Akarasa – Tuban, kota pesisir yang agraris ini sedang berlari menjadi kota industri. Bukan hanya bangkit lagi. Berlari. Bagaimana tidak, dua pabrik semen besar di negara ini dan juga industri lain yang bertaraf internasional sekarang mendiami dengan angkuhnya. Setidaknya, itulah gambaran terkini Kabupaten Tuban, Jawa Timur, kota kelahiran saya. Kabupaten paling ujung barat provinsi Jawa Timur.
Tuban,
jika ditilik dari sejarah masa lampau, adalah sebuah kota pelabuhan yang cukup
ramai, yang bahkan lebih dulu ada sebelum berdirinya Majapahit. Artinya, dalam
sejarah berdirinya Tuban lebih tua dari Majapahit. Sebagai orang asal Tuban
tentunya bangga dong. Tentu. Rugi kalau tidak bangga.
Sunan
Bonang, makamnya ada di Tuban. Meskipun diberbagai tempat ada klaim sebagai Makam
Sunan Bonang juga. Tapi kita skip saja. Saya tidak hendak mengklaim-klaiman
makam Sunan Bonang dalam tulisan ini. Saya hendak membicarakan salah satu
kebanggan warga Tuban. Siapa lagi kalau bukan sosok Adipati yang di banggakan oleh kami
orang Tuban. Iya, Adipati Ronggolawe. Kerabat akarasa tentu familiar toh dengan
nama yang saya sebutkan barusan. Kalau gak tau yo kebangeten.
Ronggolawe
boleh di cap oleh Majapahit sebagai pemberontak, tapi bagi warga Tuban, dialah
sosok pahlawan yang tidak tergantikan hingga tulisan ini dimuat. Iya,
Ronggolawe mbalelo yang dalam sejarah nusantara mencatatkan diri sebagai
pemberontak paling fenomenal dalam sejarah panjang Majapahit.
Sayangnya,
sejauh ini sejarah tentang asal usul tentang Ronggolawe masih simpang siur. Boleh
dikatakan lebih dekat dengan cerita tutur yang kami ketahui melalui orang-orang
tua terdahulu. Terlepas dari semua itu, tetaplah ada beberapa kita rujukan yang
menceritakan yang tertuang dalam beberapa kitab klasik. Meski tidak banyak. Saya
rasa logis, karena dalam sejarah hidupnya, Ronggolawe adalah di cap pemberontak
yang konsekuensinya tidak banyak ditulis oleh para pujangga pada masa itu.
Baik,
tulisan kali ini agak berbeda hingga judulnya pun provokatif, tulisan dibawah ini saya dapatkan dari akun Siwi Sang yang nanti diakhir
tulisan ini bisa kerabat akarasa langsung ke website nya langsung. Kenapa saya
katakan agak berbeda, sejauh ini dan mayoritas kita meng-amin-i jika Ronggolawe
adalah putra dari Arya Wiraraja, namun dari hipotesa yang merujuk dari berbagai
kitab rujukan dalam artikel dibawah ini bahwa Ronggolawe bukanlah putra dari
Arya Wiraraja. Kaget. Tentu, sebagai warga Tuban tentu ini adalah hal yang
baru. Terepas dari itu semua, setidaknya tulisan dibawah ini menjadi wacana
baru tentang kesimpangsiuran asal usul Adipati Ronggolawe.
Berikut
dibawah ini artikel yang saya maksud, karena saya tidak minta ijin untuk
mengubah isi tulisan meski sebait kata pun. Saya sajikan apa adanya sesuai dari
penulisnya.
Dimulai
dari paragraf dibawah ini:
Setelah
menjadi raja Majapahit, raden Wijaya segera memanggil arya Wiraraja,
mengangkatnya sebagai salah satu menteri pasangguhan. Selain mencatat tiga
mahamentri katrini dan para pemuka agama, piagam Kudadu 1294M mencatat tiga
menteri Pasangguhan, yaitu Rakryan Menteri Pranaraja Mpu Sina, Rakryan Menteri
Dwipantara arya Adikara, dan Rakryan Menteri Makapramuka arya Wiraraja. Dengan
demikian, sejak 1294M, arya Wiraraja berhenti sebagai adipati Sumenep.[1]
Kidung
Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut arya Wiraraja ayah Ranggalawe.
