Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Pertengahan 2011 silam, adalah kali pertama saya menyinggahi
kab. Garut ketika diajak kolega ke gunung Papandayan, menilik lebih dekat
penambang belerang. Memang ketika itu kami ada bisnis belerang yang akan kami
salurkan di salah satu pabrik gula di Magetan.
Setelah dari Papandayan
kemudian kami menyempatkan melihat dari dekat gunung Sadahurip yang ketika itu
ramai menjadi perbincangan. Gunung yang berada di kampung Cipapar, Desa
Sukahurip, kec. Pangatikan, Garut ini diyakini menyimpan tapak sejarah atas
tingginya peradaban orang Sunda di masa lampau. Meski pun toh hal ini masih
memerlukan penelitian ilmiah tentang dugaan ini. Lain sisi, masyarakat sekitar
kadung memercayainya bahkan ditingkahi juga oleh beberapa fenomena unik dengan
gunung yang mirip piramida ini. Inilah alasan saya mengajak kolega saya untuk
menyambanginya, siapa tahu dapat menyaksikan langsung fenomena unik tersebut.
Dari kejauhan, secara
mata telanjang maksud saya secara kasat mata, bentuk gunung Sadahurip ini
memang kelihatan unik, berbeda dengan bukit – buki lain yang bertonjolan di
sekitarnya. Bentuknya mirip dengan piramida. Lengkap dengan puncaknya yang
lancip. Keanehan lain ‘piramida’ Sadahurip ini, gunung atau lebih tepatnya
bukit ini tidak pernah longsor meskipun tidak ada pepohonan di atasnya. Ini bukan
bukit yang baen – baen (sembarangan) kan? Belum lagi cerita tentang seringnya
ada pendaran cahaya di puncaknya.
Entah kebetulan atau
bagaimana, ketika kami di kampung Cipapar kami bertemu dengan serombongan orang
yang melakukan sesi pemotretan gunung Sadahurip atau oleh masyarakat sekitar
sering juga menyebutnya dengan gunung Putri tersebut. Rupa – rupanya mereka ini
adalah serombongan mahasiswa yang melakukan penelitian di gunung tersebut. Komplit,
saya sekalian tanya – tanya seputaran tentang gunung yang sedang ramai jadi bahan
perbincangan ini. Tapi jelasnya saya kurang tahu apakah mereka ini mahasiswa
atau dari kelompok – kelompok tertentu. Anggap saja mahasiswa!
Menurut mereka, fakta –
fakta mengenai fenomena tak biasa di gunung Sadahurip mulai ramai
diperbincangkan ketika ada satu yayasan meyakini ada peninggalan prasejarah
terpendam di lokasi tersebut. Seingat saya, gunung Sadahurip bukanlah piramid,
akan tetapi hanya sekadar lempengan gempa yang kemudian membentu piramid. Cuma dalam
hal ini, sebatas logika orang awam akan geologi. Saya kok jadi heran, jika
memang terbentuk dari lempengan gempa, kenapa tanah tersebut kuat sekali seakan
tanahnya berperekat hingga tidak pernah longsor. Padahal diatasnya tidak ada
pepohonan sebagai penguat tanahnya.
Terlepas dari itu
semua, keberadaan gunung Sadahurip Garut dengan segala fenomena mitosnya akan
tetap menjadi pro kontra khususnya dalam masyarakat sekitarnya. Sekarang, para
ahli dituntut untuk membuktikan kebenaran dari semua praduga yang terjadi.
Benarkah gunung tersebut bukan gunung biasa dan menyimpan tapak sejarah
tingginya peradaban orang Sunda di masa lalu, seandainya itu benar barangkali buku sejarah dunia harus di revisi
karena banyak yang terlanjur percaya, sesungguhnya peradaban orang Indonesia
(Sunda) lebih tua dari peradaban yang tertulis di buku sejarah.
