Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Ketika kita membincang tentang penjelajah dunia, bisa jadi
Cristopher Columbus menjadi ingatan pertama. Tak lain karena Columbus diyakini
sebagi penemu benua Amerika. Meski ada beberapa sejarawan yang masih meragukan hal
itu.
Pada saat Christopher
Columbus secara tak sengaja salah menavigasikan arah perjalanan ke Hindia Barat
dan malah menemukan Benua Amerika, Dunia baru tersebut sebenarnya sudah menjadi
berita lama bagi banyak orang.
Ternyata sejarah
menyatakan bahwa telah banyak penjelajah yang mendarat di benua Amerika sebelum
Columbus. Hanya saja, mereka sepertinya kalah tenar dengan kisah pelayaran
Columbus yang secara tak sengaja telah menemukan Dunia Baru tersebut pada 12
Oktober 1492.
Sejarah juga mencatat,
dibalik nama besar Colombus ini, masih ada beberapa nama yang tak kalah sohor. Beberapa
di antaranya adalah nama berikut ini :
Vasco da Gama (1469
–1524)
Dia adalah seorang
penjelajah berkebangsaan Portugis, yang menemukan jalur jalan laut langsung
dari Eropa ke Malabar, India dengan melakukan penjelajahan laut mengelilingi
Afrika.
Da Gama ditugasi oleh
Raja Manuel I dari Portugal untuk mencari negeri-negeri Kristen di benua Timur.
Pelayaran da Gama berhasil membangun rute lautan dari Eropa ke India yang
memungkinkan perdagangan dengan Timur Jauh, tanpa menggunakan rute kafilah
Jalur Sutera yang mahal dan tidak aman, antara Timur Tengah dan Asia Tengah.
Namun, pelayaran ini juga terhambat oleh kegagalannya untuk membawa
barang-barang yang menarik bagi bangsa-bangsa di Asia Kecil dan India. Vasco da
Gama mendarat di Calicut, 20 Mei 1498
Afonso de Albuquerque
Lahir di Alhandra pada
tahun 1453 di dekat kota Lisbon, Portugal, dia pada suatu masa dikenal sebagai
The Great, The Caesar of the East and as The Portuguese Mars.
Dari ayahnya pula ia
memiliki hubungan darah / keturunan dengan keluarga kerajaan Portugal. Dia
mendapatkan pendidikan dalam bidang matematika dan Latin Klasik pada masa
kekuasaan Afonso V dari Portugal, dan setelah wafatnya bangsawan itu, ia
bekerja di Arzila, Morocco untuk beberapa saat. Pada saat ia kembali ia ditunjuk
sebagai kepala penasihat untuk João II dari Portugal.
Marco Polo (15
September 1254 - 8 Januari 1324)
Dia adalah seorang
pedagang dan penjelajah Italia. Ia pergi ke Cina semasa berkuasanya Dinasti
Mongol. Ia terkenal karena kisah-kisahnya sangat menarik dan aneh bagi bangsa
Eropa. Pada masa itu, bangsa Barat tidak mengenal dunia Timur.
Sebagian cendekiawan
berpendapat bahwa Marco Polo memang pergi ke Cina, tetapi tidak mengunjungi
semua tempat yang digambarkan dalam bukunya (misalnya Xanadu).
Salah satu kisah Marco
Polo yang menarik untuk bangsa Indonesia adalah cerita tentang unicorn atau
kuda bertanduk satu yang menurutnya dijumpainya di pulau Sumatra. Tetapi, ilmu
pengetahuan membuktikan bahwa yang ditemukan Marco Polo itu bukanlah unicorn
melainkan badak Sumatra.
Fernando de Magelhaens
Dia adalah orang pertama yang berlayar dari Eropa
ke barat menuju Asia, orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik, dan
orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan mengelilingi bola dunia.
Meskipun Magelhaens sendiri tewas terbunuh oleh Datuk Lapu-Lapu di Filipina
dalam persinggahannya di Hindia Timur sebelum menuju Eropa, delapan belas
anggota kru dan armadanya berhasil kembali ke Spanyol pada tahun 1522, setelah
mengelilingi bumi.
