Akarasa – Sugeng enjang kerabat
akarasa, semoga awal pekan ini adalah hari yang lebih baik dari kemarin!
Semoga! Bicara tentang hari yang baik, tentu semua hari adalah baik. Namun,
dianatara semua yang baik itu tentu ada hari yang paling baik untuk masing-masing
kita. Nah, pada pertemuan kita kali ini kita akan mengkaji tentang rahasia
hari. Tentu saja apa yang kita kaji dan bahas masih berkaitan ilmu hikmah.
Bukan kita kaji secara mendetail dari sisi ilmiah. Walaupun tetap memakai dasar
ilmu alam. Mengulang pelajaran IPA saat kita SD/MI.
Dengan mempelajari Rahasia Hari kita akan mengetahui rahasia-rahasia dibalik
pemakaian hari dalam sebuah ritual amalan ilmu hikmah. Khususnya Aji mantra
Jawa, bahkan dengan dasar kajian ini bisa sampai digunakan untuk mengenali
watak seseorang berdasarkan hari kelahirannya.
Dulu, kali pertama saat saya mengawali
lelaku tentang hari ini sudah sangat menggangu benak, mengapa amalan ilmu A dimulai hari Senin,
Amalan ilmu B diawali hari Selasa dan lain sebagainya. Saya rasa hal ini pun
terlintas juga pada benak kerabat akarasa.
Penentuan hari dalam suatu ritual atau
amalan ilmu memiliki dasar alasan. Para leluhur dan pinisepuh ilmu kebatinan
tidaklah sembarangan dalam memberi tuntunan ilmu. Walaupun terkadang sulit
diterima nalar, tetapi setidaknya selalu memiliki dasar alasan.
Meski tak semua guru paham, tak semua
murid mengerti, tak semua pengamal ilmu tahu. Hanya mereka yang senantiasa
mengikuti petunjuk Maha Guru, memurnikan tuntunan ilmunya tanpa dicampuri angan
dan keinginan (merubah-ubah) yang akan mengerti Rahasia dibalik tuntunan ilmu.
Diantaranya adalah Rahasia Hari yang
akan ulas secara sederhana yang tentu saja dalam perspektif saya secara pribadi
dengan sedikit mengambil dasar dari pelajaran IPA saat MI/SD seperti dalam
narasi pembuka diatas.
Pergerakan
Alam.
Dalam pandangan ahli ilmu hikmah setiap fenomena alam memiliki rahasia dan akan
mencerminkan watak (karakter) tersendiri. Termasuk fenomena perubahan hari
dalam sistem penanggalan. Mengapa bisa demikian? Dikarenakan gerakan bumi tidak pernah
berhenti, maka setiap detik posisinya berubah. Untuk kembali pada posisi yang
sama, membutuhkan siklus waktu tertentu. Sirklus jam, sirklus hari, bulan,
tahun, pasaran (Legi, Pon dsb), Wuku dan lain sebagainya. Pada intinya setiap
siklus berhubungan dengan posisi orbit bumi.
Dengan latar belakang tersebut, maka
kelahiran manusia dan kejadian di alam semesta ini (misalnya musim) dengan
sendirinya akan menempati salah satu siklus diantara siklus-siklus yang ada.
Misalnya manusia yang dilahirkan pada hari Senin, akan masuk ke dalam siklus
Senin yang telah dihuni oleh banyak orang sebelumnya, yang lahir pada hari yang
sama. Oleh karena itu secara umum mereka menjadi satu wadah yang bernama
siklus. Maka berdasarkan ‘Ilmu Titen’ atau ilmu hasil dari mengenali /
mengamati dan terus berlangsung turun-temurun, watak seseorang atau pergerakan
alam secara garis besar dapat dikenali bahkan diprediksi.
Sirklus
Jam.Hari
dalam bahasa Jawa disebut “dina” (dino). Sebagaimana telah kita ketahui bahwa
satu hari adalah sebuah unit waktu yang diperlukan bumi untuk berotasi
(berputar) pada porosnya sendiri. Unit waktu ini bisa berupa detik, menit ataupun
jam. Jaman sekarang 1 hari = 24 jam, atau jika dihitung dalam menit, 1 hari =
1440 menit. Jika dihitung dalam detik, 1 hari = 86400 detik.
