat
Hutan Kalang berada. Bahwa keangkeran Hutan Kalang bukan sekedar mitos
atau isapan jempol semata. Masuk akal juga ketika ada salah satu
stasiun televisi swasta nasional mengurungkan liputannya ke lokasi ini.
Bisa jadi bukan alatnya yang tidak bisa difungsikan akan tetapi
menemui kejadian-kejadian aneh dan mencekam seperti yang kami alami
saat itu. Dan dari tulisan ini adalah tulisan yang terakhir dari
penelusuran mitos keberadaan jual beli genderuwo di Desa Besowo ini.
Sekian dan terima kasih meluangkan waktu membaca tulisan yang salah
kaprah dalam kosa kata dan penuturannya. wassalam
0 on: "Menguji Keangkeran Hutan Kalang"