Dan
itu pula yang saya dapatkan dari
bangunan yang ada pada keraton Solo. Ketika menikmati keindahan bangunan
Bangsal dan Bale yang ada di kawasan Sitinggil.
Kalau
kita berjalan meninggalkan Pagelaran ke arah selatan, maka akan menemukan
bangunan yang bernama Sitinggil atau Sitihinggil itu.
Bangunan
yang secara harfiah berarti tanah yang ditinggikan. Karena dalam bahasa Jawa,
siti berarti tanah dan hinggil adalah tinggi. Maka kita temui sekarang,
bangunan Sitinggil benar-benar merupakan tempat yang lebih tinggi dibanding
bangunan yang lain di sekitarnya. Bahkan
lingkungan ini pun dikelilingi oleh tembok tebal yang tinggi pula.
Dan
konon makna dari bangunan Sitinggil merupakan perlambang berkembangnya kedewasaan
manusia. Maka untuk menjabarkan ajaran itu, jalan dari Pagelaran menuju
Sitinggil pun dibuat mendaki. Merupakan gambaran naiknya tingkat kejiwaan kita.
Jalan
berundak ini bernama Kori Mijil, yang berarti pintu keluar. Dalam bahasa Jawa
kori adalah pintu, dan mijil adalah keluar. Sebuah ajaran untuk mengingatkan
kita, bahwa cermin kedewasaan jiwa adalah kemampuannya menjaga ucapan. Hingga
dalam bertutur kata hendaknya apa yang keluar dari mulut kita hanyalah
kebenaran dan kejujuran saja.
Kawasan
Sitinggil lengkapnya bernama Sitinggil Binata Wrata. Bangunan yang didirikan
Paku Buwono III pada tahun 1774 dengan candrasengkala ‘Siti Inggil
Palenggahaning Ratu’. Sebuah kode hitungan tahun matahari yang secara kata
berarti ‘tanah yang ditinggikan sebagai tempat bertakthanya raja’.
Selepas
menapaki jalan berundak Kori Mijil, bangunan paling depan kawasan Sitinggil
bernama Bangsal Sewayana. Yang pada jaman dulu merupakan tempat para pejabat
menghadap raja. Juga merupakan aula untuk melaksanakan upacara kebesaran
kerajaan.
Berada
di tengah-tengah Bangsal Sewayana, terdapat bangunan bernama Bale Manguntur
Tangkil. Inilah tempat singgasana raja bertakhta. Konon di bawahnya tertanam
batu andesit yang merupakan takhta kebesaran Prabu Suryawisesa, sang Raja Jenggala.
Manguntur
Tangkil berasal dari kata manguntur dan tangkil. Manguntur bermula dari kata
mangun tutur, yang berarti membuat kata-kata indah atau memberikan sebuah
ucapan rayuan. Sedangkan tangkil berarti tampil ke depan. Jadi secara harfiah,
manguntur tangkil berarti memulai dengan kata-kata rayuan yang penuh keindahan.
Sebagai
pribadi yang telah dewasa, merupakan saat yang diwajibkan untuk bisa mengolah
asmara dalam sebuah pernikahan yang sakral. Karena dengan itu, kedua pribadi
dewasa akan melahirkan keturunan bagi kelangsungan hidup mereka.
Hingga
bisa dikatakan, kawasan Sitinggil merupakan bangunan yang maknanya mengajarkan
kedewasaan. Dan Bale Manguntur Tangkil merupakan perlambang menuju ke arah itu.
Karena setelah dewasa dan menikah, maka kehidupan rumah tangga sebagai suami
istri pun dimulai. Merupakan saat bertemunya laki-laki dan perempuan yang
tengah dianugerahi nikmat asmara.
Maka
manguntur tangkil atau menampilkan rayuan adalah ajaran untuk saling
mengungkapkan rasa cinta. Sebuah tuntunan membangkitkan asmara agar jiwa
bersatu dalam membentuk generasi baru. Yang proses ‘ibadah terindah’ itu akan
terasa lebih indah apabila didahului dengan saling menampilkan kata-kata indah
atau cumbu rayu.
Berada
di belakang Bangsal Manguntur Tangkil, sebuah bangunan bernama Bangsal Witana.
Dahulu merupakan tempat berkumpulnya para abdi dalem yang membawa perangkat
upacara kebesaran kerajaan.
Witana
berasal dari kata ‘wiwitane ana’ yang berarti awal mula kehadiran manusia.