James Cook (27 Oktober
1728–14 Februari 1779)
Dia adalah seorang
penjelajah dan navigator Inggris. Ia mengadakan tiga perjalanan ke Samudra
Pasifik dan berhasil menentukan garis-garis pantai utamanya. Cook juga membuat
peta.
Cook adalah orang Eropa
pertama yang mengunjungi Hawaii. Selain itu, dia juga merupakan orang Eropa
kedua yang berhasil mencapai Selandia Baru (setelah Abel Tasman) dan berhasil
memetakan seluruh garis pantainnya.
Amerigo Vespucci (lahir
9 Maret 1454 – meninggal 22 Februari 1515)
Dia adalah seorang
pedagang, penjelajah, dan pembuat peta dari Italia. Ia memegang peranan penting
dalam penjelajahan pantai timur Amerika selatan antara tahun 1499 dan 1502.
Dalam perjalanannya yang kedua, ia menemukan bahwa Amerika selatan memanjang ke
selatan lebih jauh daripada yang diperkirakan oleh orang Eropa saat itu, dan
menyimpulkan bahwa ini bukanlah India, melainkan sebuah Benua Baru. Pada 1507,
Martin Waldseemüller menerbitkan sebuah peta dunia dan memberi benua baru ini
nama "Amerika" menurut Vespucci. Amerigo Vespuci adalah orang yang
menamakan Benua Amerika.
Tahukan kita, dibalik
nama – nama besar penjelajah di atas, masih tersisa satu nama yang ternyata
lebih hebat dari itu semua. Dia adalah Laksamana Cheng Ho.
Siapa Laksamana Cheng
Ho?
Baik, mari kita
mengenalnya lebih jauh. Laksamana Cheng Ho adalah sosok bahariawan muslim
Tionghoa yang tangguh dan berjasa besar terhadap pembauran, penyebaran, serta
perkembangan Islam di Nusantara. Cheng Ho (1371 – 1435) adalah pria muslim
keturunan Tionghoa, berasal dari propinsi Yunnan di Asia Barat Daya. Ia lahir
dari keluarga muslim taat dan telah menjalankan ibadah haji yang dikenal dengan
haji Ma. Dalam sejarah Indonesia, Laksamana Cheng Ho dikenal
dengan nama, Sam Po Kong Zheng He, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien, Sam Po
Thay Kam, dan lain-lain. Laksamana Sam Po Kong berasal dari bangsa Hui, salah
satu bangsa minoritas Tionghoa.
Selama hidupnya, Cheng
Ho atau Zheng He melakukan petualangan antar benua selama 7 kali berturut-turut
dalam rentang waktu 28 tahun (1405-1433). Tak kurang dari 30 negara di Asia,
Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya. Pelayarannya lebih awal 87 tahun
dibanding Columbus. Juga lebih dulu dibanding bahariwan dunia lainnya seperti
Vasco da Gama yang berlayar dari Portugis ke India tahun 1497. Ferdinand
Magellan yang merintis pelayaran mengelilingi bumi pun kalah duluan 114 tahun.
Konon, pada usia
sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap oleh tentara Ming di Yunnan. Pangeran dari
Yen, Chung Ti, tertarik melihat Cheng Ho kecil yang pintar, tampan, dan taat
beribadah. Kemudian ia dijadikan anak asuh. Cheng Ho tumbuh menjadi pemuda
pemberani dan brilian. Di kemudian hari ia memegang posisi penting sebagai
Admiral Utama dalam angkatan perang.
Pada saat kaisar Cheung
Tsu berkuasa, Cheng Ho diangkat menjadi Admiral Utama armada laut untuk
memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan pada tahun 1406. Sebagai Admiral,
Cheng Ho telah tujuh kali melakukan ekspedisi ke Asia Barat Daya dan Asia
Tenggara.
Misi muhibah pelayaran
yang dilaksanakan oleh Laksamana Cheng Ho bukan untuk melaksanakan ekspansi,
melainkan melaksanakan misi perdagangan, diplomatik, perdamaian, dan persahabatan.
Ini merupakan pelayaran yang menakjubkan, berbeda dengan pengembaraan yang
dilakukan oleh pelaut Barat seperti Cristopherus Colombus, Vasco da Gamma, atau
pun Magelhaes.
