Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa. Jarum jam sudah menunjuk angka 11 malam ketika kami sampai di gerbang
Coban Rondo ini. Tampak jelas dari balik jendela mobil, cahaya rembulan
sepertinya malu-malu menghalau kabut khas pegunungan. Setelah melewati
perkampungan, sedan tua produksi korea yang kami tumpangi menerabas rerimbunan
hutan pinus untuk mencapai parkiran air terjun ini. Perjalanan malam ke Coban
Rondo di tengah malam tentu memiliki kesan tersendiri, seperti melintasi lorong
panjang yang ada di lereng Gunung Kawi ini. Sedikit saja jendela kita buka,
udara sejuk, lebih tepatnya dingin yang menggigit.
Sedikit informasi, Coban Rondo
ini berada di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dari
kota Malang, air terjun ini jaraknya sekitar 25 kilometer. Dalam perjalan yang
berkelok-kelok ini, kalau siang kita akan disuguhi hampatan pinus yang
menghijau. Beda lagi kalau malam, yang ada adalah kepekatan hutan yang tentu
ada sensasi tersendiri manakala kita membelahkan. Tidak perlu mahal untuk masuk
ke lokasi ini, tidak akan membuat kita miskin, hanya 10 ribu perak kita boleh
sepuasnya di sini, mau nginep seminggu atau sebulan tidak akan ada tagihan
lagi.
Mungkin sampeyan bertanya-tanya,
kurang kerjaan po piye, malam-malam ke Coban Rondo? Ya, itulah hobi kami. Sengaja
mencari sensasi sekaligus mengukur batas ketakutan kita pada tempat gelap dan
asing. Bukan dalam arti menantang alam lho ya. Kami hanya ingin suasana yang
lain saja dari kebiasaan orang.
Jangan ditanya dulu tentang
keindahan Coban Rondo, saya belum bisa jelaskan soalnya malam hari. Kalau pun
saya gambarkan malam itu sejauh mata memandang hanya onggokan angkuh
pohon-pohon pinus dan gemuruhnya air yang menimpa bebatuan, simphoni alam
semesta. Tapi saat pagi harinya menikmati keagungan Tuhan disini sangat
menggagumkan. Sejauh mata memandang dan kepala sedikit mendongak, maka kita
seperti berada di kepungan bukit menjulang.
Bukit yang banyak tumbuh aneka
pepohonan tersebut juga dihuni sekawanan monyet. Kawanan monyet di tempat itu
cukup jinak. Sebenarnya, saya kurang tahu ada mitos apa yang ada di Air Terjun
ini karena sebenarnya bukan tujuan awal kami kesini. Ke Coban Rondo ini hanya
sebagai alternatif karena kami gagal ke Alas Purwo di Banyuwangi, karena
berbagai hal yang tidak pas situasi dan kondisinya. Namun, sejujurnya begitu
saya sampai di Coban Rondo ini langsung jatuh hari akan pesona malamnya.
Suasana dingin yang menusuk dan
jeritan-jeritan malam monyet menambah sensasi tersendiri. Dengan membawa bekal
makanan kecil yang sempat kami beli dalam perjalanan ke Coban Rondo ini, kami
berempat duduk santai di pelataran dekat dengan Air Terjun dan melepas penat
perjalanan semenjak sore harinya dari Tuban, Jawa Timur. Memang ada
fenomena-fenomena kecil yang sempat kami saksikan saat itu, misalnya ada cahaya
putih berputar-putar pelan di sekitar air terjun dan sepintas seperti ada orang
yang bercakap-cakap. Kesemuanya masih menjadi hal yang biasa dan telah sering
kami dapati di tempat-tempat lain sebelumnya. Belum ada yang istimewa!
Saya lihat HP waktu sudah
menunjuk pukul 00.00 lewat dan karena kita tidak mendapati sensasi yang
istimewa seorang teman mengajak kembali ke mobil untuk istirahat. Seperti biasa
ketika di tempat-tempat sepi seperti ini biasa saya pergunakan untuk
kontemplasi, menyatukan rasa, karsa dan cipta meski sejenak. Tidak ada maksud
apa-apa, sekedar relaksasi semata, karena suasananya sangat mendukung. Dan
seperti biasa juga ketika akan melakukan kontemplasi sering saya pakai sarana
buhur untuk menstimulan otak agar lebih cepat bisa relaksasi.
Belum 5 menit saya mencoba
relaksasi, saya di kejutkan suara tembang seorang wanita. Sayangnya saya lupa
bait-bait tembangnya. Namun, secara umum saya mengartikan tembang itu
menceritakan sebuah penantian panjang. Kira-kira begitulah. Tentu saja ketika
mendapati sensasi seperti ini saya lebih berusaha relaksasi lebih mendalam
lagi. Namun semua menjadi buyar karena suara berisik 3 teman yang lain sedang
gaduh membicarakan suara tembang di sela-sela gemuruh air terjun.
Satu hal yang janggal memang,
alih-alih bisa relaksasi perasaan penasaran jadinya malah dominan. Kami
perhatikan sekeliling, hanya suara gemuruh air terjun dan sesekali lengkingan
monyet di batang-batang pinus di seberang tebing. Karena suara itu sudah tidak
terdengar lagi dan waktupun sudah semakin larut di tambah hawa dingin yang
teramat sangat. Akhirnya kami putuskan kembali ke mobil untuk beristirahat. Setelah
mengemasi makanan ringan yang masih tersisa kamipun beranjak dari pelataran
tersebut. Belum jauh kami berjalan meninggalkan pelataran tersebut, kami sempat
dikejutkan suara berdehem beberapa kali. Karena terkejut membuat seorang teman
hampir lari, untungnya seorang kawan yang lain memegang jaketnya.
Belum hilang keterkejutan kami,
terdengar jelas suara wanita sedang menembang dalam bahasa Jawa yang saya rasa
arah datangnya suara tidak begitu jauh dari Air Terjun. Mendengar suara wanita
sedang "nembang" pikirku, bagaimana bisa ada seorang wanita berani
keluar tengah malam sesepi dan seseram ini? Pada saat mata kami masih
mencari-cari, tiba-tiba suara wanita itu berhenti. Yang kami dapati sesosok
buram sedang duduk di batu tak jauh dari jatuhnya Air Terjun. Karena tidak mau
menggambil resiko dan sudah tidak tertarik dengan wanita yang mistirius ini
kami berjalan cepat ke parkiran tempat mobil kami parkir. Dan akhirnya, dengan
sedikit rasa penasaran dalam hati, siapa wanita itu, anak siapa, masih gadiskah
atau sudah janda? aaah, entahlah...
Parade Photo
0 on: "Seru Seram : Sensasi Malam Mencekan di Coban Rondo"