Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa. Kisah misteri yang saya tulis ini terjadi beberapa bulan yang lalu
yang terjadi di sebuah desa kecil tepatnya di Desa Pauh, Kecamatan Pauh,
Kabupaten Sarolangun, Jambi. Di mana selama 2 minggu saya mengunjungi sahabat
saya waktu masih mondok di Jawa dulu.
Dari yang kesekian kalinya kejadian
misteri yang pernah saya alami, kejadian inilah yang salah satunya membekas
hingga kini. Ceritanya, malam itu saya dari kampung Pauh Seberang dari
berkunjung ke rumah teman yang baru saya kenal di sini. Jarak kampung Pauh
Seberang dan kampung tempat saya menginap jaraknya tak kurang dari 5 Km. Jarak
penghubung atau akses satu-satunya dari Pauh ke Pauh Seberang harus melewati
perkebunan sawit dan karet disisi kanan kirinya.
Sebenarnya saya juga membawa motor
dari Pauh ke kampung Pauh seberang ini. Tidak tahu mengapa ketika akan saya
pakai balik ke Pauh tiba-tiba tidak mau nyala. Logis juga sih, karena beberapa
kali juga begitu. Suka macet dan tidak mau nyala saat dingin. Sebelumnya saya
sudah diwanti-wanti oleh sahabat saya agar jangan terlalu malam ke Pauh
Seberang, karena disamping sepi saya juga belum kenal betul daerah tersebut.
Salah saya sendiri memang. Karena
keasikan ngobrol sama teman baru yang berjanji akan menjadi pemandu saya ke
Bukit 12 tempat Suku Anak Dalam hingga kami lupa waktu. Sialnya saat akan balik
ke Pauh Luar motor yang saya bawa tidak mau nyala, ditambah juga tuan rumah pun
motornya sedang dipakai saudaranya. Singkat cerita, barangkali karena merasa
tidak enak dan merasa bertanggung jawab
akhirnya teman baru saya yang biasa saya panggil bang Rusdi berinisiatif
mengantar saya hingga ke Pauh Luar.
Jujur, sebenarnya perasaan takut tak
jadi masalah bagi saya, apalagi hanya takut soal hantu. Bukannya sombong, insya
Allah bukan sama sekali, hanya karena saya keseringan dan sejauh ini mereka
tidak pernah menggigit. Setidaknya itu asumsi saya sebagai alasan tidak takut
akan hantu. Karenanya, Itulah kenapa ketika hendak balik tadi saya enggan
diantar, namun bang Rusdi bersikeras karena merasa bertanggungjawab sama bang
Beny sahabat saya tempat saya menginap selama di Pauh ini. Suara jangkrik
mengiringi langkah kami menyusuri jalan yang sunyi. Sesekali suara burung hantu
dan binatang malam terdengar di kejauhan. Pohon-pohon karet membisu berjajar di
kanan kiri jalan tak beraspal yang kami lalaui. Untung malam itu bulan agak
terang, hingga keadaan jalan tidak begitu gelap.
Untuk mengusir kesunyian, sengaja saya
banyak mengobrol tentang hal-hal ringan yang sering membuat ketawa kami memecah
kesunyian. Anehnya, begitu sampai di tengah-tengah kebun kelapa sawit, entah
mengapa tiba-tiba badanku merinding, pun sama halnya apa yang terjadi sama bang
Rusdi terlihat dari ekspresi bahasa tubuhnya. Saya lihat HP menunjukkan pukul
satu malam.
Tiba-tiba sebatang kayu yang lumayan
besar rubuh tepat di depan kami berdua. Suaranya mengejutkan kami hingga
jantungku hampir copot. Karena menghalangi jalan, kami mencoba menyingkirkannya
kesamping. Sialnya cukup berat juga. Belum lagi cabang kayu itu berhasil kami
singkirkan, tiba-tiba terdengar suara cekikikan memecah keheningan malam di
kebun sawit. Suara itu nyaring sekali!
Degggg. Hati kecilku berkata,
“jangan-jangan ini kuntilanak!”
Saya perhatikan sekeliling tetapi
tidak ada apa-apa. Malah bang Rusdi bersiaga dengan parangnya. Kembali saya
perhatikan sekelilingku. Tapi tetap saya tidak melihat apa-apa. Hanya pepohonan
sawit yang berdiri mematung tertimpa cahaya bulan, dan Bang Rusdi yang bersiaga
dengan parang terhunus. Lagi-lagi suara cekikikan itu terdengar. Kali ini malah
lebih keras dan berulang-ulang.
“Benar ini pasti Kuntilanak!” kata
Bang Rusdi mengejutkanku.
Karena suara tawa itu terus saja
terdengar, bukannya takut karena mau lari pun percuma karena kami berada di
tengah-tengah perkebunan dan jauh dari pemukiman. Justru yang ada perasaan
jengkel terutama Bang Rusdi karena seumur-umur baru kali ini dia mengalami
sensasi demikian. Dengan penuh emosi, Bang Rusdi berteriak lantang dengan
bahasa menantang.
“Heii…jangan ganggu kami. Kalau berani
jangan sembunyi-sembunyi, tunjukkan wujudmu. Kau pikir aku takut. Dasar setan.
Keluar kau!” teriak Bang Rusdi menggema sekali.