Sebuah perlambang tentang permulaan kehidupan, yang dimulai dari tersedianya
‘benih’ dan ‘rahim’. Sebuah makna dari bertemunya benih dari perempuan untuk
dibuahi oleh laki-laki. Yang proses itu menjadi wiwitane ana, atau awal
hadirnya keturunan kita.
Melangkah
lagi ke depan, terdapat sebuah bangunan bernama Bangsal Manguneng. Letaknya
tepat berada di tengah-tengan Bangsal Witana dan Bangsal Sewayana.
Secara
harfiah manguneng berarti mengheningkan cipta. Karena manguneng berasal dari
kata mangun yang artinya membangun dan meneng yang berarti diam. Maka Bangsal
Manguneng merupakan perlambang agar pribadi yang dewasa dalam membentuk
keturunan baru, harus melalui proses mengheningkan cipta. Yakni untuk selalu
meniatkan dan mendekatkan diri pada Tuhan, dengan makin memperbanyak doa.
Dari
Bangsal Manguneng, kalau kita menoleh ke timur, akan bertemu dengan Bangsal
Angun-angun. Kata angun-angun mempunyai arti sesuatu yang masih samar atau
masih dibayangkan. Bangunan yang menjadi perlambang, bahwa membentuk keturunan
baru adalah sebuah rencana yang masih
berada dalam harapan. Karena itulah, harus semakin giat mendekatkan diri pada
Tuhan, bahkan memerlukan penguat iman.
Maka
di barat Bangsal Sewayana, kita akan dapati sebuah bangunan bernama Bangsal
Bale Bang. Bale Bang berasal dari kata nggebang yang artinya menegakkan. Sebuah
ajaran untuk selalu menegakkan atau memperkuat keimanan. Harus mempertebal iman
dalam membentuk pribadi yang masih diangankan sebagai keturunan kita.
Kemudian,
berada di sebelah selatan Bangsal Witana kita dapati sebuah tembok tinggi
memanjang bernama Kori Renteng. Sebuah tembok penghalang yang jika dilihat dari
arah selatan, seluruh bangunan yang berada di Sitinggil tidak bisa kelihatan.
Karena
Kori Renteng artinya pintu penutup. Sebuah bangunan yang merupakan kiasan dari
usaha untuk selalu menutup atau menjaga rahasia keluarga. Bahwa sesuatu yang
ada dalam rumah tangga kita, orang lain tidak selayaknya ikut mengetahuinya.
Cukup
suami istri saja yang tahu apa cela dan kekurangan masing-masing. Karena bukan
pribadi yang dewasa, ketika seorang suami masih suka mengeluhkan kekurangan
istrinya. Dan bukan istri yang dewasa, ketika sangat gemar membeberkan
kekurangan suaminya.
Maka
Kori Renteng yang merupakan pintu penghalang dari arah utara kawasan Sitinggil,
sangat tepat untuk menjadi pembelajaran. Bahwa kebersamaan menjaga rahasia,
menghormati dan menghargai perbedaan adalah sebuah cermin sikap jiwa yang
dewasa. Yang juga merupakan sebuah jalan untuk menjadi sebuah keluarga bahagia.
Karena
hanya dari keluarga bahagia itulah yang akan melahirkan generasi yang berguna
bagi sesama. Yang dari pertama membangun keluarga, sudah dimulai dengan sebuah
kejujuran dan keterbukaan. Bahkan ketika membentuk dan merencanakan keturunan
pun selalu diikuti dengan doa dan sepenuh mengheningkan cipta. Dengan selalu
mendekatkan diri pada Tuhan untuk semakin mempertebal iman.
Maka
selepas dari Sitinggil, sebagai jalan ke luar ke arah selatan, kita akan
melewati sebuah pintu besar bernama Kori Mangu. Sebuah pintu yang bermakna
untuk membuang segala sikap keragu-raguan atau kebimbangan. Sebab kori dalam
bahasa Jawa adalah pintu, dan mangu artinya ragu-ragu.
Suatu
ajaran untuk mengingatkan kita, bahwa ciri kedewasaan jiwa juga hendaknya tidak
mudah digelisahkan oleh keraguan. Juga tidak gampang bimbang untuk meneruskan
langkah peningkatan jiwa selanjutnya, menuju kesempurnaan kehidupan. Nuwun
Maaf, spy sesuai judul. Gambarnya msh Bangsal Manguntur Tangkil Karaton Ngayogyakarta. Bukan dr Karaton Surakarta
BalasHapus