Ini berbeda dengan berita Pararaton yang menyebutnya sebagai ayah Nambi. Kidung
Harsawijaya[2] senada Pararaton, karena menyebut putra Wiraraja yang dikirim
kepada raden Wijaya untuk membantu membuka alas Tarik bernama Nambi.
Dalam
buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya, Slamet Muljana heran mengapa
Ranggalawe tidak termuat dalam prasasti Kudadu, sementara arya Wiraraja
termuat. Mengingat kedudukannya sangat tinggi akibat jasa-jasanya, Ranggalawe
pasti mendapat pangkat tinggi dalam pemerintahan Majapahit. Demikian keyakinan
Slamet Muljana. Menurut Kidung Panji Wijaya Parakrama, nama Ranggalawe hadiah
Nararya Sanggramawijaya kepada putra arya Wiraraja, ketika diutus ayahnya
membantu raden Wijaya membuka alas Tarik. Jadi Ranggalawe bukan nama
sebenarnya.
Slamet
Muljana meyakini Rakryan Menteri arya Adikara pada piagam Kudadu sama dengan
Ranggalawe. Nama resmi Ranggalawe adalah arya Adikara, nunggak semi dengan
ayahnya.
Slamet
Muljana juga bilang, nama Ranggalawe sebagai arya Adikara termuat dalam
prasasti Kudadu.
Analisa
Slamet Muljana sangat lemah.
Jika
Ranggalawe tercantum dalam prasasti Kudadu, sewajibnya Nambi dan terutama Sora
juga dicantumkan. Sora paman Ranggalawe, jasanya bahkan lebih tinggi ketimbang
Ranggalawe. Jika Ranggalawe menjadi menteri, Nambi dan Sora juga harus jadi
menteri, namanya harus dicantumkan dalam prasasti bareng Ranggalawe.
Kenyataannya
tidak.
Ranggalawe
juga masih muda, belum layak dimajukan sebagai menteri Pasangguhan. Paling
banter sebagai menteri ring Pakirakiran bersama Nambi dan Sora.
Sementara
tiga menteri Pasangguhan dalam Piagam Kudadu adalah tokoh-tokoh unggulan, tokoh
sepuh yang sangat dihormati raden Wijaya. Arya Adikara dalam piagam Kudadu
adalah ayah Ranggalawe atau kakak kandung Sora.
Kesimpulan
ini didukung berita Pararaton yang menyebut arya Adikara bersama Ranggalawe,
Sora dan tiga putra Wiraraja yaitu Nambi, Wirot, dan Peteng sebagai kesatria
Singhasari yang berjuang bersama raden Wijaya. Ranggalawe belum tercantum dalam
prasasti Kudadu. Demikian pula Nambi dan Sora.
Itu
karena raden Wijaya belum membentuk Dewan Menteri Pakirakiran. Negara masih
darurat. Sementara memilih mahapatih, bukan perkara sepele, tidak asal tunjuk,
harus berdasarkan pertimbangan matang bijaksana. Sang raja masih sulit
menentukan siapa yang bakal menduduki kursi mahapatih. Apakah Sora atau Nambi
atau Anabrang. Sementara waktu, raden Wijaya hanya mengangkat tiga menteri
Pasangguhan, tiga tokoh senior yang sangat berpengaruh, dan segera dicantumkan
dalam prasasti pertamanya.
Arya
Wiraraja ayah Nambi. Sementara arya Adikara ayah Ranggalawe.[3] Sora merupakan
adik kandung Adikara. Diperkirakan tahun 1295M, Wiraraja berusia 60[4], Adikara
50, Sora 45, Ranggalawe 25, Nambi 40, Anabrang 45.
Dari
semua pengikut raden Wijaya, Wiraraja yang tertua. Maka pantas jika menjabat
rakryan menteri makapramuka atau pemimpin para menteri.
Selain
usia, kedudukan Wiraraja dalam susunan awal pemerintahan Majapahit karena
kontrak politik dengan raden Wijaya. Salah satu kontrak politik yang harus
segera dibayar raden Wijaya yaitu memutuskan siapa yang menjadi mahapatih
Majapahit.
