Akarasa – Selamat datang kerabat
akarasa, terima kasih masih setia berkunjung ke sini. Seperti ada dorongan
tertentu untuk membahas sesuatu yang menuai kontroversi, tapi itulah seninya,
memberi sudut pandang yang berbeda dari litertarur atau tulisan yang pernah
ada. Terlebih membicarakan sejarah yang bukti-bukti pendukung kurang memadai.
Saya ambil contoh tentang sejarah Syeh Siti Jenar dan Aryo Penangsang. Namun
pada kesempatan ini saya hanya akan membahas tentang sosok Aryo Penanangsang.
Jujur, sosok ini cukup menarik perhatian saya, salah satu alasannya artikel
sejauh ini cenderung menggambarkan
Aryo Penangsang sebagai sosok jahat. Dan musuh-musuhnya yang gila kuasa adalah
orang-orang baik. Begitulah sejarah diputar. Aryo penangsang selalu menjadi
antagonis dalam pemikiran banyak orang.
Untuk
menjadi obyektif membicarakan sosok yang satu ini, tentunya kita harus merunut
kebelakang, suksesi penobatan Trenggono sebagai sultan Demak setelah Pati Unus
gugur dalam penyerbuan Portugis di Malaka. Jika bertelekan pada sejarah
tersebut, harusnya sepeninggal Pati Unus yang gugur tersebut harusnya Pangeran
Sedo Lepen, yang notabene anak kedua Raden Patah atau adik dari Pati Unus atau
kakak dari Sultan Trenggono. Sedangkan Sultan Trenggono yang kemudian bertahta
sepeninggal Raden Patah ternyata ada intrik keji yang melatarbelakanginya.
Pangeran Sedo Lepen dibunuh secara keji oleh orang suruhan Sunan Prawoto putra
dari Sultan Trenggono sepulang dari shalat Jum’at. Pangeran Sedo Lepen tak lain
adalah ayahnda Aryo Penangsang yang sedang kita coba telaah secara obyektif
pada kesempatan kali ini.
Sepeninggal
Pati Unus dan tewasnya Pangeran Sedo Lepen, masalah tidak berhenti sampai
disitu. Tidak ujug-ujug lantas Trenggono menjadi sultan. Perpecahan karena
intrik tersebut diperuncing oleh Dewan Wali yang masing-masing mempunyai
jagoannya sendiri-sendiri. Sunan Kudus mengajukan muridnya yang masih kerabat
dekat kerajaan, yakni Aryo Penangsang, seoarng adipat dari Jipang Panolan putra
mendiang Pangeran Sedo Lepen yang dibunuh oleh orang suruhan Pangeran Mukmin
alias Sunan Prawoto, seperti yang sudah saya narasikan di atas.
Sunan
Giri yang menjadi penguasa tanah perdikan Giri Perdikan sekarang masuk wilayah
Gresik, Jawa Timur, mengajukan Sunan Prawoto karena dianggapnya lebih memiliki
pengetahuan tata negara dan agama yang lebih baik dari calon-calon lainnya.
Sedangkan,
Sunana Kalijogo mengajukan Hadiwijoyo, adipati Pajang yang juga merupakan
menantu Sultan Trenggono. Karena di anggap Hadiwijoyo atau Jaka Tingkir dan
dikenal juga nama masa kecilnya Mas Karebet dengan pertimbangan bahwa orangnya
masih memiliki darah Majapahit, sehingga diharapkan akan mampu menjembatani
kepentingan orang-orang yang ada di pedalaman maupun pesisiran Jawa.
