Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Panas, begitulah kesan pertama saat menjejakkan kaki pertama
kali di Terminal Harjamukti Cirebon siang itu. Sama panasnya dengan tanah lahir
saya Tuban, Jawa Timur. Hal ini bisa jadi karena sama – sama secara geografis
berada di pesisir utara Jawa.
Selain kota Jogja dan
Solo, Cirebon adalah salah satu kota yang banyak menyimpang sejarah masa lampau
yang masih terawat hingga kini. Sebut saja, Keraton Kasepuhan, Masjid Sang
Cipta Rasa, Keraton Kanoman, Makam Sunan Gunung Djati, Gua Sunyaragi, Plangon,
dan masih banyak lagi. Ada beberapa obyek yang sudah lebih dulu saya tulis di
akarasa ini. Namun demikian pada kesempatan ini saya hanya khusus menusi
tentang Gua Sunyaragi. Insya Allah yang lainnya menyusul.
Sebelum berkunjung ke
Keraton Kasepuhan, dan sudah saya tulis di akarasa ini Memburu Tuah di Petilasan Keraton Pakungwati. Saya terlebih dahulu ke makam Sunan Gunung Djati
kemudian ke Gua Sunyaragi.
Jika di Jogja ada Taman
Sari dan Solo ada Taman Balekambang, maka Cirebon pun memiliki tempat yang
fungsinya hampir serupa dengan dua nama yang saya sebut barusan. Gua Sunyaragi
atau ada yang menyebutnya Tamansari Sunyaragi ini berada di kelurahan yang sama
dengan nama yang disematkan dengan gua buatan ini. Lebih tepatnya berada di
Kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat. Selaras dengan namanya
yang diambil dari sansekerta, sunya yang berarti sepi dan ragi adalah raga, maka
dibangunnya Sunyaragi adalah sebagai tepat istirahat dan menenangkan diri para
sultan Cirebon dan keluarganya. Tidak jauh beda dengan Taman Sari Jogja dan
Taman Balekambang Solo.
Tentang sejarah
berdirinya, setidaknya ada dua versi. Yang pertama adalah berita lisan tentang
sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh
para bangsawan Cirebon atau lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda.
Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka
Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran
Kararangen tahun 1720.
Tamansari Gua Sunyaragi
dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah
nama lain dari Pangeran Arya Carbon. Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa
catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri
Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon,
yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati.
Terutama dihubungkan
dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang
terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti
Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan
ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529
M.
Di Tamansari Gua
Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing
Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat
persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan
penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan
Mande Kemasan saja.
Arsitektur Gua
Sunyaragi
Gaya Indonesia klasik
atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya,
pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura
dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala
garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan
adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia.
Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
Baca juga : Masjid Sang Cipta Rasa Dibangun Hanya Semalam
Gaya Cina terlihat pada
[[ukiran] bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai.
Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di
bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak
diketahui coraknya yang pasti. Penempatan [keramik-keramik] pada bangunan Mande
Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut
memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina.
Selain itu ada pula
kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina
melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para
keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong
Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Sebagai peninggalan
keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi
pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya,
relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap
pasholatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta
bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari
sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua
Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.
Gua Sunyaragi didirikan
pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut
mempengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada
bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada
gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual,
bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan
sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada
gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat sholat dan pawudon atau tempat untuk
mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam
kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks
gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti.
Menurut legenda
masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan
susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan
Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang
Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung
Dewa Wisnu.
Pada tahun 1997
pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton
Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi.
Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama
kelamaan makin terbengkal
Tahun 1852 taman ini
sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu,
taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon
diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu
ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi
kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok
bertulis ”Kuburan Cina”.
Baca juga : Kentalnya Nuansa Tionghoa di Komplek Makam Sunan Gunung Jati
Baca juga : Kentalnya Nuansa Tionghoa di Komplek Makam Sunan Gunung Jati
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir
dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari
tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius
pada kompleks ini.
Bangunan tua ini hingga
kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama.
Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk
istirahat para wisatawan. Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk
pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang
terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang
terurus dan airnya mongering.
Kompleks tamansari
Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua.
Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar
rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan
gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah
dan saluran air. Bagian luar komplek aku bermotif batu karang dan awan. Pintu
gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.
Induk seluruh gua
bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi. Selain itu ada
Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata
sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di
Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para
pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal
Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang
Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan. Nuwun.
0 on: "Menengok Perawan Sunti di Gua Sunyaragi"