Ini
sesungguhnya tersulit bagi raden Wijaya ketika harus memilih apakah mahapatih
Majapahit dari keluarga Wiraraja atau Adikara. Bagaimanapun keluarga Adikara
berperan besar mendampingi perjuangan raden Wijaya. Adikara, Sora, dan
Ranggalawe adalah kesatria terkemuka yang gagah berani terjun langsung di
lapangan.
Sementara
dari keluarga Wiraraja hanya diwakili Nambi, itu saja perannya kalan menonjol
ketimbang Ranggalawe apalagi Sora. Pararaton mengisahkan betapa Sora banyak
memberi masukan dan strategi kepada raden Wijaya dan semuanya dipatuhi. Ini
beda dengan Nambi yang perannya hanya ditampilkan sekilas.
Jika
melihat usia dan dharmabekti pada raden Wijaya, yang pantas menjadi mahapatih
adalah Sora.
Tetapi
jika melihat kontrak politik, raden Wijaya cenderung memerhatikan keluarga
Wiraraja. Sekali lagi besar kemungkinan ketika di Sumenep, raden Wijaya dan
Wiraraja mengadakan perjanjian, siapa yang menjadi mahapatih jika kelak raden
Wijaya berhasil naik tahta menggusur Jayakatwang.
Sangat
mungkin Wiraraja mau membantu raden Wijaya karena sudah mendapat jaminan bahwa
Nambi, putranya, yang bakal diangkat sebagai mahapatih. Wiraraja sudah cukup
tua, usianya hampir 60 tahun. Di usia seperti itu, ambisi terbesarnya adalah
mengangkat derajat putranya.
Jadi
selain meminta bagian separo tanah Jawa, Wiraraja juga minta supaya Nambi kelak
dijadikan mahapatih, orang nomor dua setelah raja. Ini kontrak politik yang
harus disepakati raden Wijaya demi memuluskan jalan merebut tahta dari
Jayakatwang.
Janji
itu memang disepakati raden Wijaya dan semuanya juga dipenuhi pada tahun 1295M.
Nambi, putra sulung Wiraraja menjadi mahapatih pertama Majapahit. Sora, adik
kandung Adikara, menjadi patih di Daha. Ranggalawe, putra Adikara, menjadi
adipati amancanegara di Tuban.
Sejarah
tidak mencatat seluruh perjanjian antara raden Wijaya dan Wiraraja. Padahal jika
membaca pergolakan pada tahun 1295M, sangat mungkin naiknya Nambi sebagai
mahapatih sudah direncanakan ketika di Sumenep. Di sini sesungguhnya dapat
terbaca mengapa Wiraraja yang sebelumnya mendukung Jayakatwang, berganti
haluan. Ini karena kepentingan politik yang lebih besar. Wiraraja dapat
dikatakan memiliki ambisi menjadi raja atau penguasa tanah Jawa. Akan tetapi
menyadari dirinya tidak berdarah raja. Karena itu langkah yang ditempuh
menempatkan putranya sebagai mahapatih. Ia sendiri meminta separo tanah Jawa
yang bakal menjadi daerah berdaulat di bawah kekuasaannya.
Terpilihnya
Nambi sebagai mahapatih Majapahit jelas sangat memukul Ranggalawe. Di antara
pengikut terkemuka raden Wijaya, Ranggalawe adalah yang termuda, karenanya
wajar jika memiliki semangat dan keberanian lebih menggelora. Ranggalawe berani
terang-terangan menyatakan perbedaan sikapnya di depan raden Wijaya, raja
pertama Majapahit. raden Wijaya dianggap lebih memerhatikan peran Wiraraja,
ketimbang perjuangan keluarga Adikara.
Padahal
yang banyak berperan secara langsung adalah keluarga Adikara.
Persoalan
ini tentu mudah diterka kelanjutannya. Hubungan antara Ranggalawe dengan raden
Wijaya merenggang memanas. Meski sudah menjadi raja yang sanggup berbuat apa
saja, raden Wijaya jelas berpikir ulang jika langsung menghukum Ranggalawe.