Ekspedisi Cheng Ho ke
'Samudera Barat' (sebutan untuk lautan sebelah barat Laut Tiongkok Selatan
sampai Afrika Timur) mengerahkan armada raksasa. Pertama mengerahkan 62 kapal
besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran
ketiga mengerahkan kapal besar 48 buah, awaknya 27 ribu. Sedangkan pelayaran
ketujuh terdiri atas 61 kapal besar dan berawak 27.550 orang. Bila dijumlah
dengan kapal kecil, rata-rata pelayarannya mengerahkan 200-an kapal. Sementara
Columbus, ketika menemukan benua Amerika 'cuma' mengerahkan 3 kapal dan awak 88
orang.
Kapal yang ditumpangi
Cheng Ho disebut 'kapal pusaka' merupakan kapal terbesar pada abad ke-15.
Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m). Lima kali
lebih besar daripada kapal Columbus. Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas
kapal tersebut 2500 ton. Model kapal itu menjadi inspirasi petualang Spanyol
dan Portugal serta pelayaran modern di masa kini. Desainnya bagus, tahan
terhadap serangan badai, serta dilengkapi teknologi yang saat itu tergolong
canggih seperti kompas magnetik.
Sebagai bahariawan
besar sepanjang sejarah pelayaran dunia yang melayari samudera selama 28 tahun tersebut,
setidaknya telah tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta mengenai geografi
lautan. Selain itu, Cheng Ho sebagai Muslim Tiong Hoa, berperan penting dalam
menyebarkan agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.
Dalam Sejarah Dinasti
Ming tak terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng
Ho. Cuma disebutkan bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai
kasim (abdi) San Bao. Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam
Poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang
lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M) merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan
Wen.
Saat Ma He berumur 12
tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh Dinasti Ming. Para pemuda
ditawan, bahkan dikebiri, lalu dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana.
Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping
(kini Beijing).
Di depan Zhu Di, kasim
San Bao berhasil menunjukkan kehebatan dan keberaniannya. Misalnya saat
memimpin anak buahnya dalam serangan militer melawan Kaisar Zhu Yunwen (Dinasti
Ming). Abdi yang berpostur tinggi besar dan bermuka lebar ini tampak begitu
gagah melibas lawan-lawannya. Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.
Ketika kaisar
mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat
kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan
muhibah ke berbagai penjuru negeri. Kaisar sempat kaget sekaligus terharu
mendengar permintaan yang tergolong nekad itu. Bagaimana tidak, amanah itu
harus dilakukan dengan mengarungi samudera. Namun karena yang hendak menjalani
adalah orang yang dikenal berani, kaisar oke saja.
Berangkatlah armada
Tiongkok di bawah komando Cheng Ho (1405). Terlebih dahulu rombongan besar itu
menunaikan shalat di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian).
Pelayaran pertama ini mampu mencapai wilayah Asia Tenggara (Semenanjung Malaya,
Sumatera, dan Jawa).
Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam ekspedisi kedua.
Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut menjangkau
India dan Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini
mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang
kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam (1421-1422). Ekspedisi
terakhir (1431-1433) berhasil mencapai Laut Merah.
Pelayaran luar biasa
itu menghasilkan buku Zheng He's Navigation Map yang mampu mengubah peta
navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi
mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur
perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara
Beijing-Bukhara.
Dalam mengarungi
samudera, Cheng Ho mampu mengorganisir armada dengan rapi. Kapal-kapalnya
terdiri atas atas kapal pusaka (induk), kapal kuda (mengangkut barang-barang
dan kuda), kapal penempur, kapal bahan makanan, dan kapal duduk (kapal
komando), plus kapal-kapal pembantu. Awak kapalnya ada yang bertugas di bagian
komando, teknis navigasi, militer, dan logistik.
Berbeda dengan
bahariwan Eropa yang berbekal semangat imperialis, armada raksasa ini tak
pernah serakah menduduki tempat-tempat yang disinggahi. Mereka hanya
mempropagandakan kejayaan Dinasti Ming, menyebarluaskan pengaruh politik ke
negeri asing, serta mendorong perniagaan Tiongkok. Dalam majalah Star Weekly
HAMKA pernah menulis, "Senjata alat pembunuh tidak banyak dalam kapal itu,
yang banyak adalah 'senjata budi' yang akan dipersembahkan kepada raja-raja
yang diziarahi."
