Akarasa – Selamat malam kadang kinasih akarasa, minggu yang lalu subuh buta pukul
02.30 wib saya menjejak kota Cirebon dengan kereta Bima dari Kota Brem dengan daya
jelajah tak kurang dari 7 jam perjalanan yang cukup melelahkan. Seperti
biasanya, saat singgah ke Cirebon selalu saya sempatkan ke Makam Sunan Gunung
Djati, pun demikian pada kesempatan kesekian kalinya ini, saya singgah dulu
sejenak ke pesarean pendiri kesultanan Cirebon ini. Pukul 05.30 wib dengan
menumpang Elf dari Gunung Djati saya teruskan jelajah ke Indramayu. Ada apa
dengan Indramayu? Nah, Pada edisi jelajah kita kali ini saya mengajak kerabat
akarasa untuk mengunjungi dengan aksara tokoh sentral di kota kilang minyak
ini. Raden Arya Wiralodra.
Komplek makam Raden Arya Wiralodra terdapat di Blok Karangbaru,
Desa Sindang, Kecamatan Sindang. Kompleks makam berada pada pemukiman. Di
sebelah selatan, timur, dan utara merupakan pemukiman penduduk sedangkan di
sebelah barat adalah lahan kosong yang dimanfaatkan untuk kebun. Keadaan makam
sudah mengalami pemugaran. Sepertinya baru saja mengalamai pemugaran terbaru,
ini terlihat jelas dari bagunan yang tampak baru.
Komplek makam dikelilingi pagar tembok dengan gerbang masuk pada
sisi selatan. Begitu memasuki komplek makam melalui pintu gerbang akan sampai
di serambi depan cungkup makam Arya Wiralodra yang merupakan bangunan baru.
Cungkup tersebut menghadap ke timur. Di dalam cungkup disekat menjadi dua
ruangan yang dihubungkan dengan jalan masuk tanpa daun pintu. Pintu masuk
cungkup langsung menuju ke ruangan sebelah selatan. Di ruangan ini terdapat
makam Ki Tinggil. Dengan melalui pintu penghubung yang berada di ujung timur
sekat ruangan, akan memasuki ruangan sebelah utara di mana makam Arya Wiralodra
I berada. Kedua makam ini sama-sama sudah direnovasi. Jirat berbentuk berundak
berlapis keramik.
Sebagaimana makam Islam pada umumnya, kedua makam ini
berorientasi utara-selatan. Di sebelah timur laut cungkup kuburan Wiralodra I
terdapat cungkup lainnya yang menghadap ke barat di dalamnya terdapat kuburan
Wiralodra III. Di sekitar ke dua cungkup dijumpai banyak kubur yang merupakan
kuburan para kerabat Wiralodra.
Cerita mengenai Arya Wiralodra, menurut Babad Dermayu, berkaitan
erat dengan pendirian kota Indramayu. Arya Wiralodra disebutkan sebagai putra
ketiga Tumenggung Gagak Singalodra dari daerah Banyuurip, Bagelen, Jawa Tengah.
Kedatangan Wiralodra ke Indramayu, ketika itu belum jadi kota, disertai Ki
Tinggil seoranga Panakwannya. Wiralodra ketika datang di tepi sungai Cimanuk
memilih lokasi untuk membuka hutan di sebelah barat sungai. Daerah tersebut
akhirnya berkembang menjadi perkampungan. Suatu saat Wiralodra kembali ke
Bagelen, Ki Tinggil tetap tinggal di Cimanuk. Sepeninggal Wiralodra kemudian
datang Endang Darma untuk bermukim di kampung tersebut. Di samping bercocok
tanam Endang Darma mengajarkan ilmu kanuragan (kedigjayaan) kepada masyarakat.
Keberadaan Endang Darma di Cimanuk dilaporkannya oleh Ki Tinggil
kepada Arya Wiralodra. Dengan disertai beberapa saudaranya, Arya Wiralodra
kembali ke Cimanuk. Setelah sampai, bertemu dengan Endang Darma, Wiralodra
mengajak untuk menguji kesaktian dengan catatan bila Wiralodra kalah dia
menjadi pembantu Endang Darma. Sebaliknya bila Endang Darma kalah, maka ia
menjadi istri Wiralodra. Akhirnya Endang Darma dapat dikalahkan. Akhirnya Arya
Wiralodra menjadikan Endang Darma sebagai istri. Ketika itu Arya Wiralodra
adalah wakil kerajaan Sunda (Galuh) di Cimanuk.
Tapi ada sumber lain menyebutkan bahwa Arya Wiralodra adalah
utusan dari Demak yang ditempatkan di daerah Indramayu (Cimanuk) sebagai bagian
dari strategi Islamisasi yang dilakukan Demak di Pulau Jawa. Selain itu juga
sebagai langkah Politis sehubungan dengan persaingan dagang dengan Portugis
yang saat itu (1511) telah menguasai malaka.
Menurut Babad Dermayu, perubahan nama dari Cimanuk menjadi
Indramayu berkaitan erat dengan istri Arya Wiralodra yang bernama Endang Darma.
Pada suatu waktu Kerajaan Sunda yang mayoritas penduduknya beragama
Hinda-Buddha, mengalami goncangan politik. Penduduk banyak yang beralih
keyakinan ke agama Islam. Sebagian daerah melepaskan diri dari kekuasaannya,
seperti misalnya Cirebon (1521 Masehi). Situasi ini dimanfaatkan oleh Arya
Wiralodra untuk melepaskan diri dari Prabu Cakraningrat (Raja Galuh) dan
kemudian nama Cimanuk diubah menjadi Indramayu. Nama Indramayu diambil dari
nama istri Wira¬lodra Endang Darma yang juga disebut Darma Ayu. Berdasarkan
nama panggilan tersebut, daerah Cimanuk kemudian disebut Dermayu yang akhirnya
menjadi Indramayu. Arya Wiralodra menjadi kepala daerahnya dengan gelar
Indrawijaya. Peristiwa itu terjadi pada 7 Oktober 1527. Tanggal tersebut oleh
pemerintah setempat dijadikan sebagai hari jadi Indramayu.
Dengan memperhatikan latar belakang sejarah tersebut, sangat
layak apabila menjadikan makam Arya Wiralodra sebagai salah satu destinasi
(tujuan) objek wisata budaya di Indramayu. Diharapkan dengan mengunjungi dan
memahami cerita tentang Arya Wiralodra orang akan lebih mengerti tentang
Indramayu. Akhir kata, sekian dulu jelajah napak tilas kita dan sampai ketemu
lagi pada tulisan yang lainnya. Maturnuwun…
0 on: "Singgah Ke Pesarean Raden Arya Wiralodra"