Jadi Bumi membutuhkan waktu 24 jam
untuk sekali berputar pada porosnya. Akibat rotasi ini terjadilah fenomena siang
dan malam. Dimana bagian sisi bumi yang menghadap Matahari mengalami masa Siang
(terang), sedangkan bagian sisi bumi yang membelakangi Matahari mengalami masa
Malam (gelap).
Jutaan tahun yang lalu 1 hari tidak
berlangsung lama seperti sekarang ini (24 jam) mungkin hanya 18 jam saja.
Penyebabnya karena Rotasi bumi ketika itu berlangsung lebih cepat. Sebab jarak
Bulan (Moon) dengan Bumi lebih dekat daripada jarak sekarang. Begitu pula
sebaliknya, dimasa yang akan datang (jutaan tahun lagi) 1 hari bisa berlangsung
semakin lama, hingga 30 jam. Sebab jarak Bumi dan Bulan semakin menjauh,
akibatnya bumi berrotasi lebih lambat. Setiap fenomena alam yang terjadi akan
membawa dampak pengaruh bagi penghuni alam khususnya manusia.
Sirklus
Tujuh Hari = Seminggu
Mencari tahu asal muasal “1 minggu = 7
hari” tidaklah mudah. Cukup sulit mencari kebenaran teori dibalik penentuan “1
minggu = 7 hari”. Banyak teori yang berbeda-beda bahkan saling berseberangan.
Ada yang berdasar ajaran agama (kitab suci). Mitos Dewa-dewa penguasa 7 planet,
praktek perhitungan geometri primitif dan lain sebagainya.
Tetapi yang menarik dan perlu kita ketahui bahwa tidak semua bangsa meyakini 1minggu terdiri dari 7 hari. Misalnya, orang Mesir kuno memakai hitungan 1 minggu = 10 hari. Kalender Maya memakai 13 dan 20 hari dalam seminggu. Orang Lithuania memakai 9 hari dalam seminggu, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan siklus hari dalam budaya Jawa? Maaf untuk kerabat akarasa yang kebetulan bukan orang Jawa… J
Siklus Hari dalam penanggalan Jawa. Sedangkan dalam budaya Jawa, sistem siklus hari ada bermacam-macam. Sebenarnya jaman dahulu orang Jawa kuno mengenal 10 jenis minggu. Dari seminggu yang jumlahnya hanya satu hari, hingga Seminggu yang jumlah harinya terdapat 10 hari. Nama macam-macam minggu tersebut adalah Ekawara, Dwiwara, Triwara, Caturwara, Pancawara, Sadwara, Saptawara, Hastawara, Nawawara dan Dasawara.
Tetapi yang menarik dan perlu kita ketahui bahwa tidak semua bangsa meyakini 1minggu terdiri dari 7 hari. Misalnya, orang Mesir kuno memakai hitungan 1 minggu = 10 hari. Kalender Maya memakai 13 dan 20 hari dalam seminggu. Orang Lithuania memakai 9 hari dalam seminggu, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan siklus hari dalam budaya Jawa? Maaf untuk kerabat akarasa yang kebetulan bukan orang Jawa… J
Siklus Hari dalam penanggalan Jawa. Sedangkan dalam budaya Jawa, sistem siklus hari ada bermacam-macam. Sebenarnya jaman dahulu orang Jawa kuno mengenal 10 jenis minggu. Dari seminggu yang jumlahnya hanya satu hari, hingga Seminggu yang jumlah harinya terdapat 10 hari. Nama macam-macam minggu tersebut adalah Ekawara, Dwiwara, Triwara, Caturwara, Pancawara, Sadwara, Saptawara, Hastawara, Nawawara dan Dasawara.
Untuk lebih jelasnya perhatikan
perumusan tata penanggalan Jawa yang saya sarikan dari Betaljemur berikut ini :
Perhitungan hari dengan siklus 5 harian
disebut sebagai Pancawara – Pasaran. (Artinya dalam 1 minggu (Pancawara) hanya ada
5 hari)
Perhitungan hari dengan siklus 6 harian disebut Sadwara – Paringkelan.
Perhitungan hari dengan siklus 7 harian disebut Saptawara – Padinan.
Perhitungan hari dengan siklus 8 harian disebut Hastawara – Padewan
Perhitungan hari dengan siklus 9 harian disebut Sangawara – Padangon
Perhitungan hari dengan siklus mingguan (7 hari) terdiri 30 minggu disebut Wuku.
