Akarasa - Bahwa perjalanan adalah untuk
mencari kehidupan baru, jiwa baru sampai era-era kebesaran yang pernah hidup di
dunia. Pada tulisan jelajah kali ini saya ajak kerabat akarasa ke Banten. Menyoal
Banten dalam kilasan episodenya yang rumit akhir-akhir ini tampaknya tidak
terlalu menarik perhatian bagi kita semua. Tapi saya percaya, selalu ada tempat
yang menarik dari setiap perjalanan yang baru. Jelajah kita ke Banten ini saya
ajak kerabat akarasa sedikit untuk mengenal kilasan-kilasan kejajayaannya pada
masa lalu.
Indonesia jarang sekali memiliki
transkrip sejarah yang utuh. Seperti halnya dengan Keraton Kaibon yang saat ini
bangunan megahnya hanya dapat dikira-kira dari sisa-sisa bangunan yang ada.
Kaibon berarti keibuan. Itu informasi awal yang
saya dapat. Terletak di Banten Hilir, tak seberapa jauh dari pintu Tol
Serang.
Menurut kolega dekat yang mengantarkan
saya , dahulunya di tempat pertama saya berdiri adalah ruang shalat, semacam
mushola besar yang megah. Lantainya masih utuh dan tampak bagus meski atapnya
sudah berganti jadi langit sungguhan dan dindingnya tak ada lagi. Beberapa
gerbang masih berdiri kokoh, dinamai Gerbang Bentar yang mendapat sentuhan
Jawa-Bali dan Gerbang Paduraksa yang kental dengan ciri Bugis. Gerbang-gerbang
ini seolah menandakan dahulunya Kaibon adalah bangunan yang besar dan megah di
masanya.
Areal
Kaibon cukup luas. Konon dahulunya istana megah ini diperuntukkan bagi kaum
perempuan. Berdiri di rentang tahun 1526 hingga 1813, menunjukkan bahwa Banten
kala itu telah menjadi kota metropolitan, mengingat di dekat Keraton Kaibon
terdapat sungai besar yang menurut kabar berita menjadi lalu lintas bagi
kapal-kapal besar yang membawa berbagai macam komoditas perdagangan kala itu.
Patut dicatat, tak hanya kapal lokal yang melintas, namun juga kapal berbendera
asing. Pada masanya, Banten, tak perlu diragukan, memiliki peran sentral bagi
kegiatan perdagangan.
Saya jadi membayangkan seperti apa
situasi Banten saat itu?
Ketika hari makin beranjak senja, rasanya saya makin jatuh cinta pada Banten. Kolega saya, seorang ibu rumah tangga biasa, mengajak saya menciumi harum masa lalu Banten. Banyak hal yang nyatanya tidak saya tahu tentang tanah para Jawara ini.
Ketika hari makin beranjak senja, rasanya saya makin jatuh cinta pada Banten. Kolega saya, seorang ibu rumah tangga biasa, mengajak saya menciumi harum masa lalu Banten. Banyak hal yang nyatanya tidak saya tahu tentang tanah para Jawara ini.
Sebetulnya wajar saja, mengingat saya sendiri orang Tuban. Namun
penjelasan kolega saya membuatku mengenal potongan-potongan Banten. Dia
mengatakan, tanah Banten adalah tanah yang bagus untuk bercocok tanam. Ia
bahkan menguraikan bahwa dahulu Banten sempat menjadi produsen bawang merah
yang memiliki rasa unik dan enak. Begitupun bawang putih, lada dan berasnya
yang terkenal enak. Wajar apabila kemudian perusahaan dagang Belanda betah
berlama-lama di sini.
Sayangnya, cuaca tidak mendukung sore
tadi hingga tak begitu banyak bagi kami untuk bisa menjejak inci per inci
bangunan super megah pada zamannya untuk mencari lebih banyak tentang Banten.
Tak jadi soal, karena ini bisa jadi alasan bagi saya untuk datang lagi ke Banten
suatu hari kelak. Disela-sela kolega saya mengajak berkelana lewat tuturannya
yang fasih tentang Banten, sebelum pulang saya sempatkan diri singgah ke salah
satu sisi Keraton Kaibon, yang katanya merupakan kamar tidur dan memiliki
sistem pendingin udara tradisional yang terletak di bawah tanah. Rupanya,
teknologi pendingin udara sudah dikenal juga pada masa itu. Satu lagi hal yang
membuatku menanam cinta pada Banten.
Maturnuwun..
0 on: "Istana Kaibon Saksi Diam Kemegahan Tanah Jawara"