Akarasa
– Selamat datang kembali kerabat akarasa, semoga panjenengan semua terbiasa
dengan wajah baru media kita ini. Kritik dan saran dari kerabat akarasa
sekalian sangat saya harapkan untuk kemajuan baik konten maupun isi akarasa semakin
baik lagi kedepannya.
Baik,
seperti pada judul di atas dan sekaligus sebagai sumbangsih yang tak seberapa
sebagai warga Yogya (meskipun bukan asli). Kebetulan saya tinggal tidak
seberapa jauh meski tidak dekat-dekat sekali dari Gunung Merapi yang akan saya
tulis secara bersambung ini.
Batara
Ramayadi? Tidak banyak yang mengenal sosok yang satu ini, terlebih jika kerabat
akarasa bukan orang yang berasal atau tinggal di sekitaran Merapi. Batara Ramayadi
dalam terminologi Kejawen di yakini adalah sosok Empunya Dewa atau dahnyang
yang berkuasa dan bertahta di puncak Merapi, tentunya penguasa yang saya maksud
di sini adalah penguasa tertinggi wilayah gaib Gunung Merapi yang bahkan diakui
Keraton Yogya. Konon, gempa disekitaran Merapi disebabkan Empunya Dewa ini
sedang memukulkan palu godamnya saat menempa pusaka.
Menukil
dari Kitab Pramayoga yang menjabarkan tentang mitos asal-usul manusia Jawa. Dalam
kita ini disebutkan bahwa terjadinya Merapi karena kekalahan Batara Guru dan
pasukan dewatanya oleh merpati putih ciptaan Nabi Isa AS. Karena kekalahan ini,
Batara Guru dan wadyabalanya terpaksa menyingkir ke berbagai tempat. Namun,
mereka tetap di kejar oleh merpati putih. Sampai akhirnya tiba disebuah pulau
panjang yang kelak dikenal sebagai pulau Jawa. Batara Guru akhirnya memutuskan
berkedhaton di Gunung Mahendra, yang sekarang dikenal sebagai Gunung Lawu.
Dikisahkan
juga, larinya Batara Guru dan pasukannya ini terjadi bersamaan ketika Nabi Isa
AS sudah berumur dewasa, yakni bersamaan angka tahun 18 Masehi, atau tahun 707
Hindu, angka tahun Adam As 5101 matahari, angka tahun 5253 tahun bulan.
Pada
saat itu, Gunung Terguru, yang sekarang bernama Gunung Himalaya, hancur oleh
merpati putih yang sakti. Di kerajaan Surati, wilayah Hindi, Prabu Iwasaka,
yang merupakan empunya para Dewa dalam membuat pusaka, mendengar Batara Guru
kalah bertempur dengan merpati sakti ciptaan Nabi Isa AS. Sang Empu juga
mendengar Batara Guru juga berada di pulau Jawa. Karean itu, bersama ayahnya,
Empu Batara Ramayadi, Prabu Iwasaka segera menyusul. Kerajaan Surati diserahkan
pada puteranya Jaka Sengkala, yang lebih dikenal sebagai Prabu Ajisaka.
Peristiwa
penyerahan tahta dari Prabu Iwasaka atau dikenal juga Empu Batara Anggajali
pada Ajisaka ini terjadi tahun 25 masehi, angka tahun Hindu 722, tahun Adam
5108 Matahari, atau 5260 bulan.
Kedatangan
dua empu sakti, bapak dan anak ini kre tanah Jawa, sangat membahagiakan Batara
Guru. Segera saja mereka disuruh membuat pusaka untuk para dewata. Tempat yang
digunakan untuk membuat pusaka tersebut disebuah bukit atau gunung yang bernama
Gunung Candramuka, yang sekarang kita kenal sebagai Gunung Merapi.
Dikisahkan,
Empu Batara Ramayadi atau Mpu Ramadi, saat membuat senajata bertempat di
mega-mega atau puncak gunung. Segala jenis besi kalau dipandang olehnya segera
luluh seperti terkena api.
Sementara
itu, Batara Guru bertahta di Kahyangan Argo Dumilah, puncak Gunung Mahendragiri
(Lawu) hanya 15 tahun lamanya. Dia bergelar Sri Paduka Maharaja Dewa Budha.
Bersamaan
tahun 730 Hindu, tahun Adam 5116 Matahari dan 5268 Bulan, sementara tahun
Masehi 33, Batara Guru dan wadyabalanya pindah boyongan menuju tanah Hindi,
tepatnya di Gunung Kalasa (pulau Selan/Srilanka). Dan beberapa tahun kemudian
boyongan lagi ke Gunung Tenguru, istana lamanya.
Bersambung.................
0 on: "Mitos dan Asal Usul Gunung Merapi"