Dari
hasil musyawarah tersebut, akhirnya disepakati Sunan Prawoto lah yang terpilih
menjadi raja yang baru menggantikan Sultan Trenggono. Akan tetapi dalam
perkembangannya kemudian, pengangkatan Sunan Prawoto ini berujung ditentang
keras oleh Aryo Penangsang yang tak lain adalah kakak sepupunya putra dari Pak
Dhe nya, Pangeran Sekar Sedo Lepen yang sejatinya pewaris pertama sepeninggal
Pati Unus di medan perang. Cerita selanjutnya, yang sudah kita banyak tahu
akhirnya kemudian Sunan Prawoto kemudian
di bunuh oleh Aryo Penangsang melalui orang kepercayaannya. Bukan hanya
itu, Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat pun juga di bunuh. Sementara Ratu
Kalinyamat sendiri bisa lolos dari pembunuhan itu kemudian bersumpah dan bertapa
telanjang. Untuk lebih lengkapnya tentang Ratu Kalinyamat bisa kerabat akarasa
baca DISINI.
Jaka
Tingkir atau Hadiwijoyo pun tak luput dari upaya pembunuhan. Hanya saja usaha
ini gagal, karena bantuan Ki Ageng Pamanahan, Ki Penjawi dan Ki Juru Mertani. Singkat
cerita, akhirnya Aryo Penangsang tewas di tangan Danang Sutowijoyo melalui
pusaka tombak Kyai Plered. Selengkapnya kerabat akarasa baca DISINI untuk
menyingkat tulisan ini.
Sejarah
berlanjut yang akhirya tahta Demak jatuh ke tangan Hadiwijoyo yang selanjutnya
memindahkan pusat pemerintahannya ke Pajang. Pajang muncul sebagai pengganti
Demak. Ambisi Aryo Penangsang yang didukung Sunan Kudus yang tak lain adalah
kakekanya sendiri dari garis ibunya tidak terwujud karena dikalahkan oleh Jaka
Tingkir yang merupakan murid kinasih Sunan Kalijogo.
Pada
perkembangan selanjutnya, giliran Pajang yang digoyang oleh Mataram. Untuk keruntuhan
Pajang lebih lengkapnya kerabat akarasa bisa dapatkan artikelnya DISINI. Sepeninggal
Ki Pamanahaan, kekuasaan bumi Mataram yang dipegang oleh Danang Sutowijoyo yang
merupakan putra angkat Sultan Hadiwijoyo sendiri, mengangkat senjata memerangi
Pajang. Ayah dan anak angkat berperang, meski tidak terjadi saling bunuh
dianatara keduanya. Sultan Pajang yang sudah tua dan sakit-sakitan yang
akhirnya meninggal meski perang belum berakhir.
Sebagai
pengganti Sultan Hadiwijoyo, ditunjuklah Aryo Pangiri, Bupati Demak yang
merupakan menantu tertua sang sultan. Penunjukkan ini atas usul dari Panembahan
Kudus yang merupakan anggota Dewan Wali yang paling berpengaruh dikalangan
istana. Padahal jika merujuk dari pewaris yang lebih berhak duduk atas tahta
Pajang adalah Pangeran Benowo. Pangeran Benowo sendiri disingkirkan dan
diangkat menjadi Bupati Jipang.
Merasa
hak-nya dihilangkan, Pangeran Benowo yang sakit hati kemudia menghubungu
Sutowijoyo di Mataram, dan meminta haknya untuk merebut kembali tanah Pajang. Dengan
bantuan Sutowijoyo, akhirnya tahta Pajang berhasil dikuasai Pangeran Benowo. Aryo
Pangiri dikembalikan menajdi Bupati demak. Pangeran Benowo kemudian naik tahta
memerintah Pajang. Ketika Pangeran Benowo wafat, kedudukan Pajang dijadikan
sebagai kadipaten dengan bupatinya Pangeran Gagak Baning yang merupakan adik
dari Sutowijoyo. Sepeninggal Pangeran Benowo ini kemudian Pajang menjadi
bawahan Mataram. Mataram menjadi kerajaan baru dengan Sutowijoyo sebagai
rajanya yang bergelar Panembahan Senopati. Nuwun.
0 on: "Intervensi Dewan Wali Dalam Suksesi Raja - Raja Jawa"