Laku Catur Murti adalah bersatunya empat faal,
yaitu pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan. Laku Catur Murti
bermakna empat yang menjelma menjadi satu. Laku Catur Murti merupakan
bagian dari ilmu tasawuf versi Jawa.
Pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan yang
besar itulah yang disatukan. Sekilas memang tampak sederhana dan mudah
dilakasanakan, namun kenyataannya tidak semudah itu.
“Berkata benar” dalam kalimat lain dapat diartikan “jangan berdusta”.
Jika kita mau menginstrospeksi diri, dalam sehari saja berapa kali kita
berbuat dan melakukan dusta. Apalagi kalau profesi kita berhubungan
dengan bisnis, jual beli dan sebagainya. Kita harus menyadari bahwa
dalam kehidupan sehari-hari penuh dengan tipu muslihat. Banyak yang
melakukan idak benar. Bagaikan mata rantai setan yang terselimuti dengan
baik dan bijak.
Berawal dari keinginan atau kehendak perasaan.
Itulah yang menyebabkan berpikir, dan tindak lanjutnya berkata,
berikutnya lalu berbuat. Pikiranlah yang mendorong diri kita berkata,
maupun melakukan perbuatan.
Sekarang tergantung pada fikirannya. Jika
pikirannya baik dan benar, maka akan mengeluarkan kata-kata yang baik
atau benar. Jika pikirannya jahat atau tidak benar, akan mendorong orang
untuk berkata yang jahat dan berbuat jahat.
Sering kita tergoda untuk menanyakan apa sebenarnya “kebenaran”
itu? Meskipun telah berulangkali diterangkan. Ini menunjukkan sebagian
besar manusia itu tidak mengetahui kebenaran atau ragu dan tidak yakin.
Bahkan tak kurang orang memandang kebenaran itu secara teoritis, atau
salah dalam menyimpulkan apa yang dimaksud dengan kebenaran.
Sebuah kebenaran ada yang dapat diungkapkan secara
jelas, langsung dilihat dengan mata telanjang. Tapi lebih banyak lagi
yang tidak bisa diungkapkan secara langsung dalam hidup ini.
Kebenaran adalah sesuatu yang berlaku secar
deskriptif pada dunia nyata. Segala sesuatu yang berlaku secara
deskriptif pada dunia nyata. Segala sesuatu yang bekerja atau berjalan
secara alami, tanpa rekayasa manusia atau akal-akalan manusia.
Pikiran yang membenci, membuat orang untuk berkata
yang penuh kebencian. Pikiran yang membenci akan melahirkan perbuatan
yang penuh kebencian. Artinya, piktran dapat terkena polusi, salah
satunya adalah benci, membenci, kebencian. Pikiran yang terkena polusi
noda kebencian akan merugikan manusia itu sendiri. Manusia yang
menyimpan kebencian, menyimpan pikiran benci, dikarenakan polusi atau
noda kebencian, pikran kita menjadi rusak, dan pikran pun ikut rusak.
Mengindari situasi, kondisi, kata dan perbuatan orang-orang yang dapat
membuat kita membenci.
Kebenciaan jangan diberi kesempatan untuk
merajalela di alam pikiran kita. Kita hrus dapat menjinakkan kebencian
yang ada di dalam pikiran kita, kemudian kita pudarkan atau kita
kecilkan, agar pikiran jahat itu dapat kita hilangkan. Kalau sudah
begitu, jangan diingat-ingat lagi orang yang pernah membuat diri kita
jadi benci. Kata-kata dan perilakunya jangan diingat lagi. Dengan
berjalannya waktu, diri kita akan melupakan semuanya. Berterimakasihlah
kepada Allah SWT, karena kita di karuniakan sifat “lupa”. Jika kita tidak diberi sifat lupa, maka kita akan ingat segala-galanya. Tentu kita pada akhirnya akan bertambah pusing.
Untuk mengakhiri kebencian, kita harus membangun
kasih sayang. Kasihanilah dia, maafkanlah dia, orang yang bodoh itu.
Karena kebodohannya sampai dia tidak mengerti mana yang boleh dikatakan,
dan amana yang tidak boleh dikatakan serta dilakukan. Bila kita selalu
mengimgat orang yang kita benci, selalu memikirkan dia, kita jadi marah.
Denyut jantung kita bertambah cepat, resah gelisah, tersiksa dan tak
dapat tidur, dan akhirnya kita jadi rugi sendiri. Sedang dia sudah tidak
ingat kita.
Rasa dendam dan benci, hanya menyebabkan ketegangan
dan kegelisahan dalam hidup. Brpikir yang benar, karena dalam berpikir
yang benar selalu mengandung cinta kasih atau kasih sayang dan welas
asih, simpati, tenang, seimbang, dan hal-hal yang terkait dengan
pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang benar.
