Assalamu’alaikum Wr Wb
Dalam kesempatan menulis kali ini sengaja saya menyambung tulisan yang bertajuk Legenda Ki Cokrojoyo
atau Sunan Geseng dalam bentuk cerita tutur. Dan saya yakin cerita tutur ini
bisa jadi sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Setahun lebih yang lalu saya berkesempatan mengunjungi
petilasan lain Sunan Geseng dan Sunan Kalijogo di Bantul, Jogjakarta. Tepatnya di
desa Jatimulyo, Kec. Dlingo.
Yang menarik di desa Jatimulyo ini adalah pohon jati raksasa
yang tumbuh ditepi jalan desa tersebut. Sepintas memang tidak ada yang
istimewa, namun, bila kita perhatikan dengan sekasama, ternyata ada yang aneh
dari pohon jati besar di tepi jalan desa jatimulyo ini. Ternyata, tidak seperti
pohon jati pada umumnya yang tidak terlalu bercabang banyak, pohon jati yang
satu ini justru memiliki percabangan yang sangat banyak. Hingga bisa membuatnya
terlihat begitu rimbun dari kejauhan.
Dan salah satu yang unik lagi adalah daunnya yang jauh beda
dengan daun jati pada umumnya. Kalau umumnya daun jati yang kita tahu adalah
cenderung oval bentuknya dengan tulag yang menyirip, tidak demikian dengan daun
pohon jati yang satu ini. Bentuk daun tanaman ini bertekuk dengan tulang daun
yang cenderung menjari, mirip daun tanaman kluwih ataupun sukun. Barangkali karena
itulah, masyarakat sekitar lantas menyebutnya dengan nama jati kluwih.
Yang lebih menarik lagi, keberadaan pohon jati aneh tersebut
dan legenda yang meyertainya. Legenda itu terkait dengan kisah perjalan Sunan
kalijogo dan Ki Cokrojoyo atau Sunan Geseng. Konon keanehan pada pohon itu
terjadi karena perdebatan antara Sunan Kalijogo dengan Ki Cokrojoyo tersebut.
Dikisahkan, setelah Ki Cokrojoyo di ketemukan dalam keadaan
geseng (gosong) dari hutan bambu yang dibakar Sunan Kalijogo yang tak lain
adalah gurunya sendiri. Sunan kalijogo selanjutnya memandikan Sunan Geseng yang
hangus dengan air dari Sendang Banyu urip buatannya. Kondisi fisik Sunan Geseng
pun kembali pulih seperti sedia kala. Selanjutnya Sunan Kalijogo mengajaknya
berjalan ke arah barat.
Konon, tepat di satu tempat di mana tumbuh sebatang pohon jati yang masih kecil,
keduanya berhenti. Sambil mengamati keberadaan pohon jati kecuil itu, Sunan
Kalijogo bertanya pada Sunan Geseng, mengenai jenis tanaman yang dilihatnya. Sunan
Geseng menjawab kalau itu pohon jati, karena kebetulan di sekitar tempat itu
merupakan hutan jati.
Namun dengan tenang Sunan Kalijogo menyangkalnya dan
menyebut kalau pohon itu adalah tanaman kluwih. Mendengar penjelasan itu, Sunan
geseng sontak menyangkal dan mempertanyakan alasan Sunan Kalijogo menyebut
pohon itu sebagai tanaman kluwih. Lagi-lagi dengan tenang Sunan Kalijogo
mengatakan kalau dirinya melihat bahwa daun pohon itu mirip daun kluwih.
Hal ini membuat Sunan Geseng makin bingunh. Bagaimana mungkin
daun jati yang bulat itu disebut seperti daun kluwih. Menyadari yang mengatakan
adalah gurunya yang seorang waliyulloh, akhirnya dia mengusulkan nama jati
tersebut dengan nama jati kluwih.
Anehnya setelah beberapa waktu kemudian, daun-daun baru yang
muncul dari pohon ini memang berubah bentuk seperti daun kluwih. Seperti yang
dapat kita saksikan hingga saat ini. Berangkat dari legenda itulah, masyarakat
sekitar menamani pohon unk dan mungkin hanya satu-satunya di kolog jagad ini
dengan nama jati klueih.
Karena kearifan lokal dan keterkaitan dengan sejarah wali,
membuat tidak ada yang berani merusak pohon besar yang tingginya tak kurang
dari 20 meter ini yang batang bawahnya tidak cukup 4 orang untuk merangkulnya. Bahkan,
karena keterkaitan itu, warga malah mengkeramatkannya. Terlihat tumpukan sisa
perlengkapan ritual, tampak teronggok di bawah batang pohon itu. Menandakan kalau
baru saja ada orang yang tengah ritual di bawah pohon ini.
Bahkan menurut penuturan warga sekita yang saya temui waktu
itu, bahwa pada saat-saat tertentu ada saja orang-orang yang datang ke tempat
ini untuk meletakkan sesaji sambil membakar dupa. Umumnya orang-orang ini
meyakini bahwa sanyak penunggu pohon itu akan bisa membantu mewujudkan segala
harapannya.
Tapi yang jelas dari sisi manfaat pohon besar ini menurut
pandangan saya adalah menjaga ketersediaan sumber air. Sehingga desa tersebut
tidak sampai kekeringan. Cuma demikian cerita tutur yang bisa tuturkan ulang. Sekurang-kurangnya
menambah wawasan kita tentang keunaikan suatu daerah dan legenda yang
menyertainya. Akhir kata dari saya, cukup sekian dulu dan maturnuwun. Sampai jumpa
pada tulisan selanjutnya.......
Cukup membantu info sejarah
BalasHapus@gajahmas.betton bettonterima kasih gan atas kunjungannya.
BalasHapus