Akarasa – Assalamu’alaikum…Sugeng
dalu para kadang kinasih akarasa. Tepat hari ini yang bertepatan dengan
penghujung akhir penanggalan Jawa. Artinya, dalam hitungan jam ke depan kita
memasuki bilangan tahun baru dalam kalender Jawa dan islam. Saya selaku admin
di wahana ini mengucapkan Selamat Tahun Baru 1 Muharam, semoga tahun ini adalah
tahun yang membawa perbaikan lebih baik dari tahun sebelumnya. Aamiiin.. Seperti
yang kita tahu, orang Jawa yang tentunya masih eling Jawane, baik yang tinggal
di Jawa ini maupun bagian lain Indonesia masih banyak yang merayakan 1 Suro dan
memandang sebagai hari sakral. Secara tradisi turun temurun, kebanyakan
orang mengharapkan “ ngalap berkah”
mendapatkan berkah pada hari besar yang suci ini. Pada malam 1 Suro, biasanya
orang melakukan laku prihatin untuk tidak tidur semalam suntuk atau selama 24
jam.
Berbeda dengan
perayaan Tahun Baru Kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan
dengan nuansa pesta, orang Jawa tradisional lebih menghayati nuansa
spiritualnya. Pemahamannya adalah : Tanggal satu pada tahun baru Jawa
diperingati sebagai saat dimulainya adanya kehidupan baru. Umat manusia dari
lubuk hati terdalam manembah, menghormati kepada Yang Satu itu, Yang Tunggal,
Yang Esa, yang mula-mula menciptakan seluruh alam raya ini dengan semua isinya,
termasuk manusia, yaitu Gusti, Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu peringatan
1 Suro selalu berjalan dengan khusuk, orang membersihkan diri lahir batin,
melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti, Yang Membuat Hidup dan
Menghidupi, yang telah memberi kesempatan kepada kita semua untuk lahir, hidup
dan berkiprah didunia ini.
Menyadari atas
kesempatan teramat mulia yang diberikan oleh Sang Pencipta, maka sudah
selayaknya manusia selaku titah menjalankan kehidupan didunia yang waktunya
terbatas ini, dengan berbuat yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri
dan keluarga terdekatnya, tetapi untuk sesama mahluk Petitah Semesta dengan
antara lain melestarikan jagad ini, Memayu Hayuning Bawono.
Tidak salah jagad harus dilestarikan, karena kalau jagad rusak, didunia ini
tidak ada kehidupan. Pemahaman ini telah sejak jaman kabuyutan di Jawa , dimasa
lampau, telah dengan sadar disadari sepenuhnya oleh para pinisepuh kita.
Perayaan 1 Suro bisa dilakukan dibanyak tempat dan dengan berbagai cara. Itu
tergantung dari kemantapan batin yang menjalani dan bisa juga sesuai dengan
tradisi masyarakat setempat.
Pada dasarnya, orangcJawa
senang kepada kebatinan, senang melakukan tirakat seperti “ngurang-ngurangi”- membatasi akan hal-hal yang
bersifat kebutuhan atau kesenangan duniawi, supaya mendapatkan ketenangan hidup
dan pencerahan spiritual.
Dalam
masyarakat Tradisional Jawa sekurangnya terdapat 3 tingkatan dalam pengetahuan
Kejawen :
1)
Tingkat
pertama: disebut dengan Kanuragan,
diambil dari kata “Raga” atau “Jasmani ”. Pada
dasarnya tingkatan ini untuk para anak muda, tubuh mereka menjadi bisa kebal
terhadap serangan benda tajam, seperti pisau, belati, bahkan sampai anti
peluru. Berdasarkan dari hasil mengolah raga ini, mereka lebih mempercayainya
sebagai tingkat kekuatan supranatural atau mistis.
2)
Tingkat
kedua: disebut dengan Kasepuhan,
diambil dari kata “Sepuh” atau “Tua”, pengetahuan
ini biasanya juga bisa dapat untuk memnyembuhkan penyakit, akan tetapi pada
dasarnya diperuntukkan sebagai penghormatan hari lahir seseorang atau dikenal
dengan “Slametan Wetonan”,; Slametan diambil dari kata “Slamet” ; dengan
diadakannya acara ritual ini diharapkan datangnya keselamatan bagi seseorang,
baik selamat dari mara bahaya atau sakit penyakit.
3)
Tingkat
ketiga: disebut dengan Ngelmu Sejati;
Kasunyatan, pengetahuan ini bagi seseorang yang
baik dan bijaksana dan berhasil mencapai tingkatan ini bisa melihat secara
nyata kejadian yang terjadi dalam hidupnya atau kebenaran sejati. Dengan
perkataan lain sudah tidak ada lagi rahasia dalam hidupnya; semuanya menjadi
kenyataan.
Biasanya seseorang
yang telah dapat sampai pada tingkat Kasunyatan kuranglah begitu memuaskan
dirinya, yaitu sebuah pengetahuan tentang yang sering disebutkan oleh orang
Jawa Jumbuhing Kawulo Lan Gusti. Walaupun juga seseorang
telah benar-benar faham tentang ngelmu Kasepuhan, kadangkala mereka juga sering
khawatir dan sering juga tidak menemukan kedamaian sejati, mereka pergi dan
mencari guru spiritual atau Guru untuk mendapatkan wawasan yang lebih dari
sekedar memecahkan persoalan hidup.
Untuk menguasai ilmu
Kasunyatan membutuhkan waktu yang sangat panjang sekali, karena hal ini
berkaitan dengan latihan kesetiaan atau untuk menjadi setia, dan latihan
menggunakan getaran kekuatan batin yang bersih. Hanya seseorang yang
benar-benar telah matang usia, jujur, bijaksanalah yang dapat mencapai
tingkatan ini, dengan demikian juga itupun harus melalu proses “perijinan” dari yang Maha Tinggi. Akhir kata sekian
dulu ulasan yang bisa tersampaikan melalui aksara semoga ada manfaatnya untuk
kita sekalian. Wassalam….
Maturnuwun…
0 on: "Renungan 1 Suro"