Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Tentu sebagai penggemar tosanaji panjenengan tidak
asing dengan istilah pamor. Pun juga tahu jika pamor sebuah keris dibuat dari
bahan meteor, meskipun toh sebenarnya kita tidak pernah tahu wujud asli batu
meteor itu kayak apa? Kemudian kita juga sering mendengar bahwa meteor
mengandung titanium (Ti). Sayangnya sebagian besar dari kita tidak pernah jelas
mulai kapan meteor dipergunakan menjadi bahan pamor. Dan apakah betul meteor
mengandung Ti (titanium)?
Baik, mari kita
membahasanya dengan santai, bila perlu bikin kopi dulu. Dari literatur yang
saya dapatkan perihal batu meteor ini, mayoritas menyatakan bahwa meteor (irons
meteorite) adalah mengandung kristal Fe/Ni (besi dan nikel). Dalam sejarah
perkerisan, catatan yang bisa dipertanggung jawabkan adalah ketika meteor jatuh
di desa Klurak di daerah Prambanan. Meteor ini sebetulnya tidak tunggal. Ada
yang seukuran <1m3 (Kanjeng Kyai Pamor) dan disertai dengan ratusan kerikil
dan bebatuan yang tersebar di sekeliling area kubangan bahkan melintas sekian
kilometer dari lokasi utama.
Ada diantaranya
yang seukuran buah kelapa (dihadiahkan kepada keraton Hamengku Buwana). Sri
Susuhunan Paku Buwana X, konon menyimpan banyak sekali meteor sertaan dari
pamor Prambanan dan disimpan dalam kantong-kantong kecil untuk dihadiahkan
kepada mereka yang berjasa kepada Keraton. Meteor dianggap sebagai jimat yang
terbaik dibanding benda-benda yang ada di bumi.
Kepercayaan itulah
yang menggugah para raja untuk menjadikan meteor sebagai bahan pamor. Sesuai
filosofi ”manungaling kawula Gusti”, dimana meteor berasal dari bapa akasa,
disatukan dengan besi (pasir besi dari ibu Bumi). Dalam dekade jaman Paku
Buwana inilah jelas sekali bahwa meteor telah digunakan sebagai bahan pamor.
Dalam lintasan
sejarah, meteor Prambanan jatuh pada pertengahan abad 18 (1749), dimasa
pemerintahan Sunan Paku Buwana III, pada waktu itu hanya beberapa kerikil meteor
dibuat untuk keris, terutama diserahkan kepada empu Brojoguna. Pada
pemerintahan Sunan Paku Buwana IV, meteor Prambanan yang disebut Kanjeng Kyai
Pamor yang sebesar 1m3 itu mulai dipergunakan pula.
Namun ini juga
tidaklah dijelaskan secara rinci berapa banyak diambil untuk pembuatan keris,
mungkin saja Paku Buwana IV hingga selanjutnya Paku Buwana IX dan X menggunakan
batu-batu meteor sertaannya, karena pada waktu itu ratusan kerikil hingga
meteor sebesar jeruk yang diperkirakan serpihan meteor dari meteor utama,
dikumpulkan dari desa tersebut diboyong ke keraton dalam dekade hampir
sepanjang tahun, para abdi dan penduduk melakukan pencarian terus menerus di
sungai-sungai bahkan hingga mendekati areal Candi Prambanan. Bahkan perdagangan
kerikil meteor terus berlanjut. Kepercayaan terhadap jimat meteor juga masih
ada hingga kini.
Penggunaan pamor
keris dari batuan kerikil meteor asal Prambanan tampaknya cukup masuk akal. Hal
ini bisa kita simpulkan jika kita meneliti pada Kanjeng Kyai Pamor tersebut,
tampaknya tidak banyak bekas pahatannya.
Pertanyaannya, apa
itu Meteor?
Meteorit adalah
batu yang jatuh ke bumi dari ruang angkasa. Terdapat tiga jenis dasar: batuan,
besi dan batuan besi atau stones, irons dan stony irons, yang masing-masing
akan dibahas berikut ini.
Tetapi sebelumnya,
dari manakah asalnya meteorit?
Mayoritas terbesar
berasal meteor dari sabuk asteroida, daerah dengan jutaan serpihan batu yang
mengorbit di antara Mars dan Jupiter. Serpihan-serpihan ini tidak berhasil
membentuk sebuah planet, sebagaimana yang terjadi pada serpihan-serpihan lain
di lingkungan planet lain yang jauh dari Matahari.