Perhitungan hari dengan siklus 6 harian disebut Sadwara – Paringkelan.
Perhitungan hari dengan siklus 7 harian disebut Saptawara – Padinan.
Perhitungan hari dengan siklus 8 harian disebut Hastawara – Padewan
Perhitungan hari dengan siklus 9 harian disebut Sangawara – Padangon
Perhitungan hari dengan siklus mingguan (7 hari) terdiri 30 minggu disebut Wuku.
Namun jaman sekarang yang biasa dipakai
hanya 2 jenis minggu saja, yaitu Pancawara (pasaran) dan Saptawara (Padinan).
Misalnya Senin Legi, Selasa Pahing dan seterusnya. Perubahan penanggalan Jawa
ini terjadi masa pemerintahan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusumo di Kerajaan Mataram
Islam. Saptawara dipakai karena dinilai universal (sirklus 7 hari). Sedangkan
Pancawara tetap dipakai karena melambangkan jati diri manusia Jawa yang
berbudaya.
Dalam pertemuan ini saya hanya akan
membahas Perhitungan hari dengan siklus 7 hari. Atau dalam bahasa Jawa disebut
Saptawara (Padinan) dan Sirklus 5 hari (Pancawara). Karena siklus yang lainnya,
saya tidak mengerti. Monggo jika kerabat akarasa hendak menambahkan.
Dalam kitab Primbon, dijelaskan orang
Jawa percaya bahwa hitungan 7 hari dalam seminggu bermula ketika Tuhan
menciptakan alam semesta ini dalam 7 tahap. Dimana tahap pertama diawali hari
Ahad (Minggu).
Pertama, Ketika Tuhan memiliki kehendak
ingin menciptakan dunia. Kehendak Tuhan ini lalu disimbolkan dengan Matahari
yang bersinar sebagai sumber kehidupan.
Kedua, ketika Tuhan menurunkan kekuatan-Nya untuk menciptakan dunia. Kekuatan Tuhan itu lalu disimbolkan dengan Bulan yang bercahaya tanpa menyilaukan.
Ketiga, Ketika kekuatan Tuhan tadi mulai menyebarkan percik-percik sinar Tuhan. Percik sinar Tuhan itu lalu disimbolkan dengan Api yang berpijar.
Keempat, Ketika Tuhan menciptakan dimensi ruang untuk wadah alam semesta. Dimensi ruang itu lalu disimbolkan dengan Bumi menjadi tempat makhluk hidup.
Kelima, Ketika tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan. Panas yang menyala itu lalu disimbongkan dengan Angin yang bergerak dan petir yang menyambar.
Keenam, Ketika tuhan menciptakan air yang dingin. Air yang dingin itu lalu disimbolkan dengan Bintang yang mirip titik-titik air yang menyejukan.
Kedua, ketika Tuhan menurunkan kekuatan-Nya untuk menciptakan dunia. Kekuatan Tuhan itu lalu disimbolkan dengan Bulan yang bercahaya tanpa menyilaukan.
Ketiga, Ketika kekuatan Tuhan tadi mulai menyebarkan percik-percik sinar Tuhan. Percik sinar Tuhan itu lalu disimbolkan dengan Api yang berpijar.
Keempat, Ketika Tuhan menciptakan dimensi ruang untuk wadah alam semesta. Dimensi ruang itu lalu disimbolkan dengan Bumi menjadi tempat makhluk hidup.
Kelima, Ketika tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan. Panas yang menyala itu lalu disimbongkan dengan Angin yang bergerak dan petir yang menyambar.
Keenam, Ketika tuhan menciptakan air yang dingin. Air yang dingin itu lalu disimbolkan dengan Bintang yang mirip titik-titik air yang menyejukan.
Ketujuh, Ketika Tuhan menciptakan unsur materi kasar sebagai dasar pembentuk
kehidupan. Materi kasar itu lalu disimbolkan dengan Air sebagai sumber
kehidupan.
Perlu dipahami bahwa penyebutan elemen
(anasir) ini hanyalah sebagai simbol. Bukan merupakan urutan kejadian alam
semesta itu sendiri. Simbol inilah yang nantinya digunakan dalam mengenali
watak (karakter) hari.