Jika itu dilakukan maka bakal menciptakan kegoncangan di Majapahit. Pararaton
mengisyaratkan keadaan memanas itu dimanfaatkan tokoh bernama Mahapati.
Sebagaimana
termuat dalam Pararaton, pada tahun 1295M, terjadi pergolakan besar di
Majapahit yang berujung gugurnya Ranggalawe. Pararaton menulis:
Ranggalawe
hendak dinobatkan sebagai patih tapi batal, itulah sebab di Tuban merencanakan
gerakan perlawanan. Ranggalawe mengumpulkan balabantuan. Sudah terkumpul
orang-orang Tuban di sepenjuru pegunungan utara, mereka semua mendukung
Ranggalawe. Nama-nama yang mendukung itu antara lain Panji Marajaya, Ra
Jaranwaha, Ra arya Siddhi, Ra Lintang, Ra Tosan, ra Galatik, ra Tati, mereka
adalah para mendukung perlawanan Ranggalawe. Dikira pergi dari Majapahit hendak
merebut kedudukan, Mahapati menyebar berita bohong, membikin Ranggalawe balik
membalas dengan perkataan: jangan banyak bicara! Dalam kitab Partharadja
terdapat tempat bagi para penakut! Sampai kemudian terdengar ke Majapahit bahwa
Ranggalawe mengadakan perlawanan. Yang menyampaikan kabar itu adalah Mahapati.
Maka raja marah, semua yang mendukung perlawanan Ranggalawe gugur, hanya Ra
Gelatik yang masih hidup, karena disuruh berbalik hati oleh Mahapati.
Setelah
Ranggalawe gugur, raden Wijaya mengumumkan susunan kepemerintahan baru dalam
piagam Penangungan, 1296M. Dalam piagam kedua yang dikeluarkan raden Wijaya ini
lengkap mencatat nama para menteri keraton dan daerah, diantaranya Rakryan
Patih Mpu Tambi atau Nambi, Rakryan Patih Daha Mpu Sora, Rakryan Demung Mpu
Renteng, Rakryan Demung Daha Mpu Rakat, rakryan Kanuruhan Mpu Elam, Rakryan
Rangga Mpu Sasi, Rakryan Rangga Daha Mpu Dipa, Rakryan Tumenggung Mpu Wahana,
Rakryan Tumenggung Daha Mpu Pamor.
Kemudian
tiga menteri Pasangguhan, sang Nayapati Mpu Lunggah, sang Pranaraja Mpu Sina,
dan sang Satyaguna Mpu Bango.
Pada
prasasti Penanggungan 1296M, nama arya Adikara dan arya Wiraraja hilang.
Pranaraja masih muncul lengkap dengan nama aslinya, Mpu Sina. Kedudukan arya
Adikara dan arya Wiraraja sebagai menteri Pasangguhan digantikan sang Nayapati
Mpu Lunggah dan sang Satyaguna Mpu Bango.
Itu
terjadi karena setelah Ranggalawe gugur, raden Wijaya menempatkan arya Adikara
sebagai adipati Tuban, mengganti kedudukan Ranggalawe. Pada waktu itu
Ranggalawe sudah memiliki seorang anak lelaki tetapi masih sangat kecil, kelak
bernama arya Teja yang naik mengganti kedudukan arya Dikara.
Arya
Wiraraja juga meninggalkan keraton menuju Lumajang. Setelah Ranggalawe gugur
dan Nambi diangkat sebagai mahapatih Majapahit, arya Wiraraja menagih janji
kepada raden Wijaya untuk memberikan separo wilayah Majapahit sebagaimana yang
pernah diucapkan ketika datang ke Sumenep. Sebagai raja agung, raden Wijaya
harus menepati janji yang pernah diucapkan. Maka raden Wijaya memberikan daerah
lembah Lumajang sebelah selatan dan utara ditambah daerah seluas tiga juru di
timurnya sebagai milik arya Wiraraja. Jadi batasnya gunung Bromo dan Semeru.
Mulai Probolinggo, Lumajang, ke timur sampai Banyuwangi menjadi milik arya
Wiraraja.
Dapat
dikatakan pada tahun 1296M, raden Wijaya berkuasa di wilayah bekas kerajaan
Panjalu, sementara arya Wiraraja berkuasa di wilayah bekas kekuasaan Jenggala.
