Akarasa – Satu hal yang tidak bisa kita
pungkiri dalam hidup ini, setiap kita
selalu mencari kebahagian dalam hidup kita. Meskipun definisi kita tentang
bahagia itu sangat beragam dengan ukuran standar masing-masing. Pada kesempatan
yang baik ini, Jum’at Wage, kembali saya ingin mengajak kerabat akarasa untuk
meggali khasanah budaya yang adilihung warisan para pewaskita, khususnya Jawa. Tapi
saya percaya unu berlaku umum, tanpa membedakan kesukuan.
Kerabat akarasa saya yakin tentu tidak
asing dengan R. Ng. Ronggowarsito pewaskita yang kesohor bukan hanya di
Indonesia saja. Bahkan hasil karyanya banyak dikaji oleh orang asing, yang
notabene sangat berbeda kultur dengan kita. Nah, kalau Ki Ageng Suryomenataram?
Dengan perenungan batinnya yang tertuang dalam Kawruh Beja? Baik, meski kerabat
akarasa sudah ada sebagian yang tahu, setidaknya yang baru tahu berikut ini
saya petikkan ajaran atau kawruh beja pada poin tentang hakikat kebahagiaan
dalam terjemah bebas saya. Sebelumnya untuk dimaklumi jika ada banyak
kekuarangan.
Menurut Ki Ageng Suryamentaram, hakikat
manusia adalah rasa. Sedangkan rasa itu sediri terbagi menjadi rasa badan, rasa
hidup, rasa keakuan, dan arasa abadi. Rasa badan adalah rasa-rasa yang di dalam
manusia, misalnya rasa sakit, lapar, haus, sejuk, dan panas. Rasa hidup adalah
kemauan dasar tentang hidup yang bercirikan tentang keinginan melangsungkan
kehidupan.
Rasa keakuan adalah rasa yang mempunyai
kecenderungan demi kepentingan pribadi. Sedangkan rasa abadi adalah tingkatan
yang mencapai kebenaran universal, hukum kekal, bagian dari alam, senasib dan
mau menerima kenyataan bahwa hidup kini disini begini. Rasa merupakan
perwujudan dari jiwa.
Hakikat manusia terletak pada jiwanya
yang hidup. Jiwa yang hidup mengikuti pola dan irama lelampahan. Lelalampahan atau
gerak tidak memerlukan tempat, tapi waktu. Yang memerlukan tempat adalah badan,
bukan jiwa.
Jiwa manusia adalah kramadangsa, yang
berarti bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk Tuhannyang selalu
terdapat unsure jasmani dan ruhani pada dirinya. Sifat kramadangsa mengiringi
catatan-catatan hidup yang mendasari eksistensi individu sebagai seorang
manusia.
Wejangan Ki Ageng Suryamentaram atau
lebih kita kenal Kawruh Beja, Kawruh Jiwa, Pangwakilan Pribadi tentang bangunan pokok dari ilmu jiwa kramadangsa yang
diwejangkannya adalah masalah bangunan kejiwaan dari kramadangsa itu sendiri.
Kramadangsa adalah ego sendiri yang dapat diganti dengan nama masing-masing
kita. Dengan demikian ia tak berupa teori-teori yang bersifat abstrak, tetapi
selalu konkrit menghadirkan manusianya.
Dalam sejarahnya, sudah ribuan tahun
orang Jawa mencoba untuk menggapai kesempurnaan dan kebahagiaan sejati. Para penyair
telah memberikan gambaran keindahan pada syair ciptannya. Orang Jawa klasik
memberikan ilmu kebahagiaan hidup manusia di dunia ada tujuh jenis. Untuk melengkapi
tulisan tentang tujuh jenis kebahagiaan ini saya petikkan dari R. Ng. Ranggawarsita
dalam Serat Pustaka Raja Purwa.
Yang pertama adalah Kabegjan, artinya
kekayaan atau keberuntungan, tujuannya agar disayang. Asal mulanya banyaknya
karib kerabat. Terlaksana bila sabar, menerima apa adanya, bersahaja dan
hati-hati. namun kelemahannya bila boros dan royal.
Yang kedua adalah Kagunan, artinya
kepandaian, tujuannya agar terpandang. Asal mula kepandaian dari pengabdian dan
ketekunan. Namun kelemahannya jika ia mengeluh dan malas.
Ketiga adalah Kasuran, artinya
kesaktian, tujuannya agar dihargai. Asal mula kesaktian karena mengurangi
makan. Maka, ia akan menjadi kuat dan sentosa. Namun kelamahannya adalah
berbuat sewenang-wenang dan aniaya.
Keempat adalah Kabrayan, artinya banyak
anak cucu, tujuannya agar dimuliakan. Pangkalnya dari belas kasih. Terlaksananya
dari perkataan yang manis dan terjadi dari nasihat dan petuah-petuah. Akan tetapi
yang menjadi halangan adalah suka marah dan iri dengki.
Kelima adalaj Kasinggihan, artinya
keluhuran. Tujuannya supaya dihormati. Berpangkal dari derita dan nestapa,
terlaksana dari sikap bakti dan terjadinya karena tingkah sopan santun. Akan tetapi
yang menjadi penghalangnya adalah sikap angkara murka.
Keenam adalah Kayuswan artinya panjang
umur. Tujuannya supaya terpercaya. Pamgkalnya dari budi luhur, terlaksana
dengan manunggalnya rasa, terlaksana karena kesaktian. Akan tetapi
penghalangnya adalah dusta dan bohong.
Ketujuh atau yang terakhir adalah
Kawigdadan, artinya keselamatan. Tujuannya supaya selamat sejahtera. Berpangkal
dari kesucian, terlaksana dari mengurangi minum. Terjadinya dari sikap rendah
hati. tapi penghalangnya adalah jika berperilaku jahat.
Sedangkan untuk meraih kebahagiaan itu
sendiri harus melalui beberapa tahap. Mulat Sarira, atau lebih mawas diri,
dimana manusia menemukan indentitas yang terdalam sebagai pribadi. Tepa Salira,
dimana seseorang berempati terhadap perasaan orang lain.
Tidak hanya dua tahap di atas saja,
untuk menggapai kebahagiaan sejati manusia harus bisa meniti tahap Nanding Pribadi, di mana seseorang membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain dan
mendapatkan dirinya lebih unggul. Ngukur Pribadi, dimana seseorang mengukur
orang lain dengan dirinya sendiri sebagai tolok ukur.
Dan yang terakhir adalah tahap Mawas Diri, dimana seseorang memcoba memahami keadaan dirinya sejujur-jujurnya. Setelah
melalui tahap-tahap diatas, diharapkan manusia akan memahami bahwa kebahagiaan
sejati sebenarnya tidak bisa dicari ke mana-mana, melainkan pada dirinya
sendiri. oleh karenanya, upaya meraih kebahagiaan merupakan sebuah perjalanan
spiritual panjang dan memerlukan pengetahuan dan pengalaman.
Akhir kata dari saya, ada kurang
lebihnya pada ulasan yang sangat sederhana ini bisa dipahami dan bermanfaat
untuk meniti kehidupan ini, nyuwung agunging samudra pangaksami jika ada
kekurangan sana sini pada ulasan ini.
Maturnuwun…
0 on: "Jalan Meraih Kebahagiaan Sejati dalam Kawruh Begja"