Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Jakarta Kota? Wes kebayang macetnya, pasti. Lha wong warga
Jakarta saja berpikir dua kali untuk berkunjung ke kawasan yang dulu disebut
Batavia ini. Bahkan pada jam – jam tertentu, supir taksi yang notabene ngejar
setoran pun wegah ke sana jika tidak terpaksa.
Toh, tetap ada harga
yang harus dibayar. Gojek adalah solusinya.Sayang, memang. Jakarta Kota kini
semakin "jauh" dari warganya. Padahal, di sanalah kenangan tentang
Jakarta bermuara. Di sana masih tersisa simbol dan jejak-jejak kejayaan masa
lalu. Berbagai bangunan bersejarah masih berdiri tegak walau sudah renta dan
berubah fungsi. Hal yang sama juga dapat temui di Benteng Batavia, di Pelabuhan
Sunda Kelapa.
Dahulu, Benteng
Batavia, selain berfungsi sebagai gudang penyimpanan, digunakan pula sebagai
benteng melawan pasukan Inggris yang juga berniat menguasai perdagangan
Nusantara. Benteng yang telah runtuh itu dibangun pada 1613, sekitar 200 meter
sebelah selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Salah satu bastion (sudut benteng) yang
tersisa dan masih berdiri tegak adalah Menara Syah Bandar.
Sudut benteng yang
dulunya bernama Bastion Culemborg itu dibangun untuk mengamankan pelabuhan. Di
belakang Tembok Culemborg itu, dulu dibangun berbagai gudang penyimpanan barang
dagangan. Salah satunya kini difungsikan menjadi Museum Bahari.
Di museum yang
diresmikan pada 1977 ini bisa dilihat peralatan asli, replika, gambar, dan
foto-foto yang berhubungan dengan dunia bahari di Indonesia. Mulai zaman
kerajaan hingga era ekspedisi maritim modern. Museum ini tetap mempertahankan
kondisi aslinya. Di sebelah selatan Museum Bahari, ada lokasi bekas bengkel
kapal VOC di Jalan Tongkol. Bangunan memanjang dengan jendela-jendela segitiga
di atapnya itu direvitalisasi menjadi restoran, dengan tetap mempertahankan
arsitektur aslinya.
Berjalan terus ke
selatan melewati Jalan Gedung Panjang dan kolong jembatan tol, wajah asli
kawasan Batavia yang dibangun pada 1634 hingga 1645 masih bisa terlihat.
Batavia adalah hasil rancangan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoen Coen, yang
berniat membangun Amsterdam versi Timur sebagai pusat administrasi dan militer
Hindia Belanda.
Batavia yang pada abad
ke-18 dijuluki "Koningin van het Oosten" atau "Ratu dari
Timur", dibangun agar para londo tidak terlalu rindu kampung halaman.
Karena itu, sang ratu didandani dengan romantisme Eropa yang kental.
Jalan-jalan lurus dan teratur, bangunan-bangunan menghadap ke parit-parit. Kali
Besar yang semula berkelok diluruskan menjadi parit terurus menerobos kota.
Objek menarik di
kawasan ini adalah jembatan unik khas Belanda. Jembatan kayu warna cokelat
kemerahan yang bisa diangkat ketika kapal-kapal melintas ini dikenal sebagai
Jembatan Pasar Ayam. Dibangun Belanda pada 1628 sesuai dengan gaya aslinya di
Amsterdam.
Di dekatnya terdapat
Jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur. Di sisi dua jalan itu,
bangunan-bangunan abad ke-18 masih bisa terlihat. Kawasan ini merupakan pusat
benteng kota Batavia, yang mengalami masa jaya pada abad ke-17 dan ke-18.
Beberapa bangunan unik khas Eropa di kawasan ini adalah bangunan Asuransi
Lloyd, Standard Chartered Bank, PT Samudra Indonesia, PT Bhanda, Graha Raksa, dan
Toko Merah.
Di samping bangunan
itu, juga berdiri bangunan-bangunan lain yang tidak kalah unik. Rumah-rumah di
sepanjang Kali Besar ini dibangun dengan konsep international style yang kala
itu melanda Eropa. Pada barisan bangunan itu terlihat dominasi pintu oval
dengan kondisi berjamur. Banyak detail bangunan mengeropos, dan beberapa kaca
pecah diganti dengan kaca zaman sekarang.
Berjalan sepanjang Sungai
Kali Besar, lalu berbelok ke arah kiri di Jalan Pintu Besar Utara, tampaklah
gedung megah pusat Bank Indonesia lama. Lalu ada Museum Wayang, yang punya
koleksi wayang dari seluruh Indonesia dan beberapa negara. Museum ini dibangun
di atas lahan gereja pada 1640, namun roboh akibat gempa bumi. Sisa bangunan
tersebut dibongkar oleh Daendels pada 1808, dan dibangun kembali pada 1912.
