Akarasa – Ketika saya
membincang Gunung Kawi, apa yang kerabat akarasa asumsikan pada tempat
tersebut? Pesugihan. Tapi kenyataannya memang demikian, atau setidaknya mitos
tersebut bukan menjadi rahasia lagi. Gunung Kawi sama kesohornya dengan mitos
Gunung Kemukus di Sragen, Jawa Tengah. Gunung Kawi di desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Malang, Jawa Timur dikenal sebagai tempat untuk ngalap berkah. Yang paling sering terdengar adalah sebagai tempat untuk mencari pesugihan.
Kabarnya ribuan tuyul
pesugihan tersedia di lokasi ini.
Nyatanya, di lokasi ini justru dibangun tempat ibadah untuk semua agama. Benarkah cerita tentang pesugihan tuyul tersebut? Kali ini saya ajak kerabat
akarasa untuk menelusurinya. Hal umum yang kita ketahui mitos yang berkembang
di Gunung Kawi ini yaitu tentang ritual pesugihan memang sangat kuat. Lebih
santer gaungnya daripada ziarah di makam keramat di atas Gunung Kawi. Jika
mendengar tentang Gunung Kawi bayangan yang muncul selalu tentangpesugihan
tuyul, bukan yang lain.
Di lokasi Gunung Kawi
sendiri secara resmi terdapat makam keramat. Yaitu makam dari Kanjeng Kyai
Zakaria II dari kerabat keraton Kartosuro serta Raden Mas Iman Soedjono dari
kerabat keratonYogyakarta. Di pusara dua makam inilah biasanya pengunjung
datang untuk berziarah. Karena kesaktian dua tokoh itu semasa hidupnya, banyak
peziarah yang percaya bahwa berziarah di makam ini juga mendatangkan berkah
tersendiri.
Di lokasi atau kompleks
makam gunung Kawi memang dibangun beberapa tempat ibadah. Mulai dari masjid,
kelenteng atau wihara. Sehingga semua peziarah, mulai umat Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, biasanya menyempatkan diri untuk beribadah di tempat
ibadah masing-masing itu. Baik sebelum atau sesudah berziarah mereka biasanya
akan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Pendatang gunung Kawi juga
sangat multi ras. Mulai Ras Jawa, Madura, Bali, sampai keturunan Tionghoa.
Bahkan, yang lebih
menarik lainnya malah dari dulu hingga sekarang pengunjung keturunan Tionghoa
dikenal mendominasi dalam daftar tamu pengunjung. Sehingga orang sering
menyebut bahwa gunung Kawi adalah tempat favorit, bagi orang-orang bermata
sipit untuk ngalap berkah. Dan kenyataannya memang demikian. Setiap malam Senin
Pahing dan Jumat Legi selalu penuh dengan pengunjung dari keturunan Tionghoa.
Malam Senin Pahing dan
malam Jumat Legi dipercaya merupakan hari kelahiran dari dua tokoh di makam
keramat Gunung Kawi. Jadi kedua hari itulah yang dianggap paling penting atau
paling sakral bagi pengunjung. Meskipun
demikian di hari-hari lain selain kedua hari itu pun, pengunjung tetap
berdatangan ke lokasi. Ini bukti bahwa kehebatan tuah Gunung Kawi memang sangat
kesohor dan begitu melegenda dalam masyarakat.
Lantas bagaimana
sebenarnya ritual berziarah atau ngalap berkah di gunung Kawi ini?
Untuk ritual ngalap
berkah lebih seringnya biasanya dilakukan pada waktu malam hari sekitar pukul
21.00 keatas. Meski di siang hari atau sore hari sebenarnya banyak juga
pengunjung yang datang untuk berziarah ataupun ngalap berkah. Namun bagi yang
percaya tentang tuah gaib dari makam keramat di sini, memilih waktu di malam
hari. Dipercaya saat malam hari, keinginan pengunjung lebih banyak dikabulkan
daripada siang ataupun sore hari. Pengunjung di siang ataupun sore hari
biasanya berasal dari jauh, atau belum mengenal kebiasaan di Gunung Kawi dengan
baik.