Arti Nama Hari. Dalam penyebutan nama-nama hari disetiap bangsa juga memiliki perbedaan. Dan tentu saja memiliki makna dan alasan tersendiri. Sedangkan nama hari dalam penanggalan Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Kerajaan Mataram Islam memakai istilah Arab yang sudah dilafalkan dalam lidah Jawa. Sebelumnya nama hari masih memakai istilah Jawa kuno yaitu :
Nama Hari Siklus 7 hari, Saptawara = Padinan:
Radite = Akad
Soma = Senen
Anggara = Slasa
Budha= Rebo
Respati = Kemis
Sukra = Jemuwah
Tumpak/Saniscara = Setu
Arti Nama Hari. Dalam penyebutan nama-nama hari disetiap bangsa juga memiliki perbedaan. Dan tentu saja memiliki makna dan alasan tersendiri. Sedangkan nama hari dalam penanggalan Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Kerajaan Mataram Islam memakai istilah Arab yang sudah dilafalkan dalam lidah Jawa. Sebelumnya nama hari masih memakai istilah Jawa kuno yaitu :
Nama Hari Siklus 7 hari, Saptawara = Padinan:
Radite = Akad
Soma = Senen
Anggara = Slasa
Budha= Rebo
Respati = Kemis
Sukra = Jemuwah
Tumpak/Saniscara = Setu
Asal
kata dan Arti nama Hari (Padinan)
Akad (minggu), berasal dari kata Arab “ahad”, yang berarti hari pertama.
Senen (Senin), berasal dari kata Arab “istnain”, yang berarti hari kedua.
Slasa (Selasa), berasal dari kata Arab “tsalatsah”, yang berarti hari ketiga.
Rebo (Rabu), berasal dari kata Arab “arba’ah”, yang berarti hari keempat.
Kemis (Kamis), berasal dari kata Arab “khamsah”, yang berarti hari kelima,
Jemuwah (Jum’at), berasal dari kata Arab “jumu’ah”, yang berarti hari untuk berkumpul,
Setu (Sabtu), berasal dari kata Arab “sab’ah” (sabat), yang berarti hari ketujuh.
Akad (minggu), berasal dari kata Arab “ahad”, yang berarti hari pertama.
Senen (Senin), berasal dari kata Arab “istnain”, yang berarti hari kedua.
Slasa (Selasa), berasal dari kata Arab “tsalatsah”, yang berarti hari ketiga.
Rebo (Rabu), berasal dari kata Arab “arba’ah”, yang berarti hari keempat.
Kemis (Kamis), berasal dari kata Arab “khamsah”, yang berarti hari kelima,
Jemuwah (Jum’at), berasal dari kata Arab “jumu’ah”, yang berarti hari untuk berkumpul,
Setu (Sabtu), berasal dari kata Arab “sab’ah” (sabat), yang berarti hari ketujuh.
Jelas sekali bahwa nama-nama hari yang
sampai sekarang digunakan itu (Senin, Selasa dst) merupakan perpaduan peradaban
Islam dan kebudayaan Jawa. Dipakai sejak pergantian Kalender Jawa asli (Tahun
SAKA) menjadi kalender Jawa Sultan Agung (Anno Javanico – Tahun AJ). Pergantian
kalender itu mulai 1 Sura, tahun Alip 1555. Yang jatuh pada tanggal 1 Muharam
1042. Atau bertepatan dengan kalender Masehi 8 Juli 1633. Angka tahun AJ itu
meneruskan angka tahun Saka yang waktu itu sampai tahun 1554, sejak itu tahun
Saka tidak dipakai lagi di Jawa, tetapi hingga kini masih digunakan di Bali.
Tahun Jawa dan tahun Islam (hijriyah)
adalah penanggalan Qomariyah atau sistem Lunar (bulan) yang mengikuti peredaran
bulan kepada bumi. Maka perhitungan hari pun dimulai pada senja hari, saat awal
munculnya rembulan malam atau saat Maghrib.
Sedangkan tahun Masehi dan tahun Saka
Hindu adalah penanggalan Syamsiyah atau sistem solar (Matahari) yang mengikuti
peredaran bumi terhadap Matahari. Pergantian hari dalam penanggalan Masehi yang
dimulai pada pukul 12 malam. Sekian dulu dan semoga menambah wawasan untuk
kerabat akarasa sekalian.
Maturnuwun..
0 on: "Mengungkap Rahasia Hari"