Akarasa – Selamat datang kadang kinasih akarasa, karena
rupanya indera penglihatan masih enggan untuk diajak istirahat dan sambil
menunggu ia lelah saya ajak sekalian menulis sekenanya. Malam tadi ada
perbincangan dengan seseorang yang sangat kritis dan keingintahuannya sangat
tinggi yang mempertanyakan tentang Indigo
dan Laduni. Yang pertanyannya apakah keduanya sama esensi dan beda nama
penyebutannya. Saya rasa kalau menjawab sama atau tidaknya semua berpulang
kepada masing-masing kita. Untuk menyingkat bahasan tentang Laduni dan Indigo,
saya kerucutkan ke Laduni saja karena Indigo sudah ada beberapa yang saya tulis
di sini. Klik Disini dan Disini.
Hal yang paling umum dan kita pahami pada dasarnya semua
ilmu yang dimiliki makhluk hidup di bumi dan di langit adalah ajaran dari Allah
swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Bertelekan pada narasi tersebut
dapat kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia adalah Ilmu
Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt. Konon katanya ilmu laduni
banyak diartikan sebagai Pengetahuan yang diperoleh seseorang yang saleh dari
Allah swt melalui ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang
pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses
pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah swt.
Untuk lebih jauh memahami apa itu ilmu Laduni? Apa sejarah
yang melatar belakangi munculnya ilmu tersebut? Saya rangkumkan dari berbagai sumber yang pada
akhirnya menjadi atas perspektif saya sendiri, mohon untuk dimaklumi sebelumnya
jika ada penafsiran yang tidak sesuai pada esensinya.
Dalam Ensiklopedia Islam: Ilmu Laduni adalah Pengetahuan
yang diperoleh seseorang yang saleh dari Allah swt melalui ilham dan tanpa
dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan tertentu. Oleh sebab
itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya
tergantung atas kehendak dan karunia Allah swt.
Di dalam tasawuf dibedakan tiga jenis alat untuk komunikasi
rohaniah, yakni kalbu (hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh
untuk mencintai-Nya dan bagian yang paling dalam yakni sirr (rahasia) untuk
musyahadah (menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah swt secara
yakin sehingga tidak terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-Nya.
Meski dianggap memiliki hubungan misterius dengan jantung
secara jasmani, kalbu bukanlah daging atau darah, melainkan suatu benda halus
yang mempunyai potensi untuk mengetahui esensi segala sesuatu.
Lapisan dalam dari kalbu disebut roh; sedangkan bagian
terdalam dinamakan sirr, kesemuanya itu secara umum disebut hati. Apabila ketiga
organ tersebut telah disucikan sesuci-sucinya dan telah dikosongkan dari segala
hal yang buruk lalu diisi dengan dzikir yang mendalam, maka hati itu akan dapat
mengetahui Tuhan.
Tuhan akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya kepada hati
yang suci ini. Hati seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan sebuah
cermin. Apabila cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda yang
mengotorinya, niscaya ia akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu
cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar apa saja yang ada dihadapannya.
Demikian juga hati manusia. Apabila ia telah bersih, ia akan
dapat memantulkan segala sesuatu yang datang dari Tuhan. Pengetahuan seperti
itu disebut makrifat musyahadah atau ilmu Laduni. Semakin tinggi makrifat
seseorang semakin banyak pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun
semakin dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu
laduni yang penuh dengan rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin karena
manusia serba terbatas, sedangkan ilmu Allah swt tanpa batas.
Dari pengertian diatas tadi sudah dapat kita lihat, bahwa
ilmu Laduni mempunyai ciri yang khas yaitu ilmu Laduni diberikan langsung dari
Allah swt kepada orang-orang (nabi, wali, orang yang mempunyai iman yang
tinggi) yang dia kehendaki. Berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain, karena
ilmu-ilmu yang lain (hukum, filsafat, sastra, sains dan yang lainya) harus
dicari oleh manusia. Walaupun pada hakikatnya semua ilmu sudah Allah sediakan
bagi manusia. Cuma ada yang berbentuk kauniah dan kauliyah. Ilmu-ilmu lain
mempunyai corak mengedepankan akal atau rasio untuk memperoleh kebenaran,
sedangkan ilmu laduni lebih bercorak kepada rasa atau hati (karena langsung
dari Allah).