Setiap hari, terutama
di malam hari puluhan pengunjung selalu datang silih berganti. Bahkan di malam
Senin Pahing dan Jumat Legi bisa mencapai ratusan. Di bulan Suro, konon jumlah
pengunjung bisa mencapai ribuan per harinya. Sehingga lokasi parkir pengunjung
dibangun atau ditambah hingga di desa paling bawah dari gunung Kawi.
Ritual ngalap berkah
baru bisa dilakukan pengunjung setelah kelambu penutup makam keramat dibuka
oleh ketua dari juru kunci gunung Kawi. Namun sebelumnya, petugas makam dan
juru kunci mengadakan ritual pembuka terlebih dahulu. Ritual itu mereka lakukan
terpisah dengan ritual dari para pengunjung. Ketua juru kunci biasanya akan
dijemput sekitar pukul 21.00 malam.
Sebelum jam tersebut para
cantrik atau anggota juru kunci yang biasanya menjemput akan tetap berada di
kantor makam. Bahkan meskipun didesak atau dipaksa oleh pengunjung yang tidak
sabar mereka tidak bergeming. Bahkan ketua juru kunci juga tidak bisa ditemui
sekitar satu jamsebelum ritual dimulai. Konon, ia melakukan semedi satu jam
sebelum ritual dimulai. Bagi pengunjung yang ingin menemui atau berkonsultasi
dengan ketua juru kunci bisa menunggu hingga ritual selesai. Biasanya ritual
selesai sekitar pukul 01.00 dini hari.
Setelah ketua juru
kunci dijemput oleh para cantrik, maka pintu ruangan utama makam mulai siap
untuk dibuka. Selama menunggu sang ketua dijemput, para cantrik atau petugas
lain menyiapkan perlengkapan ritual. Diantaranya membakar dupa dan menyiapkan
sesajian lain. Dupa itu diletakkan di beberapa titik atau sudut ruangan makam.
Paling banyak di sekitar pusara makam. Secara resmi pengunjung dilarang membawa
apalagi menyalakan dupa sendiri di ruangan makam.
Pengunjung hanya boleh
membawa bunga untuk ritual tabur bunga di makam. Bunga yang dibawa pengunjung
juga tidak boleh sembarangan, hanya boleh dibeli di dalam komplek makam Gunung
Kawi. Ini termasuk aturan baku bagi pengunjung di lokasi Gunung Kawi.
Bunga-bunga itu memang didominasi oleh jenis mawar merah. Bunga dalam nampan
besar biasa dijual Rp 15 ribu pada hari-hari biasa. Sedangkan nampan kecil
dijual Rp 10 ribu. Pengunjung bisa membawa bunga sekaligus nampannya sampai ke
pusara makam. Nanti setelah ritual selesai nampan itu bisa ditinggal ke juru
kunci.
Selanjutnya nanti si
juru kunci sendiri yang akan mengembalikan nampan-nampan bunga itu pada penjual
bunga di komplek makam. Nampan-nampan itu tidak pernah tertukar, karena ada
kode khusus di wadahnya masing-masing penjual. Setelah ketua juru kunci dijemput,
mereka berjalan dan berbaris dalam posisi dua-dua. Paling depan adalah ketua
juru kunci. Jadi sangat formil sekali. Tidak seperti tempat ziarahan lainnya.
Setelah pintu dibuka
rombongan cantrik dan ketua juru kunci berjalan masuk. Para cantrik akan menunggu
dan mengawasi di sekitar pintu masuk. Baik pintu dari samping atau pun pintu
utama ruangan makam. Sementara ketua juru kunci akan masuk ke dalam ruangan
pusara makam. Ia masuk melalui pintu samping di dalam ruangan. Di ruangan yang
masih tertutup kain kelambu itu, ketua juru kunci kabarnya melakukan semedi
terakhirnya dulu.
Sekitar pukul 22.00
malam biasanya kelambu mulai dibuka oleh ketua juru kunci. Selama menunggu
kelambu akan dibuka itulah, pengunjung boleh memasuki ruangan utama makam.
