Akarasa
– Selamat siang kadang kinasih akarasa, tulisan singkat ini adalah serupa
jawaban dari surat elektronik yang singgah di mail saya. Benar adanya, jika beberapa
orang menyamakan antara tenaga dalam atau prana dengan hawa murni. Namun
demikian, apa yang saya rasakan dan saksikan sendiri selama ini sangat berbeda,
hingga dapat menyimpulkan bahwa antara tenaga dalam dengan hawa murni sangat berbeda.
Pendek kata adapat dikatakan hawa murni merupakan intisari tenaga dalam atau
energi yang kedudukannya secara berseri lebih dalam dari tenaga dalam sendiri.
Sumber dari segala sumber energi dalam tubuh manusia serta alam semesta adalah
apa yang disebut sebagai atma sejati/chayyu/kayun/kayu.
Dalam
terminologi Jawa akrab disebut sebagai atma sejati atau energi hidup yang
menghidupkan. Energi hidup bersifat kekal (langgeng tan owah gingsir).
Selanjutnya disebut sebagai Yang Mahamulia. Di jagad raya ini dikenal hukum
sebab akibat. Dalam kerangka hukum sebab akibat, atma sejati merupakan energi
inti/pusat yang TIDAK disebabkan oleh sesuatu penyebab apapun juga (Causa
Prima). Alam semesta berasal dari sebab yang tak disebabkan oleh segala sesuatu
apapun (causa prima) tersebut. Causa prima menjadi pusat atma sejati, sebagai titik episentrum
dari segala episentrum yang terdapat di jagad raya ini. Sulit membayangkan
seperti apa rupa dan warna dari Yang Mahamulia. Hal yang lebih mudah dilakukan
manusia hanyalah dengan cara merasakannya energi hidup tersebut. Sulitnya untuk
menggambarkan dan mendeskripsikan atma sejati, sehingga orang sering
menyebutnya sebagai Gusti tan kena kinira, tan kena kinaya ngapa. Tak bisa
disangka, dikira dan diduga. Tidak di mana-mana tetapi ada di mana-mana. Adoh
tanpo wangenan, cedak tanpo senggolan. Jauh tak berjarak, dekat tidak
bersentuhan. Orang-orang menamakannya pula sebagai Hyang, Dei, God, Puangalah,
Allah, Tuhan, Brahman, The pie khong, dst masih ribuan nama lagi. Namun intinya
sama saja, yakni untuk menyebut pusat energi yang berdiri sendiri secara
mandiri (Mahakuasa).
Nah,
Hawa Murni yang ada di dalam diri kita, membuat jasad menjadi hidup, tidak lain
merupakan pancaran dari Hyang Mahamulia atau Hyang Mahakuasa tersebut. Lalu
diistilahkan sebagai nyawa atau jiwa. Pada saat kita menyalurkan hawa murni
kepada seseorang yang berada dalam kondisi sangat kritis, hawa murni seumpama
“cuilan” dari sukma / roh atau “atma sejati” yang kita bagikan/tularkan kepada
seseorang yang kita aliri hawa murni.
Hawa
murni dapat difungsikan seperti halnya tenaga-dalam. Hanya saja, perbedaannya
terletak pada tingkat manfaatnya. Hawa murni dapat ditransfer ke dalam tubuh
orang-orang yang dalam kondisi sangat
kritis, misalnya mengalami trauma akut sehingga membahayakan keselamatan
jiwanya. Dapat pula ditransfer pada orang-orang yang kondisi stamina dan
kesehatan tubuhnya berada dalam kondisi teramat drop, kondisi pingsan, bahkan
kondisi lebih dalam lagi yaitu koma. Bila seseorang dalam kondisi kritis,
tindakan yang paling tepat dilakukan bukanlah transfer tenaga dalam, melainkan
penyaluran hawa murni. Tindakan ini bagaikan mensuplai “nyawa baru” ke dalam
tubuh seseorang yang nyawaya hampir pupus. Namun demikian, setiap kali
melakukan penyaluran hawa murni, tidak boleh dilakukan lebih dari 3 kali.
Karena anda dapat mengalami pingsan hingga sampai pada kondisi anastesi
(setingkat di atas kematian). Bahkan tidak mustahil “si penyalur” hawa murni
justru meninggal dunia akibat kehabisan stok hawa murni. Demikian tulisan
singkat ini membuka sedikit wawasan buat kita sekalian, semoga bermanfaat untuk
semua para kerabat pembaca yang budiman. Semoga berguna turut serta Hamemayu
Hayuning Rat Pangruwating Diyu. Nuwun...
0 on: "Perbedaan Tenaga Dalam dan Tenaga Inti"