Akarasa – Siliwangi adalah rakyat Jawa Barat, rakyat
Jawa Barat adalah Siliwangi. Tentu bagi kerabat akarasa yang pernah melintasi
gapura perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah di Banjar tidak asing dengan
semboyan ini. Seperti halnya, Brawijaya yang tak bisa dilepaskan dari Jawa
Timur, karena begitulah galibnya. Seperti halnya cerita moksanya Brawijaya
Pamungkas, pun halnya Prabu Siliwangi mempunyai cerita yang hampir sama. Nah,
pada kesempatan kali ini saya mengangkat cerita tentang Wangsit Siliwangi yang sarat
misteri tersebut buat kerabat akarasa sekalian.
Jawa Barat adalah Siliwangi, itulah galibnya. Wangsit
baik dalam bahasa Jawa maupun Sunda mempunyai arti yang sama, yakni sebuah
ucapan yang mengandung pesan. Seperti yang akan saya ulas kali ini, Wangsit
Siliwangi. Sebelumnya harap kerabat akarasa maklumi, saya adalah orang Jawa dan
sedikit pengetahuan tentang budaya Sunda. Adapun saya memposting ini tak lebih
dari bentuk kontribusi saya sebgai orang Jawa yang men-Sunda-kan diri, karena
istri saya adalah orang Sunda.
Berbekal literasi yang saya baca dan cerita tutur dari
alm. mertua, saya mencoba mengulaskan buat kerabat akarasa sekalian. Seperti
yang sudah saya singgung di atas, Wangsit Siliwangi kalau diartikan secara
harafiah adalah ucapan yang mengandung pesan yang bermuatan fatwa dari Prabu
Siliwangi kepada para abdi dan rakyatnya. kehidupan di masa yang akan datang
bagi seluruh para abdi dan rakyatnya. Adapun latar belakang ketika Prabu
Siliwangi mengucapkan fatwa tersebut ketika mereka sedang dalam perjalanan
menghindari kejaran pasukan Cirebon yang dipimpin oleh putra dan cucu sang
nalendra sendiri.
Syahdan, pada masa itu hubungan antara penguasa
Pajajaran dengan putra serta cucunya yaitu Pangeran Cakrabuana dan Syarif
Hidayatullah sedang memanas. Karena Cirebon mendeklarasikan kemerdekaan wilayahnya
dengan melepaskan segala ikatan politik pemerintahan serta membebaskan Cirebon
dari kewajiban mengirim upeti ke Pajajaran.
Seperti yang kita tahu, munculnya Cirebon yang
kemudian memisahkan diri dari Pajajaran adalah karena sistem pemerintahan.
Cirebon dengan Sultan pertamanya Syarif Hidayatullah yang kemudian kita lebih
mengenalnya Sunan Gunung Djati mutlak menerapkan syariat Islam dalam sistem
pemerintahannya. Adapun Pajajaran adalah Kerajaan Hindu.
Dalam menghadapi Cirebon yang saat itu di pandang oleh
Pajajaran adalah sikap pembangkangan terhadap kekuasaan Pajajaran, padahal
Cirebon mutlak masuk wilayah Pajajaran. Berbagai cara di tempuh untuk
mengingatkan Cirebon dengan mengirimkan beberapa utusan ke wilayah cirebon
dengan tujuan agar Cirebon segera merubah sikapnya agar tidak terjadi hal hal
yang tidak di inginkan. Karena bagaimanapun Syarif Hidayatullah cucu penguasa
Pajajaran yang terlahir dari Dewi Rara Santang yang bersuamikan petinggi Mesir.
Juga Pangeran Cakrabuana uwaknya Syarif Hidayatullah masih terhitung putra
mahkota Pajajaran.
Namun segala upaya yang dilakukan pihak Pajajaran
menemui kebuntuan. Bahkan, setiap utusan yang diutus tidak pernah kembali
kepajajaran. Maka dengan berat hati Pajajaran pun bermaksud melakukan tindakan
dengan kekuatan militer. Maka disusunlah segala rencana dan segera disiapkan
kekuatan militer untuk berangkat ke Cirebon.
Namun berkat nasehat salah seorang penasehat kerajaan,
hal itu urung dilakukan. Karena dampaknya kurang baik bagi keduanya, Pajajaran
maupun Cirebon. Maka kemudian, setelah dengan berbagai pertimbangan akhirnya
Prabu Siliwangi berinisiatif untuk datang ke Cirebon. Datang bukan atas nama
negara, namun datang sebagai orang tua yang mengunjungi putra dan cucunya.
Dalam hal ini Pangeran Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah.