Sebelumnya mereka mencuci kaki dari air gentong di samping ruangan. Air dari
gentong ini dipercaya bisa membuat mereka awet muda dan selalu banyak rejeki.
Mereka boleh duduk di depan kelambu. Posisi duduk mirip orang akan melakukan
ibadah sholat. Ditata baris per baris per sof-nya.
Syarat bagi pengunjung
yang akan masuk tidak boleh membawa kamera, kemenyan, dupa, dan pesawat HP
harus dimatikan. Hanya boleh membawa bunga serta berdoa di depan kelambu
penutup pusara makam. Jadi selama kelambu belum dibuka, mereka hanya
duduk-duduk dan berdoa. Mereka berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Sering
kali terdengar pengunjung muslim melantunkan ayat-ayat Al-Quran. Sementara
pengunjung lain menimpali dengan menggumam doa dalam bahasa dan keyakinannya
sendiri-sendiri. Cantrik yang lain mengawasi ketertiban pengunjung dari depan
pintu-pintu ruangan.
Setelah kelambu resmi
dibuka, maka pengunjung masuk ke ruangan depan pusara makam. Mereka dengan
tertib maju sesuai barisannya masing-masing. Di ruangan itulah mereka kembali
berdoa untuk yang terakhir kalinya dalam ritual ziarah sekaligus ngalap berkahnya.
Setelah berdoa sekitar 5 hingga 15 menit mereka
menaburkan bunga di pusara makam.
Setelah selesai tabur
bunga, masing-masing pengunjung akan diberi semacam bingkisan oleh sang ketua
juru kunci. Bentuk bingkisan itu adalah kain merah berhuruf cina yang berisikan
dupa dan beberapa ubo rampe kecil. Bingkisan itu secara resmi hanyalah
kenang-kenangan dari pengelola makam. Namun banyak yang mengartikan bahwa
bingkisan itulah letaknya tuah gaib yang berguna bagi pengunjung. Bagi yang
percaya dengan tuah gaib itu, mereka akan menyimpan bingkisan itu dalam
rumahnya masing-masing, atau menyimpan di ruangan yang mereka anggap akan
memberikan tuah berkahnya.
Biasanya banyak yang
menyimpan dalam toko, kantor, mobil, gudang, rumah, atau bahkan di dalam tas
sehari-hari mereka. Mereka percaya bahwa bingkisan dari si juru kunci sudah
mengandung tuah gaib yang sangat ampuh. Sehingga bisa difungsikan untuk meraih keberuntungan
seperti yang mereka harapkan saat berziarah dan berdoa ngalap berkah di makam
Gunung Kawi. Paling banyak memang difungsikan untuk berkah gaib kekayaan atau
rejeki.
Jadi bisanya sering
mereka taruh dalam toko, kantor atau ruangan usaha mereka masing-masing.
Setelah mereka menerima bingkisan itu, mereka dimohon segera berjalan keluar
lewat pintu samping yang telah disediakan. Di ruangan itu memang ada petunjuk
papan nama untuk jalur keluar.
Pengunjung di Gunung
Kawi tidak hanya percaya dengan tuah gaib dari kedua pusara makam keramat di
ruangan utama. Mereka juga berusaha mencari tuah gaib berkah lain dari komplek
makam. Diantaranya ada sebuah pohon Dewandaru yang sangat dikenal tuah gaibnya.
Yang unik dari pohon ini adalah, baik daun dan buahnya dipercaya mempunyai tuah
gaib yang sangat ampuh. Tuah gaib itu bisa digunakan secara langsung dalam
ajian penglaris usaha.
Pengunjung hanya cukup
memiliki buah atau daun Dewandaru tersebut. Dan menyimpannya dimanapun mereka
suka. Biasanya mereka memang banyak menyimpan di dalam dompet ataupun tempat
kasir usaha mereka. Sering pula orang menyimpannya dengan membungkus daun itu
dengan uang kertas, setelah itu uang kertas disimpan dalam dompet atau tempat
usaha.
