Akarasa – Wong Jowo iku basa-basi, ora
sakleg. Memang benar adanya. Banyak kita temui nasehat dari leluhur orang Jawa sarat
dengan beraneka filosofi (kata-kata kiasan/sanepan). Salah satu kata-kata
kiasan yang sering didengar pada tajug diatas "Golekana tapake kuntul
mabur" (carilah telapak kaki bangau yang terbang). Cobalah kerabat akarasa
melihat burung yang sedang terbang. Apakah panjenengan bisa melihat telapak
kakinya? Suatu hal yang sia-sia, meskipun kita berkeliling kemanapun, tidak
akan pernah melihat telapak kaki burung jika si burung sedang terbang.
Memang terlihat remeh, namun kata-kata
tersebut kalau kita renungkan sedikit lebih mendalam cenderung memiliki makna yang
dalam. Bahkan bisa dikatakan, kata-kata sanepan tersebut termasuk ke dalam Ilmu
kasampurnan. Untuk mencari makna kata-kata tersebut harus dicari dengan cara
tirakat dan lelaku. Agar bisa menggayuh sanepan "Golekana tapake kuntul
mabur" tadi, sangatlah perlu mengosongkan keinginan dan pikirannya.
Pelajaran yang dapat diambil dari filosofi
bangau yaitu, bangau adalah jenis burung yang kemampuannya hanya bisa terbang.
Kalau kita lihat bangau itu bisa terbang tanpa ada yang menyangganya. Lalu
siapa yang menyangganya?
Kalau manusia bisa mengosongkan diri dari
semua yang berkaitan dengan kehidupan, jangankan harta, derajat dan pangkat,
bahkan pegangan kehidupun pun harus dilepaskan jika manusia itu ingin
mengetahui diri pribadi dengan sendirinya, meskipun tidak ada yang memberi
petunjuk. Hal itu ibarat burung bangau yang bisa terbang tanpa ada yang
menyangga.
Jika manusia mencarinya, maka manusia tadi
bisa berkata,"aku bisa merasakan ada yang memberitahu diriku meskipun
tidak ada yang memberitahu karena aku sudah mengosongkan diri dari semua
keinginanku, aku juga bisa merasakan bahwa aku ini tidak mempunyai apa-apa. Dan
aku tidak mengetahui apa-apa. Aku ini bukanlah apa-apa, tetapi aku ini
ada".
Telapak kaki burung bangau itu sebenarnya
ada kalau ia mendarat. Tetapi kalau sedang terbang, pasti kita setengah mati
untuk mencarinya. Itu merupakan sebuah simbol bahwa Gusti Allah itu ada, tetapi
kita tidak bisa melihatnya. Oleh karena
itu, kalau kita sudah sampai pada rasa seperti itu, maka kita sudah memasuki
kawruh tentang Gusti Allah. Kita akan tahu ternyata Gusti Allah yang
memberitahu, membuat kita memiliki apa-apa, bahkan Dia yang membuat kita menjadi
tahu apa-apa. Dia juga menjadikan kita menjadi ada, dari tidak ada dan akan
menuju ke ketiadaan.
Filosofi "Golekana Tapake Kuntul
Mabur" sebenarnya adalah rasa pasrah pada Gusti Allah. Rasa kepasrahan
pada-Nya itu adalah dengan cara manembah pada Dia tan kendhat rino kelawan
wengi" dan memberi pertolongan kepada sesama makhluk hidup, saling berbagi
serta saling mengasihi sesama. Matur nuwun
0 on: "Keberadaan Tuhan dalam Kuntul Mabur"