Di saat yang bersamaan Cirebon pun melakukan kunjungan
ke Pajajaran dengan tujuan melakukan upaya perdamaian. Namun karena rombongan
dari Cirebon dalam jumlah besar serta dengan pasukan bersenjata lengkap. Maka
Pajajaran salah mengartikan kedatangan mereka yang di anggap datang melakukan
penyerbuan, hingga Penguasa Pajajaran terpaksa menyingkir dengan membawa
pengikut yang masih kepada Pajajaran.
Di saat itulah ketika seluruh rombongan sedang
beristirahat dari perjalanan panjang dan melelahkan, Prabu Siliwangi
mengeluarkan fatwa atau Wangsit yang harus di ingat dan di pilih oleh semua
pengikutnya.
Di antaranya isi pesan yang terkenal dengan nama
Wangsit Siliwangi itu sebagai berikut:
- Prabu Siliwangi menyatakan bawa dirinya sudah bukan lagi penguasa
Pajajaran.
- Memberikan kebebasan kepada seluruh pengikut setianya agar memilih
jalan hidup masing masing.
- Bagi yang ingin kembali ke kotaraja diperintahkan ke utara.
- Yang ingin mengabdi kepada penguasa diperintahkan berangakat ke timur.
- Yang tidak ingin ikut siapa siapa dan ingin menentukan jalan hidupnya
sendiri diperintahkan ke barat.
Yang ingin mengikutinya diperintahkan berangkat ke
selatan. Dan sebelum mereka berangkat sesuai pilihannya Prabu Siliwangi
memberikan pesan yang bermuatan ramalan kehidupan Pajajaran di masa yang akan
datang.
Bagi yang memilih berangat ke utara Prabu Siliwangi
meramalkan mereka akan menemukan kehidupan dan menjadi orang orang yang selalu
terpinggirkan. Akan selalu terkalahkan oleh orang asing, sekalipun ada yang
pandai tapi tidak akan menjadi pejabat tinggi paling jadi bawahan dan suruhan.
Bagi yang memilih mandiri dan berangkat ke barat
diramalkan mereka akan tetap terpisah dari siapapun bahkan tidak akan
terjangkau penguasa negeri. Yang terlahir dari keturunan saudaranya yang pergi
ketimur. Akan punya cara dan adat yang berbeda dan tetap selamanya memegang
keyakinan leluhurnya dalam menjalankan kehidupan sehari hari dan tidak akan
tersentuh perubahan jaman atau kemodernan.
Kemudian yang ingin mengikutinya dan memilih ke
selatan, karena kebetulan dipimpin seorang raja yang sakti dan perginya pun
menyimpan dendam bekepanjangan dan sangat membenci para pemimpin Cirebon. Maka
beliau mengajarkan ajaran kesaktian yang memiliki keahlian merubah wujud
menjadi harimau atau maung.
Bagi yang berangkat ke timur diramalkan dari merekalah
kelak akan terlahir pemimpin negeri dan para kawula pemerintahan hingga batas
waktu yang panjang jaman berganti jaman. Berganti penguasa negeri
hingga diramalkan datang jaman Kebo Bule yang menguasai negeri. Banyak
keturunan anak negeri yang jadi penjilat, banyak menyebar bibit penyakit. Akan
mengalami bermacam macam pergolakan kehidupan, akan banyak orang orang yang
memikirkan pribadi semata serta perebutan kekuasaan.
Di ramalkan akan muncul pemimpin negri yang membawa
perubahan besar yang memelihara burung elang di pohon beringin, akan ada
sedikit kesadaran penduduk negri namun tidak lama muncul kekisruhan dan
kerusuhan. Hal itu akan terulang dan terulang hingga akan datang pembawa
kedamaian , yaitu Budak Angon (pengembala) dan Budak Janggotan (pemuda
berjanggut) yang kedatanganya di awali oleh budak janggotan yang memberikan
peringatan namun tidak digubris malah budak janggotan di tangkap. Dan pada masa
itu akan mulai muncul kesadaran dari penduduk negri tentang kehidupan yang
semrawut hingga banyak yang menelusuri jati diri negri yang hilang, namun
banyak juga yang kebablasan hingga menimbulkan banyak permasalahan.
Disaat keadaan negri sudah semakin kacau maka barulah
akan tampil budak angon pembawa kedamaian dan kemakmuran yang akan berdampingan
bersama sama dengan budak janggotan hingga akan muncul kembali Pajajaran baru
yang berdirinya seiring perubahan jaman bukan Pajajaran yang lampau. Pada saat
itulah manusia pinunjul akan muncul memimpin Pajajaran dalam pembaharuan dan
peradaban modern yang di aping Budak Angon dan Budak Janggotan.
Setelah selesai berbicara Prabu Siliwangi segera
memerintahkan seluruh pengikutnya berangkat sesuai pilihanya masing masing dan
di larang menengok kebelakang.