Ilmu pengetahuan lain selain ilmu laduni mempunyai alat ukur
yang jelas, karena untuk memperoleh ilmu tersebut, sebelumnya telah diberi
aturan-aturan atau batasan-batasan dalam menentukan kebenaran. Selain ilmu
laduni semuanya sudah terukur, maksud dari keterukuran yang saya maksud disini
adalah sudah mempunyai pola yang cukup jelas. Pada dasarnya ilmu Ladunipun sama
mempunyai alat ukur juga, tetapi alat ukurnya ditentukan oleh Allah swt (gaib).
Kalau kita lihat Ilmu Laduni-nya Nabi Khidhir menurut surat
Al Kahfi – difokuskan pada satu masalah saja, yaitu pengetahuan tentang masa
depan, walau secara rinci digambarkan dalam tiga peristiwa, yaitu merusak kapal
yang sedang berlabuh di pinggir pantai, membunuh anak kecil yang ditemukan di
tengah jalan, dan memperbaiki dinding yang mau roboh.
Dari hal itu sangat jelas bahwa ilmu Laduni difokuskan pada
suatu hal yang akan terjadi di masa depan. Dalam konteks ini, Nabi Khidhir
melakukan sesuatu yang bisa dikatakan melawan arus berdasarkan logika atau
hukum moral pada saat itu, tetapi karena ia memperolehnya dari Allah swt maka
siapa yang akan menyalahkan Tuhan yang kita sembah itu?!
Kesimpulannya, pada dasarnya ilmu laduni mirip dengan salah
satu cara berfikir dari filsafat yaitu spekulatif. Spekulatif dalam artian disini
bukan dalam artian tebak-tebakan belaka, tetapi mencoba menerka apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang dengan memikirkannya secara runtut,
menggunakan rasio yang ketat untuk bisa menyimpulkan mana yang akan terjadi
pada masa yang akan datang. Sederhananya, seperti hukum silogisme, yaitu
mencoba menurunkan sesuatu dari yang umum ke khusus atau sebaliknya. Dari cara
berpikir seperti itu jelas akan mampu menerka apa yang akan terjadi. Tapi ini
secara sederhana.
Selain cara berfikir spekulatif, ada juga yang patut di
ingat atau mungkin bisa dibandingkan, yaitu corak berfikir Plato yang mencoba
keluar dari alam realis dan masuk kealam idea. Dalam dunia idea Plato dia
mengatakan apabila kita mampu meninggalkan alam relitas (kalau menurut plato
dunia khayal) dan memasuki dunia idea (alam idea) kita akan mampu mengapai
ketersingkapan-ketersingkapan, sehingga kita bisa mengetahui mana yang benar
dan mana yang salah menurut mata batin kita. Kebenaran sebagai aletheia yaitu
ketaktersembunyian adanya, jadi kita mampu menggapai kebenaran secara utuh. Tidak
sepotong-sepotong.
Dari narasi panjang diatas setidaknya kita sudah punya
gambaran sudah untuk sedikit memahami bahwa ilmu Laduni bukanlah ilmu yan
sembarangan. Ilmu tersebut berasal dari Allah langsung tanpa harus melalui
proses apapun. Namun seberapa jauh manfaat dan ekses yang dihasilkannya? Inilah
pertanyaan yang timbul kemudian.
Mempelajari ilmu laduni mengajak kita untuk berwisata
spiritual, karena dalam hal ini yang diutamakan adalah keyakinan atau sesuatu
yang berpusat di dalam hati bukan yang berada di dalam batok kepala manusia
(akal). Jelas dari hal itu akan brtambah keimanan kita karena Allah menunjukan
satu lagi kekuasaannya dari beribu-ribu kekuasaan yang belum kita ketahui.
Namun patut kita lihat juga, pada waktu ilmu Laduni
diberikan kepada nabi Khidhir ada sedikit ketidak cocokan dengan norma yamg
berlaku. Seandainya kita tarik ilmu Laduni itu pada jaman kontemporer sekarang
tentunya akan ada banyak kesalah pahaman dengan hukum Islam itu sendiri. Akhir
kata kembali pada pertannya awal dari terjadinya tulisan yang panjang ini, apakah
sama antara Laduni dan Indigo? Saya kembalikan ke panjenengan sekalian.
Maturnuwun…
mungkin kalau nabi khidir melakukan "pembunuhan" terhadap 'anak' itu di jaman sekarang, pasti ia akan di cap melakukan ajaran sesat, musyrik karena tidak sesuai dgn ajaran agama islam. nah lho....
BalasHapus