Akarasa –
Selamat datang kerabat akarasa. Seperti pada judul di atas, sebenarnya sebutan
yang merujuk pada sebuah nama sosok misterius di belantara Jambi ini saya sudah mendengarnya saat
bertandang ke Pauh, Sarolangun 2 tahun yang lalu.
Orang pendek
atau dalam bahasa setempat menyebutnya Uhang Pandak ini konon sering muncul di
sekitaran daerah belantara Kerinci dan sekitaran bukit 12. Menurut penuturan Pak
Te, tuan rumah saat saya bertandang ke Pauh uhang pandak di gambarkan setinggi
anak usia 4 tahunan, mungkin antara 80 – 110 cm dan memiliki banyak bulu
disekujur badannya. Namun tak selebat bulu dari monyet dan sejenisnya.
Lebih jauh
penuturannya, uhang pandak atau orang pendek ini digambarkan selain berbulu
lebat juga berkaki terbalik. Artinya, jika arah kaki itu ke barat misalnya
berarti uhang pandak tersebut mengarah ke timur. Bahkan, dari kesaksian dari
wong kubu (suku anak dalam) yang pernah menjumpai uhang pandak di sekiataran
bukit 12, mereka ternyata berkelompok dan bersenjatakan tombak kayu. Habitat mereka
ini lebih seringnya di pinggir-pinggir sungai, dan kegesitannya luar biasa saat
ada manusia mendekatinya.
Jika merujuk
hal ini, bisa jadi ini bukanlah makhluk halus atau sejenisnya. Jika makhluk
halus tentlah tidak akan meninggalkan jejak kaki, logikanya demikian. Memang
tidak semua percaya cerita yang sulit dibuktikan kebenarannya ini. Satu contoh
Mas Sofian keponakan Pak Te yang seorang Dosen di sebuah universitas di Jambi. Dia
mengatakan itu hanya sekedar dongeng, dan kemungkinan besar uhang pandak itu
adalah sejenis monyet.
Karena penasaran
akhirnya saya cari referensi yang berkaitan dengan uhang pandak ini, dari beberapa
blog yang menayangkan artikel tentang uhang pandak ini kontennya hampir sama. Sepertinya
dari satu sumber. Ternyata kisah uhang pandak ini mengundang ketertarikan
banyak peneliti baik dalam maupun luar negeri. Berbagai ekspedisi hanya
bertujuan untuk melacak dan menguak sosok misterius ini. Orang pendek atau
uhang pandak menjadi magnet dan mempunyai daya tarik tersendiri.
Dari literasi
yang sempat saya baca, ada seorang peneliti yang bernama Gregory Forth dalam
bukunya, Images of the Wildman in Southeast Asia (2008) menyebutkan, di pesisir
selatan Sumatera, orang pendek dikenal sebagai sedapa atau sedapak. Di Rokan
(Riau) disebut sebagai leco. Di Bengkulu dikenal sebagai gugu, segugu, atau senggugu.
Di Rawas (Sumatera Selatan) disebut sebagai atu
rimbu atau atu rimbo, sedangkan
di perbatasan Bengkulu dan Sumatera Barat disebut sebaba.
Meskipun
cerita tentang uhang pandak atau orang pendek ini dikenal nyaris di seluruh
Sumatera, namun perburuan modern tentang sosok ini banyak difokuskan di Jambi,
terutama sekitar Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh. Bahkan sudah ada yang mengklaim
telah bertemu dengan sosok misterius di dua gunung ini. Mereka mengklaim
menemukan jejak kaki, rambut, atau bekas makanan ”uhang pandak”. Namun, sampai
saat ini tidak ada yang bisa menunjukkan wujud makhluk ini, kerangkanya, atau
foto sekalipun.
Sejatinya
perburuan uhang pandak Sumatera sebenarnya sudah berlangsung semenjak jaman
kolonial Hindia Belanda. Salah satu referensi awal yang menginspirasi mengenai
keberadaan ”uhang pandak” berasal dari tulisan William Marsden di buku The
History of Sumatera yang terbit pertama pada 1783. Marsden, pegawai asal
Inggris di East India Company yang berbasis di Bengkulu pada 1770-an, menyebut
soal orang gugu yang dideskripsikannya dengan tubuh yang ditutupi bulu. Namun,
Marsden tidak mendeskripsikan tinggi orang gugu tersebut.
Kisah
berikutnya disampaikan orang Belanda yang tinggal di Sumatera Selatan, Van
Heerwarden. Dia melaporkan, melihat uhang pandak di atas pohon di hutan di sebelah
utara Palembang pada 23 Oktober 1923. Menurut dia, bulu di bagian depan tubuh
lebih terang dibanding di bagian belakang dengan tinggi badan sekitar 150
sentimeter. Menurut dia, makhluk itu lari dari hadapannya dengan menggunakan
kedua kakinya.
Dengan berbekal
catatan-catatan samar di masa lalu, beberapa penjelajah dan peneliti dari zaman
modern yang penasaran terus memburu keberadaan uhang pandak. Keingintahuan kian
memuncak karena penampakan makhluk ini sering dilaporkan oleh warga, terutama
di sekitar Kerinci dan Sarolangun.
Dan yang
tercatat paling terkini adalah dilakukan National Geographic di sejumlah tempat
di kawasan Kerinci Seblat dengan memasang kamera tersembunyi. Namun lagi-lagi
hasilnya nihil. Sejumlah ilmuwan Inggris juga penasaran dengan makhluk ini
sehingga beberapa kali melakukan penelitian. Salah satu yang paling terkenal
adalah penelitian yang dilakukan ahli primata, Deborah Martyr, pada tahun
1990-an.
Martyr
mengklaim pernah bertemu makhluk ini selain mengumpulkan keterangan dari
beberapa saksi mata yang juga pernah bertemu ”uhang pandak”. Meski demikian,
perjumpaan dan penelitian Martyr tidak cukup untuk mengonfirmasi keberadaan
atau jenis makhluk ini sehingga tetap menjadi misteri sampai saat ini
Penelitian
lain dilakukan oleh Richard Freeman, direktur zoologi dari Centre for Fortean
Zoology, Inggris. Seperti dilaporkan The Guardian pada 9 September 2011, ia
bersama tim melacak keberadaan uhang pandak di hutan Kerinci Seblat. Menurut
Freeman, ini adalah keempat kalinya sejak tahun 2003 ia kembali ke hutan
Kerinci untuk melacak makhluk yang disebutnya ”short man.” Ia membagi timnya
menjadi dua. Satu tim melacak jejak di kawasan hutan Danau Gunung Tujuh, satu
lagi di kawasan perladangan di tepian hutan.
Dari
laporan warga sekitar disebutkan, makhluk ini beberapa kali terlihat merusak
tanaman warga, terutama tebu. Dari laporan Freeman yang juga dimuat di The
Guardian, 7 Oktober 2011, belum ada kesimpulan jelas tentang keberadaan ”uhang
pandak”. Ia menyebut, jebakan kamera yang dipasangnya hanya menangkap gambar
hujan, serangga, dan burung. Jejak rambut yang ditemukan, katanya, akan diuji
DNA. Namun, sampai sekarang belum ada kelanjutan kabar dari Freeman.
Ada
tidaknya ”uhang pandak” di Kerinci tetap menjadi kontroversi. Banyak yang
meyakini keberadaannya, sebanyak yang menilai hal itu sebagaimana fantasi
tentang yeti, manusia salju dari Himalaya, atau alien dari luar angkasa. Nuwun.
0 on: "Menguak Mitos Uhang Pandak Bukit 12"