Mumpung masih ngomong Garut
dan juga untuk melengkapi tulisan ini, saya ajak kerabat akarasa untuk melihat
sekilas sejarah Kab. Garut secara singkat. Keberadaan Kabupaten Garut ini
berawal dari pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendels
dengan alasan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling
rendah nol. Di saat yang sama bupati yang memerintah Limbangan menolak perintah
menanam nila (indigo).
16 Pebruari 1813, Raffles
yang menjabat Gubernur Genderal di Indonesia kemudian menerbitkan Surat Keputusan
tentang pembentukan kembali Kab. Limbangan yang beribukota di Suci. Ketika itu,
untuk ukuran sebuah ibukota kabaupaten, keberadaan Suci dinilai tidak memenuhi
syarat karena kawasan tersebut terlampau sempit.
Bupati Limbangan yang
menjabat ketika itu, Adipati Adiwijaya (1813-1831) kemudian membentuk panitia
untuk mencari daerah yang cocok untuk ibukota kabupaten. Pada mulanya, panitia
menemukan Cimurah, sekira 3 Km sebelah Timur Suci (sekarang kampung tersebut
dikenal dengan nama kampung Pidayeuheun). Akan tetapi di tempat tersebut air bersih
sulit diperoleh sehingga kurang tepat menjadi ibukota.
Selanjutnya panitia
mencari lokasi ke arah barat Suci, sekitar 5 Km dan mendapatkan tempat yang
cocok untuk dijadikan ibukota kabupaten. Selain tanahnya subur, tempat tersebut
memiliki mata air yang mengalir ke Sungai Cimanuk serta pemandangannya indah
dikelilingi gunung, seperti Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur,
Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak.
Saat ditemukan mata air
berupa telaga kecil yang tertutup semak belukar berduri (Marantha), seorang
panitia ‘kakarut’ atau tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan
panitia pelaksana tersebut, turut pula seorang Eropa yang ikut membenahi tempat
tersebut. Begitu melihat tangan salah seorang panitia tersebut berdarah,
langsung bertanya : "Mengapa berdarah?" Orang yang tergores menjawab,
tangannya kakarut. Orang Eropa atau Belanda tersebut menirukan kata kakarut
dengan lidah yang tidak fasih sehingga sebutannya menjadi "gagarut".
Semenjak itu, para
pekerja dalam rombongan panitia menamai tanaman berduri dengan sebutan "Ki
Garut" dan telaganya dinamai "Ci Garut". (lokasi telaga ini
sekarang ditempati oleh bangunan SLTP I, SLTP II, dan SLTP IV Garut). Dengan
ditemukannya Ci Garut, daerah sekitar itu dikenal dengan nama Garut. Cetusan
nama Garut tersebut direstui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya
untuk dijadikan Ibu Kota Kabupaten Limbangan.
Pada tanggal 15
September 1813 dilakukan peletakkan batu pertama pembangunan infrastruktur
sebagai sarana dan prasarana ibukota. Seperti rumah dinas bupati, pendopo,
kantor asisten residen, masjid, dan alun – alun.
Setelah sarana dan
prasarana tersebut di atas selesai dibangun, ibukota Kabupaten Limbangan pindah
dari Suci ke Garut sekitar Tahun 1821. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei 1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi
Kabupaten Garut dan beribu kota Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada waktu itu,
Bupati yang sedang menjabat adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915). Kota Garut
pada saat itu meliputi tiga desa, yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan
Desa Margawati. Kabupaten Garut meliputi distrik-distrik Garut, Bayongbong,
Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan
Pameungpeuk.
Pada tahun 1915, RAA
Wiratanudatar digantikan oleh keponakannya Adipati Suria Karta Legawa
(1915-1929). Pada masa pemerintahannya tepatnya tanggal 14 Agustus 1925,
berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan menjadi
daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom). Sekian. Nuwun.
Referensi utama
wikipedia
0 on: "Garut Dalam Mitos : Gunung Papandayan Hingga Gunung Sadahurip"