Beragam serpihan
dari sabuk asteroida tersebut mempunyai orbit yang berbeda dari bentuk
lingkaran sampai bentuk yang sangat membujur, selain itu juga mempunyai orbit
yang tidak sama pada bidang datarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, karena
perbedaan orbit tersebut, terjadilah tabrakan serpihan yang mengakibatkan
sebagian terlontar dari orbitnya yang semula pada sabuk asteroida dan memasuki
orbit “lintasan bumi” yang membawanya ke bumi sebagai meteorit.
Walaupun
kebanyakan meteorit berasal dari sabuk asteroida, beberapa dari serpihan itu
sekarang diketahui berasal dari Mars dan beberapa dari Bulan kita. Meskipun
demikian, asal muasal meteorit yang langka ini juga berhubungan dengan tabrakan
antar serpihan yang terjadi di sabuk asteroida. Sama seperti serpihan asteroida
masuk ke bumi, beberapa serpihan juga mempengaruhi Mars atau Bulan, bahkan
dengan energinya bisa mencabut kepingan batu karang yang ada di Mars ataupun
Bulan.
Saat
kepingan-kepingan yang tercerabut itu bisa lepas dari areanya, mereka melayang
dalam jalur orbit sampai mereka secara tak terduga tiba di bumi. Bagaimana kita
tahu bahwa tipe langka ini dari Mars atau dari Bulan? Inti jawabannya adalah
bahwa susunan kimia mereka berbeda dari susunan kimia meteorit yang berasal
dari asteroida.
Keris berpamor
Meteor
Keris yang telah
dibuat dari sejak jaman purwacaritra, Mataram Hindu hingga detik ini, sangatlah
sulit dilacak apakah benar bahan pamor yang menyertainya dibuat dari bahan
meteor. Dibeberapa pihak, mereka yang sangat memahami tangguh Paku Buwana, bisa
membedakan jenis pamor dari meteor dan yang bukan. Karena pada tangguh Paku
Buwana (PB) pun tidak semua keris berpamor meteor. Tetapi justru kondisi itulah
yang menghasilkan pedoman, yaitu dengan memperbandingkan setiap keris tangguh
PB. Pengamat dan kolektor yang sangat memahami tangguh PB antara lain adalah
Ir. Haryono Haryoguritno, KRA. Sani Gondoadiningrat dan beberapa senior
perkerisan seperti Ir. Brotohadi Sumadyo, Supranto dlsb, telah terbiasa menduga
(bukan memastikan) mana keris yang berpamor meteor dan yang bukan. Ada beberapa
kesimpulan yang perlu diperhatikan dan yang mungkin bisa dijadikan acuan adalah
bahwa jika mengamati tangguh PB yang menggunakan meteor pastilah pamornya
bernuansa. Ada keabu-abuan dan ada yang jernih (deling). Pamor nikel biasanya
mati (tidak bernuansa) atau orang Jawa menyebutnya dengan menteleng (melotot)
alias jreng.
Kenapa pamor
meteor bernuansa?
Seperti dijelaskan
diatas bahwa bahan irons meteorite atau stony irons meteorite bisa digunakan
menjadi bahan pamor keris, terutama karena adanya kristal Fe/Ni yang banyak,
disertai unsur lain seperti adanya phospor, senyawa Ti, As, Pb sebagai isotop
pengikatnya. Ketika dalam prakteknya menjadi pamor keris, unsur-unsur heterogen
itu tidak hilang sama sekali sehingga alur pamor meteor akan bernuansa. Pamor
ini secara visual ada warna abu-abu dan ada kehitaman serta ada pula bagian
yang putih cemerlang, yang jika diamati tampak aura sinar warna-warni. Hal ini
menjadi sangat jelas jika keris diminyaki dan dipandang dibawah sinar matahari.
Empu Djeno Harumbrojo (alm), menyebutnya dengan kata ”sulak” atau bias pelangi
warna.
Namun demikian
pada prakteknya, pegiat keris dan seniman keris Kamardikan yang mulai mengolah
pamor dari bahan meteor, tetap harus melakukan eksperimentasi terutama pada
treatment akhir setelah finishing touch bentuk keris. Karena tampaknya empu
jaman dahulu pun melakukan treatment termasuk melalui cara ”quenching” atau
sepuh, kamalan (merendam pada air welirang) dan bahkan mutih keris dan
mewarangi dengan banyak cara seperti cara di’nyek’, untuk menimbulkan estetika
dari bahan meteor yang diharapkan memberi keterpukauan pada detail pamornya,
dan bukan hanya pada jenis motifnya.
NB : Disadur dari
blog Adiluhung dan berbagai sumber terpilih dengan memalui editing
penyelarasan bahasa
0 on: "Kisah Perjalanan Batu Meteor Menjadi Pamor Keris"