Arya Wiraraja dapat disebut sebagai raja Jenggala atau Kedaton Timur, sementara
raden Wijaya adalah raja Panjalu atau Kedaton Barat. Meski raden Wijaya tidak
mewajibkan arya Wiraraja datang menghadap ke Majapahit, sangat mungkin pada
masa awal, arya Wiraraja masih suka menghadap ke Majapahit. Ketika itu Lumajang
tidak benar-benar berdiri sebagai wilayah merdeka yang lepas dari pemerintahan
Majapahit.
Menurut
Pararaton, Wiraraja tidak kembali ke Majapahit, tidak mau menghamba kepada
raden Wijaya. Berselang tiga tahun dari peristiwa Ranggalawe, terjadilah
peristiwa Sora, 1298M. Sora difitnah Mahapati, dan akhirnya dibunuh Kebo
Anabrang pada tahun saka 1222 atau 1300M.
Berdasarkan
berita Pararaton, Kebo Anabrang ternyata masih hidup pada tahun 1300M. Kidung
Panji Wijayakrama dan kidung Ranggalawe menulis Kebo Anabrang gugur berbarengan
dengan Ranggalawe.[5] Dua kidung ini bersumber dari Pararaton. Terkait riwayat
Kebo Anabrang, sumber sejarah yang lebih dipercaya adalah Pararaton. Dapat
dikatakan bahwa Kebo Anabrang bukan
tokoh yang melenyapkan Ranggalawe. Yang dapat dipastikan, Adipati Tuban
Ranggalawe gugur akibat gempuran pasukan keraton Majapahit yang ditugaskan
raden Wijaya.
Kebo
Anabrang tokoh senior di bawah arya Wiraraja dan arya Adikara. Usianya
sepantaran Mpu Sora. Ketika berangkat ke Malayu, usianya sekitar 25 tahun.
Melihat jasa besar dan usianya, sangat mungkin Kebo Anabrang adalah sang
Pranaraja Mpu Sina, salah satu menteri Pasangguhan sebagaimana termuat dalam
prasasati Kudadu dan Penangungan. Kebo Anabrang dianggap sebagai pejuang besar
Singhasari yang berhasil memimpin penaklukkan Malayu.
Catatan
ini dikutip langsung dari buku Girindra : Pararaja Tumapel Majapahit karya Siwi
Sang terbitan Pena Ananda Indie Publishing Tulungagung cetakan pertama 30
Desember 2013
==============
SIWI
SANG
[1]
Setelah arya Wiraraja meninggalkan Sumenep, pemerintahan di ujung timur Madura
itu mengalami kemunduran. kekuasaan diserahkan kepada saudaranya, arya Bangah,
ibukota Sumenep pindah dari Batuputih ke Banasare. Selanjutnya arya Bangah
diganti anaknya, arya Danurwendo, ibukotanya pindah ke Desa Tanjung. Danurwindo
diganti anaknya, arya asparati. Diganti pula oleh anaknya, Panembahan
Djoharsari. Selanjutnya kekuasaan dipindahkan kepada anaknya bernama Panembahan
Mandaraja, yang mempunyai 2 anak bernama Pangeran Bukabu yang kemudian menganti
ayahnya, ibukota Sumenep pindah ke Keratonnya Pangeran Bukabu di kecamatan
Ambunten. Selanjutnya diganti adiknya, Pangeran Baragung. Lihat
www.sumenep.go.id
[2]
Hanya Kidung Harsawijaya keliru menyebut Ranggalawe sebagai patih pertama
Majapahit. Berdasarkan prasasti Sukamreta atau Penanggungan bertarikh 1296M,
patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe.
