Akarasa - Selamat datang kerabat akarasa. Membincang
tentang konsepsi alam semesta ini, sejatinya sudah lama saya mencurigainya. Lho
curiga boleh kan, asal ndak nuduh kan. Ya, saya mencurigai bahwa alam semesta
ini adalah makhluk hidup. Bukan benda mati.
Curiga saya ini bukan
tanpa alasan, atau dalam istilah percintaan anak muda sekarang dikenal dengan
istilah cemburu buta itu. saya meliht dan merasakan, alam semesta ini memiliki
‘tujuan hidup’ tertentu. Memliki struktur dan keseimbangan yang luar biasa akurat.
Bisa merespon dan bereaksi. Bahkan, kepintaran dalam beraktifitas. Persis
seperti kita, manusia.
Cuma, selama ini kita
kadung mempersepsikan sebagai mati. Itulah masalahnya. Dalam berbagai
pembahasan, sejauh ini setidaknya kita membagi makhluk di alam semesta ini
menjadi 6 kategori. Yang 3 kategori, makhluk berakal. Dan 3 lainnya, tidak
berakal. Benar demikian bukan? Jika keliru harap di koreksi njiih.
Yang berakal terdiri
dari malaikat, jin, dan manusia. Sedangkan yang tidak berakal, adalah binatang,
tetumbuhan, dan benda mati. Tentu saja, dalam hal ini kita juga bisa membaginya
secara lebih global, yaitu benda mati dan benda hidup. Yang benda hidup terdiri
dari malaikat, jin, manusia, binatang, dan tetumbuhan. Sedangkan yang benda
mati adalah seluruh benda di sekitar kita, yang kita sebut sebagai alam
semesta.
Mulai dari bebatuan,
air, udara, matahari, planet-planet, bintang, galaksi, ruang, waktu, materi dan
energi. Semua itu kita anggap sebagai benda mati yang tidak memiliki kemauan
dan kecerdasan. Jangankan disebut sebagai makhluk berakal, disebut benda hidup
pun, tidak. Benar demikian? Dulu, setidaknya saya menganggap seperti itu.
Tetapi, kini saya mulai
ragu-ragu untuk menyebutnya benda mati. Jangan-jangan mereka semua ini adalah
makhluk hidup. Seperti kita. Hanya, beda kualitas dan derajatnya.
Yang paling bawah
adalah ‘benda mati’, lebih tinggi adalah tetumbuhan, lebih tinggi lagi,
binatang, dan selebihnya 3 makhluk ‘berakal’; malaikat, jin, dan manusia.
Khusus malaikat, jin,
dan manusia, derajatnya agak sulit ditentukan mana yang lebih tinggi, karena
bersifat variabel. Menjelaskan secara konkrit saya tidak begitu tahu, maaf
karena saya bukan ahli agama. Namun demikian dalam logika berpikir saya dan
sedikit pengetahuan yang ada, mungkin-mungkin saja malaikat bisa menjadi
makhluk paling tinggi derajatnya, tapi di kali yang lain, bisa manusia. Semua gumantung marang ketakwaannya.
Meskipun, secara
kualitas penyusun tubuhnya, kita bisa menyebut malaikatlah yang paling tinggi,
disusul jin, dan kemudian kita, manusia. Tubuh malaikat tersusun dari bahan
cahaya, jin dari panas api, dan manusia dari saripati tanah.
Malaikat dengan badan
cahayanya itu, bisa bergerak paling ringan, dengan kecepatan sampai 300 ribu km
per detik. Energinya paling tinggi. Sedangkan jin memiliki energi lebih rendah,
bergerak dengan kecepatan rambatan panas, atau paling tinggi radiasi panas.
Dan kita, manusia,
adalah paling rendah jika ditinjau dari sisi ini. Kita memliki struktur yang
paling abot (berat), tersusun dari zat-zat biokimiawi. Kecepatan bergeraknya
hanya beberapa meter per detik.
Akan tetapi, kualitas
makhluk bukan hanya dotentukan oleh kualitas badannya. Melainkan lebih
ditentukan oleh kualitas ‘jiwa’nya. Kemurnian jiwa itulah yang bakal menetukan
apakah seorang manusia memiliki kualitas lebih tinggi dari malaikat. Jika
jiwanya kotor, manusia bakal menjadi setan. Lebih rendah dari binatang.
Sebaliknya, jika jiwanya bersih, dia menjadi makhluk yang tertinggi. Bahkan, dibadingkan
dengan malaikat sekalipun.
Lantas, opo iyo tidak
ada benda mati? Nek gitu semua makhluk ini memiliki jiwa dong? Nduwe karep
(mempunyai keinginan)? Memiliki tujuan? Sepertinya begitu!
Kalem kisanak, mari
kita membincangnya dengan kepala dingin. Tarik napas dulu, tapi jangan lupa
embusin yaa. Jadi perkara nanti kalau kisanak tahan dan tidak dihembuskan lagi.
