Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. “Hati-hati kalau masuk ke kelompok Orang Rimba. Jangan
sembarangan meludah di depan mereka. Meludah didepan muka dianggap penghinaan”,
demikian kata Pak Te tokoh masyarakat Pauh, Sarolangun salah seorang yang
sangat erat berhubungan dengan Orang Rimba. “Selain itu, kalau hendak batuk
atau bersin, berdehem dahulu. Itu pertanda kesopanan”, tambahnya.
Oya, tulisan yang
kerabat akarasa ini adalah tulisan keempat dari tulisan seri Jelajah Suku Anak
Dalam yang saya kumpulkan dalam 3 kali mengunjunginya. Mulanya saya ingin
memposting ke kompasiana, tapi sayang banyak gambar yang hilang berbarengan
dengan memori card yang lupa menaruhnya. Gambar sisa hanya pada kunjungan pada
tahun 2013.
Narasi pada pembuka
tulisan itulah peraturan pertama yang saya dapatkan untuk berhubungan dengan
Orang Rimba. Saat itu saya berpikir tentu masih banyak peraturan lain yang
harus dipatuhi. Ternyata menurut Pak Te, hanya itulah yang perlu diperhatikan.
Beberapa waktu kemudian, Bang Mangku, (orang rimba yang sudah tinggal di
perkampungan) yang menjadi penghubung Orang Rimba mengatakan bahwa kalau datang
ke pemukiman Orang Rimba harus hati-hati. Tidak boleh sembarangan masuk.
Semuanya harus meminta izin dahulu daripada terkena ancaman denda. Masuk ke
rumah Orang Rimba tanpa permisi bisa berbahaya. Kalau sampai menginjakkan kaki
di tempat tidur gadis, dendanya cukup berat.
Memasuki wilayah Orang
Rimba dan berinteraksi dengan mereka memang harus hati-hati. Salah-salah kehadiran
kita tidak diterima. Banyak aturan yang harus dipahami dan dijalankan agar kita
dipandang sebagai orang yang baik oleh mereka. Bila sudah dianggap sebagai
orang baik, maka interaksi selanjutnya akan lebih mudah. Apabila sudah
benar-benar dekat, aturan yang dikenakan pada orang asing bisa tidak berlaku
untuk kita. Intinya, pandai – pandailah kita mengambil hati mereka, terutama
anggota pengulu.
Barangkali ada selintas
dalam pikiran kita, bahwa Orang Rimba atau Suku Anak Dalam adalah primitif
dalam segala hal. Anggapan ini adalah salah besar. Sebenarnya tidak beda – beda
jauh dengan masyarakat umum lainnya, Orang Rimba juga memiliki norma hukum.
Hukum mereka ini adalah hukum adat. Tapi jangan bayangkan bahwa hukum Orang
Rimba sama seperti hukum yang berlaku di negara kita. Hukum mereka tidak
tertulis seperti hukum kita yang tertuang dalam kitab yang tebal itu. Tidak ada
kitab undang – undang dalam hukum Orang Rimba. Mereka hanya mengingatnya dengan
baik dan diturunkan dari generasi ke generasi, melintas jaman.
Orang Rimba adalah
orang-orang yang melek hukum. Mereka sangat paham dengan hukum mereka sendiri.
Mereka paham apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang, apa yang tabu dan
apa yang tidak. Mereka tahu konsekuensi yang terjadi apabila melakukan suatu
pelanggaran. Tidak hanya orang dewasa yang paham hukum, anak-anak kecil pun
sudah tahu berbagai aturan kehidupan mereka.
Hukum adat Orang Rimba
mencakup prosedur, tata aturan perilaku dan hukuman bagi pelanggaran. Prosedur
perilaku terutama berkaitan dengan cara suatu tindakan dijalankan. Misalnya
cara untuk protes pada pengulu dan tata cara perkawinan. Tata aturan perilaku
mencakup apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apa yang tidak
boleh dilakukan tercakup dalam tabu-tabu yang merupakan rambu-rambu perilaku
bagi Orang Rimba. Hukuman bagi pelanggaran mencakup kategori pelanggaran yang
dikenai denda atau dikenai hukuman lainnya.
Pelanggaran atas adat
dan tata aturan perilaku dikenai hukuman berupa denda, hukuman fisik,
pengusiran, atau bahkan dibunuh. Penjatuhan hukuman yang diputuskan oleh
pengulu tidak begitu saja terjadi. Sebelum putusan dibuat harus ada musyawarah,
atau lebih tepatnya persidangan.
Apabila sang terdakwa
dipastikan positif melanggar barulah putusan hukuman dibuat. Oleh karena itu
putusan hukuman bisa saja baru dibuat setelah berkali-kali sidang karena
terjadinya perdebatan. Tidak ada kesewenang-wenangan dalam penetapan hukuman.
Pengulu tidak berhak menjatuhkan hukuman tanpa bukti. Apabila terjadi, maka
pengulu dianggap melakukan pelanggaran.
Denda merupakan hukuman
bagi pelanggaran yang tidak sangat berat. Biasanya denda yang dijatuhkan berupa
kain karena kain adalah barang berharga yang memiliki kemanfaatan luas. Peran
denda sangat besar. Ia menjaga berbagai aturan adat terus dijalankan. Banyak
Orang Rimba tidak mau melakukan sesuatu yang terlarang semata-mata karena
alasan takut terkena denda.