Begitu Bang Rusdi selesai berteriak,
sontak suara ketawa itu pun berhenti. Terkejut sih iya, tapi ini bukan
pengalaman pertamaku. Malah timbul rasa penasaran. Seperti apa sih wujud
Kuntilanak Sumatera ini apakah sama dengan Kuntilanak jawa. Sejenak hening
sambil kami melemparkan pandangan sekeliling, kami tunggu suara tawa itu tidak
terdengar lagi. Dengan perasaan jengkel Bang Rusdi mengajak saya meneruskan
perjalanan. Belum sempat kaki melangkah, tiba-tiba bahuku ada yang menepuk dari
belakang diiringi sapaan suara perempuan.
Dengan terkejut, buru-buru saya putar
badanku menghadap kebelakang. Seorang perempuan dengan wajah tertunduk berdiri
tepat dibelakangku. Entah darimana datangnya. Saya mundur beberapa langkah ke
belakang, sambil terus memperhatikan perempuan itu hingga menabrak Bang Rusdi
yang secara tidak langsung menyadarkannya dari keterpakuan melihat penampakan
perempuan tersebut. Saya lihat baju putih kekuningan panjangnya menutupi kaki
dan tangannya. Saat itu juga saya mencium aroma bunga kantil. Belum sempat saya
bertanya pada perempuan itu, tiba-tiba dengan perlhan-lahan perempuan itu
menengadahkan mukanya. Dikeremangan malam, saya lihat perempuan itu pucat
sekali, kedua matanya bolong. Dan dari kedua matanya, memancar sinar merah.
Rambutnya awut-awutan. Sejurus kemudian sosok perempuan itu seperti kabut tebal
terus perlahan memendar dan hilang tertiup angin.
Spontan rasa takut menyergap kami.
Seperti sebelum-sebelumnya ketika melihat satu fenomena seperti ini tetap saja
merasakan ketakutan. Jantung berdebar kencang manakala secara tiba-tiba lagi
perempuan itu tertawa cekikikan lagi yang tiba-tiba muncul di belakang Bang
Rusdi yang lagi-lagi mengejutkan kami. Bang Rusdi berdiri mematung saja ketika
sosok perempuan itu tertawa cekikikan sambil memperlihatkan taringnya. Lalu
kedua tangannya diacungkan pada Bang Rusdi, seolah ingin mencekiknya. Yang
lebih membuat saya terkejut, ternyata jari-jarinya tangannya tinggal tulang
semua.
“Kun…Kun..Kuntilanak!” teriak Bang
Rusdi dengan tergagap sambil berangsek mundur hingga membuat saja jatuh
terjerembab ke tanah. tanpa pikir panjang lagi segera saya beranjak dengan di
bantu Bang Rusdi dan mengajak saya menjauh dari sosok perempuan tersebut atau
tepatnya setengah berlari. Melihat kami menjauh , Kuntilanak itupun ikut
berlari mengejar kami. Sekilas saya lihat tubuhnya melayang-layang terbang,
dengan suara cekikikannya nyaring mengerikan. Dengan sekuat tenaga kampi
percepat lari. Tapi Kuntilanak terus saja mengejar kami dengan disertai suara
tawanya yang menakutkan. Semakin takut yang saya rasakan, semakin menjadi-jadi.
Baru kali ini saya merasakan takut yang teramat sangat.
Disaat genting seperti itu dan saat
Kuntilanak tadi semakin dekat dengan kami tiba-tiba HP yang sejak tadi saya
pegang berdering keras, satu pertanda ada panggilan masuk. Anehnya, dering
suara HP dengan cahayanya yang berkedip-kedip dilayarnya membuat tawa itu
hilang. Dan benar saja ketika saya tengok kebelakang Kuntilanak itu sudah
menghilang. Mungkin takut karena suara atau cahaya dari layar HP pikirku,
entahlah. Sambil mengatur nafas, saya lihat panggilan masuk itu ternyata dari
Bang Beny dan benar saja beliau mencemaskan saya.
Masih diliputi kecemasan dan Bang
Rusdi membaca kalam-kalam suci yang dia hafal kami berjalan cepat hingga sampai
pada jembatan sebagai penghubung kampun Pauh Seberang dan Pauh Luar. Sedikit
lega karena sudah ada pemukiman penduduk di depan sana selepas jembatan. Namun,
aroma bunga kantil dan bau kemenyan masih sempat tercium menyengat di tengah
jembatan. Untungnya tidak ada suatu hal kejadian seperti barusan.
Walau kejadian ini bukan yang pertama
kali namun tetap saja membuat sedikit trauma pada kesunyian. Terlebih pada
tempat-tempat baru yang baru pertama saya kenal untuk lebih berhati-hati itulah
hikmah yang setidaknya saya petik. Lebih kian menyadari bahwa memang ada
dimensi kehidupan lain yang diciptakan Allah disamping kehidupan manusia yang
nyata ini, bahkan di era semodern ini. Akhir kata sekian dulu sekelumit cerita
misteri yang saya alami dan berharap tidak mengalami hal-hal demikian lagi
dikemudian hari. Wassalam dan terima kasih.
Wah beneran ini kang ?
BalasHapusTrue story kang, bahkan sensasinya saat membaca ulang pun masih berasa :)
HapusKalo ini nyata, ada 2 kemungkinan yg menyebabkan lelembut itu mengejar abang
BalasHapus1. Abang masuk ke wilayah tertorialnya dgn arrogan tanpa permisi (harusnya berdoa dulu saat memasuki daerah yg masih asing)
2. Temen abang itu bicaranya sembrono, kesannya menantang lelembut itu.