Meskipun demikian ada
syarat unik agar daun atau buah dari pohon dewandaru tersebut mengandung tuah
gaib. Yaitu daun atau buah tidak boleh dipetik, atau dengan sengaja
menggoyang-goyang pohon agar daun atau buah berguguran di bawah. Siapa pun yangmenginginkan tuah daun atau buah
Dewandaru harus menunggu agar daun atau buah itu jatuh sendiri. Saat jatuh
sendiri atau jatuh secara alamiah itulah mereka baru boleh mengambilnya untuk
tuah atau ajimat gaib penglarisan.
Mengapa harus menunggu
daun atau buah jatuh sendiri? pertanyaan ini saya tanyakan pada salah satu
pengunjung atau tepatnya peziarah, menurut mitosnya, saat daun atau buah
Dewandaru jatuh sendiri tersebut
sebenarnya bukan benar-benar jatuh sendiri, atau jatuh karena keinginan alamiah
pohon. Melainkan dipercaya memang merupakan keinginan dari roh gaib dari tokoh
makam keramat di Gunung Kawi. Jadi saat daun dan buah jatuh sendiri, daun
itulah yang sebenarnya sengaja dirontokkan atau dilemparkan oleh roh gaib dari
makam keramat yang diziarahi. Tidak setiap waktu daun dan buah bisa gugur atau
rontok sendiri.
Hanya pada waktuwaktu
tertentu saja bisa rontok. Hanya orang-orang atau pengunjung yang beruntung
saja bisa mendapatkannya. Namun bagi yang tekun menanti kejatuhan atau
rontoknya daun bisa pula mendapatkannya. Tak heran setiap musim berziarah tiba,
selalu banyak kerumunan pengunjung yang duduk, dan berdoa mengelilingi pohon
Dewandaru itu.
Daun atau buah yang
jatuh tepat mengenai kepala pengunjung itu, biasanya dianggap berkah yang
paling ampuh bagi pemilik kepala. Keampuhan tuah gaibnya dianggap
berlipat-lipat dibanding dengan menunggu daun atau buah jatuh di atas tanah
untuk kemudian baru mengambilnya. Bahkan daun dan buah yang jatuh tepat
mengenai kepala tak perlu diambil atau disimpan, namun dipercaya tuah gaibnya
sudah merasuk dalam diri orang yang beruntung dijatuhinya.
Bisa diumpamakan, atau
perbandingan keampuhan gaib antara yang jatuh ke tanah dan yang jatuh menimpa
kepala bersangkutan. Jika daun atau buah yang jatuh sendiri ke tanah dan
diambil bisa mendatangkan penglarisan puluhan juta atau ratusan juta dalam
waktu beberapa minggu atau bulan. Namun jika buah atau daun itu menimpa kepala,
maka hanya dalam hitungan hari bahkan beberapa jam saja, tuah gaib rejeki itu
sudah efektif berjalan.
Yang juga sangat aneh,
pohon Dewandaru yang dianggap bertuah itu hanya ada satu jenisnya. Yaitu yang
berada di luar, atau tepat di samping ruangan utama makam. Atau kalau dari
tangga utama masuk kompleks langsung menyambut pengunjung di teras atau halaman
paling atas. Banyak pengunjung yang biasanya langsung mencari keberuntungan di
pohon ini sebelum berdoa di pusara makam.
Pohon itu konon dari
dulu hingga sekarang tingginya sekitar 3 hingga 4 meteran. Bahkan sebelum
lokasi makam dipugar, keberadaan pohon itu sudah ada di antara pohon lain,
sehingga dianggap paling tua. Saat ditemukan memang hanya ada satu pohon
tersebut. Kini batangnya seperti merumpun dan menyatu. Sedangkan daunnya tidak
begitu rimbun, namun juga tidak begitu jarang. Agar tidak sering diganggu
pengunjung, terutama anak kecil, pohon diberi pagar persegi panjang yang
tingginya melebihi postur orang dewasa.
Bahkan di pagar pohon
itu diberi larangan bagi pengunjung untuk tidak memetik atau menggoyang pohon.