Dengan berpikir yang benar, dapat membawa manusia
mencapai kebahagiaan sejati. Sepatutnya berpikir yang baik-baik saja,
yang dapat mendatangkan manfaat untuk diri kita. Yang namanya pikiran
itu bisa jadi baik atau benar, tapi juga bisa jadi jahat atau tidak
benar.
Jika kita mendalami Laku Catur Murti atau dengan kata lain tasawuf
versi Jawa, maka kita mendapatkan faidah dan keuntungan yang besar.
Kita akan memiliki sifat-sifat dan perilaku yang baik, memiliki karakter
yang tangguh, tidak mudah takut dan susah. Kita tidak akan menjadi
orang yang congkak, insya Allah kita akan menjadi orang yang berbudi.
Kita tidaka kan berbuat yang membahyakan diri
sendiri, namun membahagiakan orang banyak. Kita tidak mudah memfitnah,
tidaka akn berbicara tentang hal-hal yang tidak bermanfaat. Kita tidaka
akan menyinggung perasaan orang lain, tidaka akan menggunjing orang, dan
kita sadar untuk berkata yang benar. Berkata itu menggunakan mulut, dan
didalam mulut ada lidah. Maka kendalikan lidah kita, agar tidak
dipermainkan.
Gusti Allah telah memberi sepasang mata untuk
melihat, sepasang telinga untuk mendengar, satu buah mulut untuk tidak
perlu banyak bicara bila tidak diperlukan. Karena mulut merupakan pintu
gerbang yang mendatangkan bahaya. Diam adalah bijaksana.
Orang yang melakukan Catur Murti waspada terhadap pencemaran kebencian, serakah, iri hati, fitnah, kebodohan.
Laku Catur Murti secara tidak langsung membetikan
ajaran petunjuk etika dan moral, demi kebahagiaan masing-masing. Menjadi
manusia yang susila. Adapau masyarakat tanpa agama, tidak mengenal
etika adalah bagaikan hutan belantara yang penuh kebiadaban.
Iming-iming dalam bentuk apapun tidak berlaku bagi
para pelaku Catur Murti. Orang tersebut tetap rajin membaca makna yang
terkandung dalam kalamullah dalam Al-Qur’an di kehidupan sehari-harinya.
Ia rajin beribadah bukan karena surga, tapi karena kecintaannya kepada
Tuhannya.
Dalam hal pelaksanaan Laku Catur Murti, bahwa untuk
melaksanakannya tidak cukup 1 kali atau 2 kali saja lalu berhenti.
Melaksanakan Laku Catur Murti harus tekun terus menerus. Lmbat tapi
pasti, kita akan mendapatkan mafaatnya.
Laku Catur Murti berfungsi ganda, membimbing kita
dan melindungi dari gejolak kehidupan yang makin kacau dan mengganas
yang disertai kebrutalan. Kekuatan negatif dalam barbagai bentunya yang
selalu mengancam dan akan menghancurkan kita. Apabila diri kita tidak
waspada, kita akan hanyut mengikuti arus kebiadaban, tanpa etika, tanpa
moral, tanpa perikemanusiaan dan tiada welas asih.
Laku Catur Murti dapat diterjemahkan lahirian dan
batiniah. Secara lahiriah Laku Catur Murti dapat di tulis dan diuraikan
dalam bentuk kata-kata. Dapat ditulis sehingga dapt dibaca
berulang-ulang kali. Bahkan dapat dihapal. Didiskusikan dan sebagainya.
Sedangkan secara batiniah, Laku Catur Murti
semuanya menjadi sunyi, sepi. Artinya perkataan tidak mengeluarkan kata,
hanya diam. Perbuatan tidak melakukan apa-apa. Pikiran tidak berfungsi,
kosong. Perkataaan, perbuatan dan pikiran diam tanpa aktifitas apa-apa,
pasif total. Hanya rasa yang berperan aktif. Rasa, jiwa atau roh tidak
dapat dilihat panca indera. Rasa. Jiwa atau roh aktif mengadakan
interaksi dengan Dzat Sang Pencipta melalui dzikrullah. Hasilnya adalah
pencerahan jiwa. Sehingga manusia dapat melihat apa saja dan melakukan
apa saja. Semua itu atas izin-Nya. Sebab manusia tan Gusti Allah tidak
akan bisa apa-apa.
Dalam tradisi Islam, hal ini biasa dilakukan oleh
orang-orang sufi. Mereka menyatukan pikiran, perasaan, perkataan dan
perbuatan, demi mencapai sebuah kebenaran sejati, dan menghaguskan
nafsu-nafsu jahat yang mengitari hati.
Tidak perlu mencela, memaki, mengungkit-ungkit,
dan memberontak sesuatu yang telah digariskan oleh Allah Tuhan Yang Maha
Kuasa, dengan sekejap mampu merubah sesuatu tanpa pesan. Semuanya telah
terjadi, semuanya menyimpan ribuan hikmah, dan semuanya merupakan
kehendak pribadi kita yang menyatukan diri dengan Tuhan dengan
kehendak-Nya.
0 on: "Tasawuf Versi Jawa"