Sementara sejarawan
Jeanette Mirsky menyatakan, tujuan ekspedisi itu adalah memperkenalkan dan
mengangkat prestise Dinasti Ming ke seluruh dunia. Maksudnya agar negara-negara
lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata).
Bukan berarti armada
tempurnya tak pernah bertugas sama sekali. Laksamana Cheng Ho pernah
memerintahkan tindakan militer untuk menyingkirkan kekuatan yang menghalangi
kegiatan perniagaan. Jadi bukan invasi atau ekspansi. Misalnya menumpas
gerombolan bajak laut Chen Zhuji di perairan Palembang, Sumatera (1407).
Dalam kurun waktu
1405-1433, Cheng Ho memang pernah singgah di kepulauan Nusantara selama tujuh
kali. Ketika berkunjung ke Samudera Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa
Cakradonya kepada Sultan Aceh. Lonceng tersebut saat ini tersimpan di Museum
Banda Aceh. Tempat lain di Sumatera yang dikunjungi adalah Palembang dan
Bangka.
Selanjutnya mampir di
Pelabuhan Bintang Mas (kini Tanjung Priok). Tahun 1415 mendarat di Muara Jati
(Cirebon). Beberapa cindera mata khas Tiongkok dipersembahkan kepada Sultan
Cirebon. Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi saat ini masih tersimpan baik di
Kraton Kasepuhan Cirebon.
Ketika menyusuri Laut
Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu) sakit keras. Sauh segera
dilempar di pantai Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian
lagi membuat pondokan. Wang yang kini dikenal dengan sebutan Kiai Jurumudi
Dampo Awang, akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa
di sana. Wang juga mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut Mbah
Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong), serta membangun kelenteng Sam Po Kong
atau Gedung Batu.
Perjalanan dilanjutkan
ke Tuban (Jatim). Kepada warga pribumi, Cheng Ho mengajarkan tatacara
pertanian, peternakan, pertukangan, dan perikanan. Hal yang sama juga dilakukan
sewaktu singgah di Gresik. Lawatan dilanjutkan ke Surabaya. Pas hari Jumat, dan
Cheng Ho mendapat kehormatan menyampaikan khotbah di hadapan warga Surabaya
yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Kunjungan dilanjutkan ke Mojokerto yang
saat itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Di kraton, Raja Majapahit,
Wikramawardhana, berkenan mengadakan audiensi dengan rombongan bahariwan
Tiongkok ini.
Sebagai orang Hui
(etnis di Cina yang identik dengan Muslim) Cheng Ho sudah memeluk agama Islam
sejak lahir. Kakeknya seorang haji. Ayahnya, Ma Hazhi, juga sudah menunaikan
rukun Islam kelima itu. Menurut Hembing Wijayakusuma, nama hazhi dalam bahasa
Mandarin memang mengacu pada kata 'haji'.
Bulan Ramadhan adalah
masa yang sangat ditunggu-tunggu Cheng Ho. Pada tanggal 7 Desember 1411 sesudah
pelayarannya yang ke-3, pejabat di istana Beijing ini menyempatkan mudik ke
kampungnya, Kunyang, untuk berziarah ke makam sang ayah. Ketika Ramadhan tiba,
Cheng Ho memilih berpuasa di kampungnya yang senantiasa semarak. Dia tenggelam
dalam kegiatan keagamaan sampai Idul Fitri tiba.
Setiap kali berlayar,
banyak awak kapal beragama Islam yang turut serta. Sebelum melaut, mereka
melaksanakan shalat jamaah. Beberapa tokoh Muslim yang pernah ikut adalah Ma
Huan, Guo Chongli, Fei Xin, Hassan, Sha'ban, dan Pu Heri. "Kapal-kapalnya
diisi dengan prajurit yang kebanyakan terdiri atas orang Islam," tulis
HAMKA.