Lalu ada pembangunan
tahap kedua pada 1938. Setahun kemudian, bangunan ini dijadikan Museum Old
Batavia yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Belanda, Tjandra van
Starkenborch Stachouwer. Bangunan ini belakangan dijadikan Museum Wayang pada
13 Agustus 1975 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Koleksinya kini lebih
dari 300 wayang plus topeng, alat musik, dokumen-dokumen, peta, dan foto-foto
lama.
Musem Wayang adalah
satu-satunya museum di Jakarta yang tidak punya halaman. Pintu masuknya
langsung bertemu dengan trotoar dan jalan besar. Tapi bangunan di
kanan-kirinyalah yang membuat museum ini tak indah dipandang mata. Di sisi
utara museum ini terdapat sebuah restoran berjuluk Cafe Batavia, yang menempati
bangunan tua yang berdiri sejak awal 1800-an.
Belok ke Jalan Pos
Kota, di sisi timur kantor pos berdiri bangunan bergaya Indische empire stiijl,
bekas gedung pengadilan Belanda Raad van Justitie yang diibangun pada
1866-1870. Bangunan bergaya klasik Yunani ini sekarang berfungsi sebagai Museum
Seni Rupa. Di dalamnya dipamerkan koleksi keramik, lukisan, dan gambar-gambar
yang menjelaskan perkembangan seni rupa di Tanah Air.
Di sisi selatan berdiri
megah bangunan Museum Sejarah Jakarta. Gedung ini dibangun sebagai gedung balai
kota pada 23 Januari 1707 atas perintah Gubernur Jenderal John van Hoorn.
Selesai pada 10 Juli 1710 di masa Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck. Gedung
ini mirip gedung Balai Kota Amsterdam (sekarang istana kerajaan) yang dibangun
setengah abad sebelum gedung Balai Kota Batavia didirikan.
Dulu, gedung ini
berfungsi ganda. Untuk urusan pemerintahan VOC Belanda, urusan peradilan,
perkawinan, kriminologi, tempat eksekusi, tahanan, dan perdagangan. Gedung ini
dikenal masyarakat pada waktu itu sebagai Gedung Bicara. Setelah Indonesia
merdeka, gedung ini dijadikan markas militer Kodim 0503 Jakarta Barat.
Gedung ini diresmikan
sebagai Museum Sejarah Jakarta oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin pada 30 Maret
1974. Bangunan unik yang terdiri dari dua lantai ini memamerkan barang-barang
asli, replika, gambar-gambar, dan foto-foto yang menunjukkan perkembangan
sejarah Jakarta dari masa prasejarah hingga kini.
Sebetulnya masih ada
basement, yang digunakan sebagai ruang tahanan semasa pemerintahan VOC, lengkap
dengan rantai-rantai besi asli yang digunakan untuk mengikat kaki para tahanan.
Suasana muram, gelap, dan pengap yang terasa ketika menengok lantai bawah tanah
ini sanggup membuat bulu kuduk berdiri.
Taman Fatahillah yang
ada di depan museum itu juga menyimpan banyak sejarah. Salah satunya,
pembantaian 5.000 warga keturunan Tionghoa pada 1740. Penyebabnya, VOC merasa
terancam dengan keberadaan etnis Cina di Batavia yang jumlahnya membengkak
serta kuatnya naluri bisnis mereka.
Bangunan lain yang
pantas dilirik adalah Museum Bank Mandiri. Museum ini terlihat anggun. Maklum,
selain ada di tangan swasta, bangunan ini baru saja mengalami renovasi pada
2004, sehingga terlihat masih sangat mulus dan terawat. Museum ini dulunya
dikenal sebagai Gedung Nederlandsche Handel Maatschapij (NHM) dan diresmikan
pada 14 Januari 1933 oleh presiden ke-10 NHM waktu itu, C.J. Karen van Aalst.
Bangunan megah dengan
bentuk simetris yang kuat ini sampai sekarang, menurut petugas bangunan di
situ, masih memiliki keasliannya hingga 80%. Gedung beraksitektur Indish ini,
menurut arsip sejarah, menggunakan gaya arsitektur nieuw zakelijk (mengutamakan
fungsi daripada estetika).
Jakarta Kota adalah
salah satu jejak kota kolonial paling utuh di antara kota-kota kolonial lainnya
di dunia. Disebut terlengkap diukur dari adanya fungsi-fungsi kota, seperti
pelabuhan, galangan kapal, pusat pemerintahan, area permukiman, perdagangan
pasar, gudang atau penyimpanan, dan taman kota sebagai area publik. Jika
kualitasnya terus diabaikan, kota tua lama-lama akan ditinggalkan. Nuwun.
0 on: "Napak Tilas Kota Ratu Dari Timur"