Tak hanya larangan memetik daun, larangan lain seperti menyalakan dupa,
memotret, membuat gaduh juga dilarang keras. Dulu sebelum diberi pagar memang
banyak pengunjung yang sengaja memetik dan menggoyang-goyang agar bisa
mengambil daun yang gugur. Namun mereka kecele, saat daun yang mereka dapatkan
ternyata tidak bertuah sama sekali.
Ada juga beberapa pohon
yang ukurannya jauh lebih kecil daripada yang di dalam pagar itu, namun juga
tidak dianggap istimewa. Karena tidak dianggap istimewa maka pohon yang lain
sebagian besar tidak diberi pagar karena tidak pernah diganggu pengunjung.
Lantas mengapa pohon Dewandaru yang diberi pagar itu bisa istimewa dan mempunyai
kekuatan gaib untuk penglaris atau rejeki?
Dari cerita legenda
yang dipercaya masyarakat gunung Kawi dan sekitarnya, pohon itu dulunya
bukanlah pohon sembarangan. Pohon itu dulu merupakan sebuah tongkat yang
sengaja ditancapkan oleh tokoh Kyai Zakaria. Tongkat itu ia tancapkan untuk
menandai wilayah gunung Kawi sebagai daerah aman atau bebas dari gangguan
siapapun. Baik dari gangguan orang-orang jahat ataupun makluk-makluk halus
jahat yang sering mengganggu masyarakat gunung Kawi di kala itu.
Dari cerita itulah,
hingga sekarang orang hanya percaya pada satu pohon Dewandaru itu saja.
Sedangkan pohon lain dianggap merupakan bibit atau tumbuh baru. Karena yang
dulu menancapkan tongkat adalah tokoh sakti dari bangsawan Mataram, maka sampai
kini pohon itu juga dianggap mempunyai tuah sakti. Dan nyatanya setiap hari
pengunjung selalu memburu tuah saktinya untuk penglarisan dan rejeki, baik dari
daun atau buahnya yang berguguran.
Di sekitar makam Gunung Kawi memang dikenal
sebagai gudangnya pusaka-pusaka gaib, serta makluk-makluk halus yang bersemayan
di pohon-pohon atau di sudutsudut halaman makam. Makluk-makluk halus itu,
kabarnya bisa diajak kerja sama untuk lebih memperkuat ilmu kesaktian. Bahkan
bagi yang bisa melobinya, bisa mengajak kerja sama untuk memburu pusaka-pusaka
gaib di lokasi. Pusaka pusaka yang paling banyak dicari adalah yang berwujud
keris dan tombak.
Akan halnya cerita
tentang surganya tuyul pesugihan di gunung Kawi sendiri memang dibantah oleh
semua pengurus atau juru kunci makam. Namun sebenarnya cerita itu memang bukan
mitos belaka. Hanya saja pesugihan tuyul
seperti yang dipercaya orang-orang letaknya bukanlah di dalam kompleks makam
keramat Gunung Kawi.
Beberapa perkampungan
yang masih satu kecamatan di sekitar makam gunung Kawi memang menawarkan
layanan aneka pesugihan. Pesugihan itu tidak berpusat di makam keramat, punden,
pohon, ataupun sendang keramat. Namun hanya dikelola oleh beberapa warga yang
menjadikan rumahnya sendiri sebagai tempat menjual pesugihan.
Mulai pesugihan babi
ngepet, tuyul, kera, buto ijo, dan lain-lain banyak disediakan oleh orang-orang
di kampung atas komplek resmi Gunung Kawi. Sehingga seringkali banyak orang
yang tidak pengalaman, atau datang dari wilayah jauh tersesat masuk ke
perkampungan pesugihan tersebut. Atau banyak juga yang memang dengan sengaja
hendak mencari pesugihan itu. Masing-masing rumah yang menyediakan jasa
pesugihan tidak memasang tanda khusus di pintu rumahnya. Maturnuwun...
0 on: "Mitos Pesugihan di Gunung Kawi"