Ma Huan dan Guo Chongli
yang fasih berbahasa Arab dan Persia, bertugas sebagai penerjemah. Sedangkan
Hassan yang juga pimpinan Masjid Tang Shi di Xian (Provinsi Shan Xi), berperan
mempererat hubungan diplomasi Tiongkok dengan negeri-negeri Islam. Hassan juga
bertugas memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan dalam rombongan ekspedisi,
misalnya dalam melaksanakan penguburan jenazah di laut atau memimpin shalat
hajat ketika armadanya diserang badai.
Pada perjalanan
pelayaran muhibah ke-7, Cheng Ho telah berhasil menjalankan misi kaisar Ming
Ta’i-Teu (berkuasa tahun 1368 – 1398), yaitu misi melaksanakan ibadah haji bagi
keluarga istana Ming pada tahun 1432 – 1433. Misi ibadah haji ini sengaja
dirahasiakan karena pada saat itu, bagi keluarga istana Ming menjalankan ibadah
haji secara terbuka sama halnya dengan membuka selubung latar belakang kesukuan
dan agama.
Untuk mengesankan bahwa
pelayaran haji ini tidak ada hubungannya dengan keluarga istana, sengaja diutus
Hung Pao sebagai pimpinan rombongan. Rombongan haji itu tidak diikuti oleh
semua armada dalam rombongan ekspedisi ke-7. Rombongan haji ini berangkat dari
Calleut (kuli, kota kuno) di India menuju Mekkah (Tien Fang).
Demikianlah misi
perjuangan dan misi rahasia menunaikan ibadah haji yang dijalankan Cheng Ho,
dan misi tersebut berhasil. Akan tetapi Cheng Ho merasa sedih karena tidak bisa
bebas berlayar menuju tanah leluhurnya, Mekkah, untuk beribadah haji dan
berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, pada ekspedisi ke-5, armada
Cheng Ho telah berhasil mencapai pantai timur Afrika dalam waktu tiga tahun.
Dalam kesempatan tersebut, armada Cheng Ho berkunjung ke kerajaan di
Semenanjung Arabiah dan menunaikan panggilan Allah ke Mekkah.
Sejarah tentang
perjalanan muhibah Cheng Ho, hingga saat ini masih tetap diminati oleh berbagai
kalangan, baik kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, maupun masyarakat
keturunan Tionghoa. Chneg Ho telah menjadi duta pembauran negeri Tiongkok untuk
Indonesia yang diutus oleh kaisar Dinasti Ming pada tahun Yong Le ke-3 (1405).
Dalam tujuh kali perjalanan muhibahnya ke Indonesia, Laksamana Cheng Ho
berkunjung ke Sumatera dan Pulau Jawa sebanyak enam kali.
Kunjungan pertama
adalah ke Jawa, Samudera Pasai, Lamrbi (Aceh Raya), dan Palembang. Sebagian
besar daerah yang pernah dikunjungi Cheng Ho menjadi pusat dagang dan dakwah,
diantaranya Palembang, Aceh, Batak, Pulau Gresik, Semarang (di sekitar Gedong
Batu), Surabaya, Mojokerto, Sunda Kelapa, Ancol, dan lain-lain. Gerakan dakwah
pada masa itu telah mendorong kemajuan usaha perdagangan dan perekonomian di Nusantara.
Dalam perjalanan
muhibahnya, setiap kali singgah di suatu daerah ia banyak menciptakan pembauran
melalui bidang perdagangan, pertanian, dan peternakan. Misi muhibah yang
dilakukan Cheng Ho memberikan mamfaat yang besar bagi negeri yang
dikunjunginya.
Kemakmuran masjid juga
tak pernah dilupakan Cheng Ho. Tahun 1413 dia merenovasi Masjid Qinging (timur
laut Kabupaten Xian). Tahun 1430 memugar Masjid San San di Nanjing yang rusak
karena terbakar. Pemugaran masjid mendapat bantuan langsung dari kaisar.
Beberapa sejarawan
meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah haji. Memang tak
ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji kemungkinan
dilakukan saat ekspedisi terakhir (1431-1433). Saat itu rombongannya memang
singgah di Jeddah. Nuwun.
Disarikan dari situs :
Wikipedia
Tionghoa Muslim
Biar sejarah yang
bicara…
Dan diolah dari
berbagai sumber terpilih lainnya
0 on: "Sejarah Lengkap Perjalanan 28 tahun Admiral Agung Cheng Ho"