Akarasa – Assalamu alaikum. Selamat
datang kembali kadang kinasih akarasa. Dua hari yang lalu, disaat menunggu di
bengkel mobil saya mengobrol dengan seorang bapak-bapak yang kebetulan juga
sama sama menunggu kendaraannya untuk diperbaiki. Obrolan ngalor ngidul itu tak
lebih dari sekedar basa-basi pada awalnya. Di tengah obrolan ada seorang lelaki
yang belum begitu tua datang menghampiri kami dan menegadahkan tangan alias
meminta-minta dalam bahasa lain mengemis. Tiba-tiba, bapak yang mengobrol sama
saya nyeletuk bernada pertanyaan pada saya. “Menurut pandangan Mas, bagaimana
toh kaya yang sesungguhnya, sampeyan tau sendiri toh bapak tadi masih roso?
Apa toh kaya itu?
Kalau kita miskin kepiye caranya
berbagi?
Sedangkan kita buat makan saja
susah, misalnya?
Dalam pandangan saya, pada saat ini
pada saat kita mengucapkan " Berbagi" maka saat itu juga yang
terbesit didalam pikiran kita adalah uang atau barang yang bisa kita berikan
atau kita sumbangkan pada orang yang tidak
mampu. Meski saya rasa ini kurang tepat, tapi saya yakin jawaban seperti
yang saya narasikan diatas itu adalah jawaban sebagian besar kita.
Secara harfiah, sejatinya dari kata
" berbagi " adalah kita berbagi pada semua mahluk didunia ini tanpa
terkecuali dan apa yang kita berikan tidak harus melalui materi. Karena kita
berbagi bisa melalui ilmu, tenaga, pikiran, dan perasaan yang kita miliki
kepada orang lain. Namun dalam hal ini,
yang ingin saya bahas adalah berbagi secara parasaan itu pada manusia yang
lain contoh sederhananya adalah sesama manusia.
Saya masih ingat beberapa pekan yang
lalu seseoang kolega bertanya pada saya " Kang, saudara saya saat ini
sedang kesulitan." Terus saya
bertanya "apa kesulitannya ?"
Mulailah dia bercerita apa yang
dialami kakak kandungnya tersebut…..
Kemudian dia bertanya pada saya
"Entah kenapa yo Kang, keluarga dan teman-teman yang lian banyak mengeluh
pada saya, sedangkan saya saat ini juga dalam keadaan yang susah atau kesulitan
keuangan. terus apa yang harus saya lakukan ?
Sedikit disini saya singgung
percakapan diatas sebagai ilustrasi saja dimana orang selalu berpkir bahwasanya
berbagi itu konotasinya pada harta benda, materi, atau uang. Saya rasa tidak selalu demikian, yang paling
tepat adalah berbagi melalui ilmu, perasaan, tenaga dan pikiran dan itu sama
sekali kita tidak memberikan materi atau harta kepada orang yang akan kita
tolong. Hanya pada saat orang yang kita tolong itu merasa menerima dan sangat
berterimakasih atas apa yang kita beri.
Pada saat kita sedang dirundung
masalah kadang kala kita sharing atau curhat bahasa anak sekarang atau mengadu
pada seseorang agar pikiran dan perasaan kita sedikit lega dan pada saat itu
bila kita diberikan masukan tentang masalah yang kita hadapi tu dengan sebuah
solusi yang benar kita akan sangat berterimakasih.
Kadang juga kita pada saat orang
sedang tertimpa kesusahan seperti orang yang sedang ada anggota keluarga
meninggal atau menikah? pada saat yang repot seperti itu ada seseorang
menawarkan tenaga dalam membantu pekerjaan seperti memanggilkan ustad untuk
mendoakan, mengurus perlengkapan untuk hajadan seperti tikar, lampu lampu dll
yang mempunyai hajad akan sangat berterimakasih, dan itu sudah bisa dikatakan
berbagi.
Pada saat kita bisa melakukan itu maka kita adalah
orang yang kaya karena kita sudah bisa berbagi pada orang lain yang sedang
membutuhkan, Sejatinya pada saat kita Berpikir kita Miskin maka Miskinlah kita.
Sederahanya, berhati-hatilah pada saat
kita berprasangka pada Petitah Semesta karena saat itu juga apa yang kita
prasangkaka pada Dia itu adalah salah satu wujud doa kita pada-NYA. Akhir kata,
sekian dulu dan semoga ada manfaatnya buat kita sekalian. Wassalam.
Maturnuwun…
Tlatah Mataram, 211015
0 on: "Kaya Raya dalam Logika Berpikir"