Akarasa.
Dari leteratur yang saya baca hanya pada kerislah ada pamor. Bahkan senjata
yang berpamor, tidak pernah ada dalam sejarah India. Bentuk senjata yang
menyerupai keris pun tidak pernah dijumpai di negeri itu. Dalam kitab
Mahabarata dan Ramayana yang ditulis pujangga India, tidak ditemukan satu pun
senjata yang bernama keris. Jenis senjata yang ada dalam buku epos agama Hindu
itu adalah gendewa dan panahnya, gada, pedang, dan cakra. Tetapi tidak keris!
Keris baru dijumpai setelah kedua cerita itu diadaptasi oleh orang Jawa dan
menjadi cerita wayang! Beberapa buku yang ditulis orang Barat menyebutkan bahwa
di Persia (kini Iran) dulu juga pernah ada pembuatan senjata berpamor yang
serupa dengan keris yang ada di Indonesia. Ini pun keliru!
Beberapa
jenis senjata kuno buatan Persia memang dihiasi dengan semacam lukisan atau
kaligrafi pada permukaan bilahnya. Namun penerapan teknik hiasan itu beda benar
dengan pamor. Teknik menghias gambar pada permukaan yang dilakukan bilah
senjata yang dilakukan di Iran adalah dengan menggores permukaan bilah itu
sehingga timbul alur, kemudian ke dalam alur goresan itu dibenamkan
(dijejalkan) kepingan tipis logam emas atau kuningan.
Jadi,
teknik hias yang digunakan orang Iran adalah teknik inlay, yang oleh orang Jawa
disebut sinarasah. Tetapi hiasan sinarasah itu sama sekali bukan pamor,
melainkan hanya merupakan hiasan tambahan atau susulan. Sedangkan pamor adalah
hiasan yang terjadi karena adanya lapisan-lapisan dari dua (atau lebih) jenis
logam yang berbeda nuansa warna dan penampilannya, yaitu besi, baja, serta
bahan pamor. Besinya berwarna kehitaman, bajanya agak abu-abu, sedangkan
pamornya cemerlang keperakan. Padahal semua senjata buatan Iran, praktis hanya
terbuat dari satu macam logam, yakni baja melulu.
Memang
teknik pembuatan pamor pada bilah keris agak serupa dengan teknik pembuatan
baja Damaskus. Pedang Damaskus atau baja Damaskus juga terbuat dari paduan dua
logam yang mempunyai nuansa beda. Pedang itu pun menampilkan gambaran semacam
pamor pada permukaan bilahnya.
Tetapi
meskipun teknik pembuatannya hampir sama, niat dan tujuan pembuatan kedua benda
itu jauh berbeda. Pedang Damaskus dibuat dengan tujuan utama membunuh lawan,
senantiasa diasah tajam. Sedangkan keris dibuat untuk benda pusaka, untuk
mendapat kepercayaan diri (sipat kandel - Bhs. Jawa), diharapkan manfaat
gaibnya, serta tidak pernah diasah setelah keris itu jadi.
Keris
berdapur Tilamsari dengan hiasan kinatah emas Di Indonesia, keris yang baik
pada umumnya selain berpamor juga diberi hiasan tambahan dari emas,
perak, dan juga permata. Hiasan ini dibuat untuk memuliakan keris itu, atau
sebagai penghargaan Si Pemilik terhadap kerisnya. Pemberian emas dapat juga
sebagai anugrah dari raja atas penghargaan terhadap jasa Si Pemilik keris itu.
Hiasan
yang dinilai paling tinggi derajatnya adalah bilamana sebilah keris diberi
kinatah atau tinatah. Permukaan bilah keris dipahat dan diukir denga motif
tertentu sehingga membentuk gambar timbul (relief) dan kemudian dilapisi dengan
emas. Terkadang, di sela-sela motif hiasan berlapis emas itu masih ditambah
lagi dengan intan atau berlian.
Jika
hiasan kinatah itu menutup sepertiga bagian panjang bilah atau lebih, disebut
kinatah kamarogan.
Jenis
motif kinatah juga banyak ragamnya. Yang paling terkenal adalah, pada bilah
keris adalah kinatah lung-lungan, dan pada ganja kinatah gajah singa.
Hiasan
sinarasah emas seperti yang dilakukan orang Persia kuno, tergolong lebih
sederhana dibandingkan dengan kinatah. Teknik sinarasah, selain digunakan untuk
menghias permukaan bilah, juga sering digunakan untuk membuat motif rajah.
Yaitu gambaran yang dianggap memiliki pengaruh gaib. Misalnya rajah Kalacakra,
rajah Bintang Soleman, dll.
Ditinjau
dari cara dan niat pembuatannya keris dapat dibagi atas dua golongan besar.
Yaitu yang disebut keris ageman, yang hanya mementingkan keindahan lahiriah
(eksoteri) keris itu. Golongan dua adalah keris tayuhan, yang lebih
mementingkan tuah atau kekuatan gaibnya (isoteri atau esoteri).
Ditinjau
dari bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris terbagi atas 240 dapur
keris. Dari jumlah yang ratusan itu, secara umum dapat dibagi atas dua golongan
besar, yaitu keris yang lurus dan yang berkelok-kelok bilahnya. Yang
berkelok-kelok bilahnya itu disebut keris luk. Jumlah kelokan atau luknya,
mulai dari tiga sampai dengan 13. Keris yang luknya lebih dari 13, dianggap
sebagai keris yang tidak normal (tetapi bukan berarti tidak baik), dan disebut
keris Kalawija. Sedangkan motif hiasan pamor pada bilahnya, lebih dari 150 ragam
pamor.
Keris
yang dibuat dalam lingkungan keraton oleh para empu keraton, umumnya diberi
gelar Kyai, Kanjeng Kyai, dan Kanjeng Kyai Ageng, Selain gelar, keris juga
diberi nama. Gelar dan nama keris itu tercatat dan disimpan dalam arsip
keraton. Sedangkan keris milik keraton biasanya disimpan dalam ruangan
khususyang disebut Gedong Pusaka.
Keris-keris
yang terkenal dan disebut-sebut dalam legenda atau cerita rakyat, yang paling
terkenal adalah keris Empu Gandring pada zaman Kerajaan Singasari. Keris itu
konon dibuat oleh Empu Gandring atas pesanan Ken Arok untuk membunuh Tunggul
Ametung, penguasa Tumapel. Keris terkenal lainnya adalah Kanjeng Kyai Ageng
Sengkelat, pusaka Keraton Majapahit yang konon pernah dicuri oleh Adipati
Blambangan. Ada lagi keris Kyai Setan Kober yang dipakai oleh Arya Penangsang,
sewaktu berperang melawan Danang Sutawijaya, pada awal berdirinya kerajaan
Pajang.
Sedangkan
di pantai timur Sumatra dan Semenanjung Malaya, yang terkenal adalah keris Si
Ginje. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan buat kerabat akarasa sekalian. Maturnuwun…
0 on: "Memahami Pamor Keris"