Nah, hingga saat ini Wangsit Siliwangi masih di pegang
teguh oleh sebagian orang. Mereka masih meyakini kebesaran dan ke agungan Prabu
Siliwangi. Meyakini betul fatwa penguasa Pajajaran itu akan menjadi
kenyataan. Karena memang beberapa fatwa itu memang jadi kenyataan. Entah
kebetulan atau karena fatwa tersebut, pilihan yang di ambil oleh pengikut Prabu
Siliwangi yang ke utara yang dikatakan mereka akan selalu tersisih? Itu bisa
dilihat dari suku Betawi yang hingga sekarang keberadaanya terus terpinggirkan,
tergerus kemajuan jaman dan dalam pemerintahan pun belum ada yang menjadi
petinggi negara ini, seperti yang kita ketahui. Betawi adalah pendiam ibukota
negara ini.
Kemudian yang memilih tidak ikut siapa-siapa dan
berangkat ke barat, sampai detik ini orang Badui Dalam tidak tersentuh
kemodernan karena mereka masih memegang teguh ajaran leluhurnya.
Kemudian yang memilih ke timur, bukankah seluruh
pemimpin negeri dan para pejabat tinggi negara dari jaman kejaman dan tidak
bisa terbantahkan dari mana asalnya?
Juga kekacauan dan jaman yang dikiasakan jaman Kebo
Bule. Bukankah itu jaman penjajahan? Juga pergolakan politik dan saling
sikutnya para elit politik yang terus menerus dipertontonkan oleh sebagian para
elit politik sekarang? Itu di gambarkan dalam Wangsit Siliwangi.
Juga yang diberi pilihan pergi keselatan, sangatlah
jelas hingga saat ini di wilayah Sancang kabupaten Garut masih tersimpan
misteri hutan sancang yang banyak ceritera mistisnya.
Namun dalam memaknai masalah Budak Angon dan Budak
Janggotan disinilah yang harus menggunakan pemikiran yang lebih jernih, sebab
bisa jadi ini bahasa kiasan dan harus digali dan diteliti pemahamanya. Sebab
dua tokoh ini dikatakan sebagai pembawa kedamaian dan jalan terang bagi negeri.
Kalau kita tarik pada jaman sekang dengan segala
kompleksitas permaslahan negeri ini, dalam pandangan saya pribadi (wong Jowo)
mungkin yang dimaksud Budak Angon disini adalah dalam bentuk jamak, yaitu kaum
intelektual yang punya kejernihan dan kebesaran hati yang memimpin bangsa ini.
Menjalankan roda pemerintahan dengan penuh kesabaran dengan mengabdi pada
masyarakat dan bukan malah sebaliknya. Iya, seperti laku seorang pengembala
yang di sebut Budak Angon. Yang selalu siaga menjaga gembalaanya dari hal
apapun, selalu mencari daerah yang penuh dengan sumber makanan. Kemunculan
tokoh inilah yang diharapkan oleh segenap masyarakat, bukan orang yang pandai
bicara namun tak pandai mengurus rakyat. Mungkin inilah yang dimaksud Budak
Angon yang akan muncul seiring proses perjalanan bangsa ini.
Yang kedua tokoh Budak Janggotan (berjanggut), kalau
cuma sekedar berjanggut mungkin bisa berjuta-juta orang Indonesia berjanggut,
tapi belum tentu orang yang akan jadi penerang negeri. Jadi saya menyimpulkan
sendiri bahwa makna budak janggotan disini bukan secara harfiah,t api makna dan
istilah dari budak janggotan dan budak angon adalah sinyalemen akan munculnya
manusia pinunjul yang terlahir dari gerakan kesadaran diri manusia yang kembali
pada fitrah dan kewajibannya sebagai manusia.
Sebagai penghujung tulisan ini, sebagian kita tentu
sudah tahu. Dan saya rasa tidak harus saya perpanjang di sini. Bahwa Prabu
Siliwangi sendiri adalah seorang manusia yang pinunjul di masanya, mempunyai
pandangan dan wawasan luas serta sangat taat terhadap ajaran budi pekerti dan
senantiasa mendekatkan diri kepada sang penguasa alam. Hingga saat mengeluarkan
sabda itu pun hasil dari olah batinnya atas petunjuk Sang Hyang Widhi dengan
memasrahkan diri seutuhnya hingga dapat petunjuk gambaran kehidupan Pajajaran
yang akan datang.
Bilih lepat tutur kalimat sareng bahasana hapunten anu
kasuhun. Nuhun.
Pamarican, Nopember 2016
0 on: "Kajian Singkat Wangsit Siliwangi"