Akarasa
- Entah dorongan apa yang mengarahkanku ke tempat ini. Padahal, dalam rencana
single touring sekaligus napak tilas setiap satu windu kali ini setelah
bermalam di Demak saya langsung ke Tuban dan melanjutkan ke Gresik dan Surabaya
setelahnya. Begitulah perjalanan, selalu saja ada yang di luar rencana awal. Perjalanan
Pukul delapan pagi, dari Kota Wali Demak seperti ada yang mengarahkan saya menuju
Desa Rahtawu, di daerah pegunungan yang cukup dikenal dikalangan masyarakat
Kudus dan sekitarnya. Desa yang pernah saya singgahi 16 tahun yang lalu yang
menyisakan pengalaman yang tidak terlupakan hingga hari ini.
Sebetulnya
untuk mencapai daerah itu, dapat ditempuh dengan naik angkutan kota dari
terminal Kudus menuju Kecamatan Gebog. Namun biasanya angkutan tersebut hanya
sampai di pabrik Rokok Sukun, sementara untuk mencapai Desa Rahtawu masih harus
menempuh perjalanan sekitar sepuluh kilo meter lagi. Dari Pabrik Rokok Sukun
itulah perjalanan dapat dilanjutkan lagi dengan naik angkutan lain berupa
kendaraan bak terbuka atau metromini. Angkutan ini memang biasa dipenuhi oleh
penduduk Desa Rahtawu yang kembali dari kota, maupun para peziarah yang datang
berombongan menuju desa tersebut. Sementara angkutan dari arah Rahtawu biasa
dipenuhi oleh para pedagang yang membawa hasil pertanian dari daerah itu. Jadi
jangan heran kalau saat turun dari Rahtawu, akan naik angkutan yang dipenuhi
oleh buah-buahan dan sayur hasil pertanian.
Dari
Kota Kudus menuju Desa Rahtawu, masih harus penempuh perjalanan sepanjang dua
puluh enam kilometer. Jalan yang berkelok-kelok dan sudah agak rusak pasti akan
membuat hati selalu was-was selama dalam perjalanan. Bahkan tidak hanya itu
saja, tikungan tajam disertai tanjakan yang cukup terjal dengan keadaan jalan
yang berada dipinggir jurang, tentu membuat kita harus ekstra berhati-hati
dalam menempuh perjalanan itu. Memang kelihatannya, pembuatan jalan yang baru
dibangun pada awal tahun tujuh puluhan tersebut sengaja mengepras pinggiran
bukit dan tebing sebagai jalan satu-satunya yang menghubungkan daerah tersebut
dengan desa lainnya di Kudus. Oleh karena itulah disalah satu sisi jalan kalau
tidak ladang penduduk, pastialah jurang, sementara sisi lainnya adalah tebing yang
terjal.
Namun
dibalik ketegangan dalam menempuh perjalanan di gunung Rahtawu, ada hal yang
menarik. Yakni keindahan alam yang masih alami. Berjalan di sore hari, rasanya
seperti terbang diatas awan. Kabut putih tebal selalu menutup rimbunnya
pepohonan. Gunung dengan pemandangan indah itulah yang didalam dunia pewayangan
dikenal dengan nama Gunung Retawu.
"Mau
naik ke atas Mas," itulah sapaan ramah salah seorang warga Desa Rahtawu.
Bahkan
pertanyaan seperti itu sering dilontarkan oleh penduduk yang berpapasan dengan
pengunjung. Memang Desa Rahtawau sudah biasa dikunjungi oleh orang dari luar
daerah, yang hendak berziarah dipetilasan-petilasan yang ada di daerah itu,
maupun sekedar untuk mendaki puncak tertinggi gunung Rahtawu, yang dikenal
dengan nama Puncak Songolikur.
Desa
Rahtawu ternyata menyimpan petilasan-petilasan yang dipercaya sebagai
peninggalan tokoh pewayangan. Diantaranya ada peninggalan tokoh-tokoh wayang
seperti, Bambang Sakri, Abiyasa, Sekutrem, Pandu Dewananta, Kamunayasa, Semar
serta beberapa tokoh pewayangan lainnya. Aneh memang, ternyata beberapa tokoh
yang ada dalam cerita fiktif pewayangan, ternyata memiliki peninggalan berupa
tempat pertapaan. Tidak hanya itu saja, di Gunung Rahtawu terdapat juga tempat
yang memiliki nilai mistis yang cukup tinggi, yakni Puncak Songolikur. Dipuncak
dengan ketinggian sekitar 1.522 dpl ini dipercaya sebagai pusat kerajaan gaib
dalam dunia pewayangan. Puncak Songolikur adalah tempat tertinggi di Gunung
Rahtawu, yang dihuni Sang Hyang Wenang, tokoh tertua dalam dunia pewayangan.
Menurut
kepercayaan penduduk setempat, jika seseorang mampu mencapai Puncak Songolikur
dengan mudah, maka akan memperoleh kemuliaan dan kemudahan apa yang dicita-citakan.
Lebih sempurnanya lagi kalau telah tujuh kali berturut-turut mampu mendaki
puncak. Yang saya maksud si sini adalah, kemuliaan untuk orang yang telah tujuh
kali berturut-turut mendaki puncak Songolikur setiap tanggal satu syura, setiap
tahunnya.
Namun
selain itu, di Desa Rahtawu ternyata juga meninggalkan beberapa petilasan
tokoh-tokoh penting seperti Maha Patih Gajah Mada, Mantan Presiden pertama RI,
Ir. Soekarno dan Brandal Lokajoyo yang dalam Islam dikenal sebagai Sunan
Kalijaga. Sama dengan tempat-tempat lainnya, dipetilasan itu juga dikeramatkan
oleh warga. Entah benar apa tidak bahwa Mantan Presiden Soekarno pernah bertapa
diatas Gunung Rahtawu, yang jelas itulah keyakinan penduduk, dan sekarangpun
tempat itu dibangun, sebagai petilasan mantan presidan RI pertama.
Pokoknya
bagi warga, tidak ada tempat yang tidak keramat diatas Gunung Rahtawu, setiap
jengkal tanah Rahtawu memiliki nilai magis tersendiri. Itu lantaran ditanah
tersebut merupakan kerajaan gaib yang dipercaya menjadi tempak moksanya para
raja dan tokoh penting di dunia pewayangan. Masyarakatpun selalu menghormatinya
dan menjadikan tempat alternatif untuk meminta berkah, dan ternyata itu
dilakukan tidak hanya oleh masyarakat setempat saja tapi juga banyak warga dari
daerah lain. Seperti dari Pati, Demak, Tuban dan banyak penduduk dari daerah
lainnya. Nuwun...
0 on: "Napak Tilas Ke Desa Rahtawu"