Akarasa – Selamat pagi menjelang subuh
kerabat akarasa yang budiman. Jika ada ungkapan seperti ini, bahwa setiap kita
pernah bertemu Tuhan? Apa pendapat atau jawaban penjenengan, santai saja tidak
usah terlaluserius atau anggap saja tulisan ini efek insomnia hingga pagi-pagi
sudah nyeleh. Jikalau pun toh jawabannya pernah bertemu Tuhan, sah-sah saja toh
dan kita juga harus menghormati jawaban dari pertanyaan tersebut meski “sangat tidak ilmiah” . Sehingga bagi sebagian
kita yang terbiasa membaca buku-buku agama di sekolah, diktat kuliah maupun
literatur agama bisa jadi jawabannya melenceng dari kaidah-kaidah keilmuan.
Biar saja, toh tanpa buku pun manusia bisa
menemukan jalan kebenaran sebagaimana yang dianjurkanNya. Asalkan kita rajin
berusaha untuk selalu “membaca” . Membaca dan buku jelas berbeda. Membaca
artinya aktif melihat, mengamati, menganalisa dengan sabar sehingga akhirnya
menemukan sesuatu yang tetap disekeliling yang tidak tetap yakni berupa
kesimpulan. Sementara buku hanyalah kumpulan huruf mati yang derajatnya sama
dengan benda mati yang lain. Pertanyaan selanjutnya kita harus membaca apa?
Yaitu membaca gejala-gejala sebagaimana para ilmuwan menemukan hukum-hukum
alam, dan akhirnya menemukan yang bukan gejala lagi, atau esensi/hakekat dari sesuatu.
Marilah kita mulai untuk menjawab dengan
pertanyaan pada narasi awal tulisan ini, jika jawabannya pernah, apakah pertemuan Tuhan dengan manusia sama
dengan pertemuan manusia dengan manusia yang lain? Apakah Tuhan itu benda
padat, cair atau gas? Bila ya, benda
padat yang seperti dinosaurus yang sangat pintarkah? Atau seperti lautankah?
Atau seperti gas nitrogen atau hydrogen yang sangat ringankah? Bila tidak, lalu
Tuhan itu seperti apa?
Jelas jawabannya, bahwa ketika kita
mengatakan Tuhan itu A, B atau C maka kita tidak mungkin merujuk pada hal yang
menjadi referensi dan pengalaman kita sebelumnya. Tuhan itu “SEPERTI” C,
berarti kita mengetahui wujud C itu seperti bulan sabit, melengkung, dua
pertiga lingkaran seterusnya-dan seterusnya. Bagaimana dengan Tuhan? Adakah
manusia yang pernah bertemu dengan Tuhan dalam wujud benda?
Perlulah kita menyadari keterbatasan mata
kita untuk melihat benda-benda. Penglihatan mata memerlukan syarat yaitu ada
cahaya dan jarak jangkau benda tersebut dengan mata. Semakin jauh jarak benda
maka benda terlihat semakin mengecil dan akhirnya tidak ada dalam pandangan.
Namun, apakah tidak ada dalam pandangan berarti benda itu tidak ada? Hal ini
juga berlaku untuk kedekatan. Bila kita melihat benda semakin dekat dengan kita,
maka benda itu semakin lama akan semakin membesar dan akhirnya benda itu tidak
akan terlihat lagi. Apakah benda itu berarti tidak ada?
Tuhan jelas tidak berwujud benda atau
berwujud seperti makhluk baik makhluk hidup maupun makhluk mati (benda-benda).
Wujud Tuhan adalah tidak bisa digambarkan dan tidak bisa dikatakan seperti apa
karena mengatakan Tuhan seperti apa berarti mengandaikan kita sudah mengetahui
wujud Tuhan itu. Tuhan juga tidak bisa didefinisikan apapun juga. Bila dalam
kitab-kitab suci menggambarkan sifat-sifat Tuhan: misalnya Tuhan itu Maha Akbar
(Besar), itu tidak berarti Tuhan itu lebih besar dari bumi dan galaksi. Bila dikatakan
Tuhan itu Maha Perkasa, itu tidak berarti Tuhan lebih perkasa dari Mike Tyson,
Senjata Nuklir atau Amerika Serikat.
Bisa dibahasakan secara sederhana, bahwa
Tuhan itu berwujud yang tidak berwujud. Dia berbeda dengan yang telah diketahui
dan diangankan oleh manusia tentangNya, yang tidak diketahui apa, bagaimana,
siapa, dimana, kemana, kapan, kenapaNya. Kita hanya merasakan Tuhan Itu ADA.
Konon dalam satu riwayat, rasul yang
diutus ke kaum Yahudi, Musa pernah menanyakan wujud Tuhan kepada Tuhan sendiri.
Tuhan mengijinkan Musa untuk melihatNya. Apa yang terjadi? Musa Pingsan atau
semaput dan Ektase melihatNya. Momentumnya adalah sebuah gunung yang meledak
hancur berkeping-keping tidak mampu menanggung ketololan makhluk bernama
manusia.
Mata manusia tidak mampu melihat
wujud-Nya! Ia hanya bisa dialami oleh rasa terdalam dengan sebuah kesadaran
yang selanjut-lanjutnya. Rasa yang bertemu dengan Tuhan ibaratnya (pasti tidak
persis) yaitu saat kita merasakan percintaan dengan sang kekasih...
Bagaimana merasakan cinta? Ada deg-degan,
ada harapan, ada kekecewaan, ada kesedihan, ada kangen yang mencekam, ada
mistis yang meronga, ada harapan akan perjumpaan, ada semangat untuk hidup. Itu
bila kita bercinta dengan manusia. Bila bercinta dengan Tuhan– Sang Maha Kekasih?
Jelas aspek negatif rasa itu tidak ada. Yang ada adalah kebahagiaan,
ketenangan, kedamaian, semangat hidup yang menyala-nyala, sederhananya untuk
mensifatinya Tiada Duanya !
Saya dan Kerabat Akarasa—saya yakin
seyakin yakinnya– jelas-jelas pernah bertemu dengan Tuhan. Bahkan tidak hanya
bertemu melainkan pernah berada Di Dalam Tuhan. Dimana dan kapan? Ya saat
Panjenengan dan Saya belum dilahirkan dari rahim ibu kita. Terus dimana kita
saat itu? Ya masih dalam Ide dan Rencana Tuhan.
Seperti yang selama ini kita dengar atau
baca, ada banyak orang yang mengatakan bahwa dirinya pernah bertemu dengan
Tuhan melalui Mikraj seperti Nabi Muhammad saw: terbukanya beragam hijab/ atau
lipatan-lipatan langit/ nafsu-nafsu kemanusiaan hingga akhirnya berada di satu
aras tertinggi dan menemukan sesuatu yang disebutnya Tuhan. Perjalanan mereka
untuk sampai ke aras keilahian tersebut harus dilalui dalam sebuah ritual yang
bernama meditasi/manekung/semedi dan seterusnya. Ini juga mungkin dianjurkan
dalam semua ritual agama dan bagus.
Selain itu, saya juga berkeyakinan setiap
manusia memiliki cara lain untuk bertemu denganNya. Bahwa untuk bertemu Tuhan
ada banyak cara, mungkin dengan cara harus bertamu dan berbuat sesuatu untuk
makhluk-makhluk yang dicintaiNya. Yaitu makluk yang tertindas, terkekang,
tersingkir dan terlupakan….
Itu menurut saya. Bagaimana dengan Kadang
kinsasih Akarasa???
Maturnuwun…
0 on: "Setiap Manusia Pernah Bertemu Tuhannya"