Perihal ini, saya
mendengar sendiri dari Pak Te atau Pak Syamsudin seorang tokoh Desa Pauh yang
banyak berhubungan dengan Orang Rimba menuturkan bahwa, ada seseorang yang
menembak Orang Rimba lainnya tanpa sengaja. Menurutnya, hukuman bagi si
penembak seharusnya hukuman mati. Hal yang sama bagi yang melakukan hubungan
seksual incest. Misalnya kakak mengawini adik. Ini pelanggaran berat. Jika dimisalkan
ini adalah pasal subversif yang legendaris itu.
Namun kebijakan pengulu
lain. Pengulu memutuskan si penembak untuk membayar denda yang cukup besar yang
nilainya lebih dari 5 juta rupiah (jumlah yang besar untuk ukuran Orang Rimba),
selain itu, yang terpenting si penembak harus membiayai anak orang yang
ditembaknya sampai dewasa. Apabila sampai anak tersebut terlantar maka hukuman
adat yang lain menanti. Putusan ini dianggap putusan yang adil sebab bila
dihukum bunuh maka anak orang yang ditembak akan terlantar. Pengulu mendapat
pujian untuk putusannya.
Tabu-tabu yang ada bisa
digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu tabu-tabu mengenai makanan,
tabu-tabu mengenai hubungan dengan sesama manusia, tabu-tabu mengenai hubungan
antara manusia dan alam, dan tabu-tabu mengenai hubungan antara manusia dan
alam supranatural. Empat kategori itu menunjukkan bahwa Orang Rimba telah
mengatur seluruh kehidupannya agar sesuai dengan kepercayaan mereka.
Aturan Perilaku
Aturan perilaku
mencakup tabu-tabu dan tata cara melakukan sesuatu menurut kebiasaan (habit
dalam bahasa inggris). Tabu-tabu yang berlaku dimaknai sebagai segala bentuk
larangan yang dasar dari pelarangan itu adalah adat. Sedangkan kebiasaan adalah
perilaku yang biasa dilakukan oleh Orang Rimba yang didasarkan atas kebiasaan
turun temurun.
Kebiasaan bersifat
fleksibel dan bisa berubah sesuai kondisi. Keduanya dipatuhi Orang Rimba dengan
ketat. Pelanggaran yang terjadi lazim dikenai hukuman tergantung
pelanggarannya. Pelaksanaan aturan dijalankan cukup ketat. Sebab rupanya mereka
menyadari bila dilaksanakan secara longgar maka adat akan berubah. Padahal
dalam kepercayaan mereka, adat semestinya tidak boleh berubah.
Tabu – Tabu Orang Rimba
Beberapa tabu-tabu yang
terkait dengan makanan, adalah tabu memakan dan membunuh binatang tertentu.
Orang Rimba tabu membunuh jenis-jenis kera, merego (harimau) dan burung gading.
Mereka juga ditabukan memakan ketiga jenis binatang tersebut. Selain itu mereka
tabu memakan daging ternak yang dipelihara oleh orang melayu, seperti ayam,
itik, angsa, bebek, kambing, sapi, kerbau dan kuda. Susu dan telor yang
merupakan hasil dari ternak tersebut juga dilarang.
Tabu-tabu mengenai
hubungan sesama manusia mencakup tabu yang terkait dengan hubungan sesama Orang
Rimba dan hubungan Orang Rimba dengan orang luar. Tabu terkait hubungan sesama
Orang Rimba misalnya larangan anak untuk menyebut nama bapak ibu, larangan
mengambil milik orang lain tanpa izin, larangan menikah dengan saudara kandung,
tabu bila mendapat hasil buruan tidak dibagi-bagi, tabu memasuki rumah orang
yang tidak ada laki-lakinya, tabu memasuki tano peranakan dan lainnya. Tabu
terkait hubungan Orang Rimba dan orang luar misalnya larangan perempuan rimba
kawin dengan orang luar, larangan memotret perempuan rimba dan larangan
menawarkan daging yang haram menurut orang Islam kepada umat Islam.
Tabu yang terkait
dengan hubungan manusia dan alam mencakup semua larangan yang berlaku dalam
memperlakukan alam seisinya. Beberapa tabu itu misalnya tabu buang air besar di
sungai, tabu menebang pohon tenggeris dan mentubung, tabu menebang pohon
jernang, tabu membuat ladang didaerah dimana ada pohon tenggeris digunakan
untuk ramuan tali pusar bayi, tabu membuat rumah memakai seng dan papan
gergajian dan tabu memotret rumah dan ladang.
Tabu yang terkait
dengan hubungan manusia dan alam supranatural sebenarnya mencakup seluruh
tabu-tabu yang ada karena alasan penabuan umumnya demi kepercayaan yang
diyakini. Namun demikian ada tabu-tabu khas yang terkait dengan alam
supranatural. Beberapa tabu itu misalnya mendirikan rumah ditempat yang banyak
hantunya, memberi keterangan mengenai kepercayaan mereka kepada orang luar,
menceritakan upacara sale kepada orang luar, membunuh hewan buruan yang sedang
minum, dan tabu memelihara hewan ternak sebagaimana orang luar.
Tabu-tabu yang ada dan
berlaku dalam kehidupan Orang Rimba juga berlaku bagi orang luar yang masuk ke
dalam komunitas Orang Rimba. Menurut sebuah sumber sering terjadi pendendaan
terhadap orang luar karena sembrono bertindak di dalam rimba. Oleh karena itu
bila ingin masuk ke dalam komunitas Orang Rimba sebaiknya bertanya dahulu
tentang tabu-tabu mereka. Sebuah pelanggaran akan berarti denda, dan didenda
pasti pengalaman yang tidak menyenangkan. Oleh sebab itu lebih baik dihindari.
Bersambung….
0 on: "Jelajah Suku Anak Dalam : Meludah dan Batuk Adalah Pelanggaran [4]"