[3]
Serat Damarwulan dan Serat Kandha, mengenal nama Ranggalawe namun tidak
mengetahui pasti kisah hidupnya. Dua karya sastra ini menempatkan Ranggalawe
hidup sejaman Damarwulan dan Menak Jingga. Diceritakan Ranggalawe sebagai
adipati Tuban merangkap panglima angkatan perang Majapahit pada masa
pemerintahan ratu Kencanawungu. Ketika Majapahit diserang Menak Jingga dari Blambangan,
Ranggalawe mendapat tugas menghadangnya. Awalnya Menak Jingga tidak mampu
membunuh Ranggalawe karena ia senantiasa terlindung payung pusaka. Maka yang
dilakukan Menak Jingga lebih dulu membunuh abdi pemegang payung Ranggalawe
bernama Wangsapati. Hingga kemudian Menak Jingga berhasil melenyapkan
Ranggalawe. Diceritakan pula bahwa Ranggalawe memiliki dua orang putra,
Siralawe dan Buntarlawe, masing-masing menjadi adipati Tuban dan Bojonegoro.
[4]
Pararaton menulis arya Wiraraja berusia 40 tahun ketika terjadi penyerbuan
Melayu atau keberangkatan pasukan ekspedisi Melayu, 1275M. Usia Adikara
dipastikan lebih muda ketimbang Wiraraja. Ini terbukti dengan berita Pararaton
yang menampilkan Adikara terjun langsung dalam pertempuran bersama para pengikut
raden Wijaya.
[5]
Pararaton tidak menyebut siapa tokoh yang berhasil membunuh Ranggalawe. Kidung
Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menguraikan kisah kematian Ranggalawe
panjang lebar, serta menyebut Mahisa Anabrang yang membunuh Ranggalawe. Dikisahkan
pasukan Majapahit dipimpin Nambi, Lembu Sora, dan Mahisa Anabrang berangkat
menumpas Ranggalawe. Perang terjadi di sungai Tambak Beras. Mahisa Anabrang
bertarung melawan Ranggalawe di dalam sungai, yang dimenangkan Mahisa Anabrang.
Lembu Sora tidak rela melihat keponakannya terbunuh. Dari arah belakang, Lembu
Sora ganti membunuh Mahisa Anabrang, rekannya sendiri. Kidung Sorandaka
mengisahkan keluarga Mahisa Anabrang tidak berani menuntut hukuman untuk Lembu
Sora karena ia pembantu kesayangan raden Wijaya. Baru pada 1300M putra Mahisa
Anabrang bernama Mahisa Taruna didukung seorang tokoh bernama Mahapati berhasil
menyingkirkan Lembu Sora dari lingkungan keprajuritan keraton. Peristiwa
selanjutnya ialah pembunuhan Lembu Sora oleh pasukan Nambi akibat fitnah
Mahapati, tokoh licik yang bernapsu tinggi merebut kursi mahapatih. Tokoh
bernama Mahapati sangat mungkin Halayudha, yang pada masa Jayanegara menjadi
mahapatih Majapahit mengganti Mpu Nambi.
Berakhir
sampai paragraf di atas.
Nah,
bagaimana. Ada hal yang baru kan. Sebagai catatan akhir artikel di atas. Sebagai
orang Tuban, tentu kami bangga ada yang mengkaji keberadaan Tokoh Kebanggan
kami. Terlepas dari kita meyakini siapa orang tua Ronggolawe yang sebenarnya,
hanya bisa bergumam, yaaah.. andai bisa memutar ulang kehidupan ini. terima
kasih buat artikel yang bagus ini. Akhir kata. Nuwun.
Sumber
: http://www.siwisangnusantara.web.id/2014/01/antara-raden-wijaya-arya-wiraraja.html
Byk sekali terjadi pembodohan sejarah.itu semua merupakan sebuah konspirasi sejarah belaka.fakta yg sebenarnya adalah bahwa kerajaan majapait takut akan perkembangan islam dibumi tuban pada waktu itu?bahwa sebenarnya ronggolawa merupakan pemeluk islam pd waktu itu,dan beliau sgt dekat dgn sang raja pd waktu itu.akhirnya terjadilah sebuah konspirasi yg memojokkan ronggolawe pd waktu itu.ronggolawe mrpkan penyebar islam tahab 1 yg gagal,dan kesuksesan itu terjadi pd masa sultan fatah demak,yg mn beliau merupakan anak selir dr raja majapahit pd waktu itu dan didorong oleh pr walisembilan✌✌💓💓
BalasHapusTelah terjadi pembodohan sejarah terhadap kisah ronggolawe.
BalasHapusTerus siapa sebenaranya tokoh Ranggalawe tersebut?
BalasHapus