Baik mari kita
membincangnya. Untuk golongan malaikat, jin, dan manusia sudah sangat jelas.
Mereka makhluk hidup. Karena itu, saya tak akan membahasnya lebih jauh. Pun
tentang binatang dan tetumbuhan, saya rasa kita juga sepakat, bahwa mereka
adalah makhluk hidup. Tapi, apakah mereka berjiwa dan punya perasaan? Sebagian
kita saya rasa juga merasakannya.
Ambil contoh binatang.
Betapa banyaknya binatang piaraan yang menunjukkanbahwa mereka adalah makhluk
hidup yang punya perasaan. Sebut saja anjing atau kucing. Banyak cerita toh
yang kita dengan tentang kesetiaan kucing atau anjing terhadap majikannya.
Sehingga, ketika majikannya mengalami masalah, ia ikutan sedih. Atau ketika
majikannya dirampok, ia melakukan pembelaan mati-matian. Bahkan ketika
majikannya mati, si binatang piaraan itu ikut-ikutan mati.
Berkaitan tentang
binatang ini saya pernah membaca kisah hikmah, sayangnya saya lupa judulnya apa
dan pengarangnya siapa. Initinya begini, ada cerita tentang pemburu dan sejenis
kera, yakni baboon. Suatu ketika, layaknya pemburu, ia mengedap-endap di hutan
yang lebat. Tiba-tiba, ia melihat sekelbat bayangan besar di rerimbunan semak
belukar. Ia mengira itu adalah babi hutan atau kijang.
Refleks ia mengarahkan
moncong senjatanya ke ara binatang tersebut. Dan meletuslah senapannya memecah
kesunyian hutan. Dor. Kena! Binatang itu menjerit! Kemudian melarikan diri.
Sang pemburu mengejar.
Terlihat tetesan darah
ditanah dan semak belukar. Sampai suatu saat ia sampai pada ceceran darah
terakhir. Apa yang ia lihat? Ternyata bukan babi hutan atau kijang. Melainkan
seekor baboon. Kera besar.
Ternyata yang
ditembaknya adalah kera. Kera besar itu sedang tergeletak mengerang kesakitan
menunggu ajal, sambil dikelilingi dua ekor anaknya. Si pemburu tertegun. Tak
tahu apa yang harus diperbuat. Ia hanya melihat betapa induk kera itu merangkul
erat dua anaknya.
Entah apa yang
dikatakan si induk kera baboon tersebut kepada anak-anaknya. Tetapi, yang
jelas, mata induk kera baboon itu berlelehan air mata. ia menangis. Karena tahu
bahwa sebentar lagi dia akan mati meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil…
Si pemburu makin tertegun!
Ia mendekatkan diri ke induk yang sedang sekarat. Mata induk itu memandangnya
dengan memelas. Si pemburu bersimpuh di dekatnya. Menyesal. Tak terasa, ia
meneteskan air mata. tapi, si induk semakin lemah karena kehabisan darah. Dan
kemudian terkulai, mati dengan memeluk anak-anaknya…!
Dan satu lagi, masih
tentang cerita hikmah. Tapi kali ini
cerita tentang pohon yang ‘dendam’ kepada perusak lingkungan? Dalam suatu
penelitian, sebatang pohon diukur tegangan listriknya, kemudian ditampilkan di
sebuah layar laptop.
Seseorang disuruh
merusak dan membacoki pohon tersebut. Tak sampai mati. Tapi mengalami rusak
sebagian. Apa yang terlihat di layar monitor laptop? Ternyata, grafik tegangan
listriknya menjadi kacau. Polanya bergejolak.
Setelah itu, orang yang
merusak pohon tersebut disuruh pergi. Secara berangsur-angsur, grafik yang
tampil di layar laptop menjadi normal kembali.
Esok harinya, si
perusak pohon dihadirkan kembali. Ia diminta mendekatkan diri ke pohon yang
kemarin dirusaknya. Apa yang terjadi? Ternyata grafik tegangan listris di layar
laptop itu bergejolak kembali. Persis seperti kemarin saat pohon tersebut
dibacoki. Padahal dia hanya mendekatkan diri. Tidak merusak.
Artinya, si pohon itu
masih eling (ingat) kepada si perusak. Ia dendam. Ia benci. Karena dirusak
tanpa alasan! Betapa kita bisa menyaksikan, tanaman pun ternyata punya
perasaam. Bahkan daya ingat. Karena ia memang makhluk hidup.
Disekitar kita,
barangkali kisanak sering mendengar atau bahkan menyaksikan sendiri, bahwa
tanaman yang dirawat dengan penuh perhatian dan kasih sayang, bakal tumbuh
subur dan segar. Sebaliknya, jika dirawat asal-asalan dan tanpa perhatian
tanamannya tumbuh gersang.
Lebih jauh lagi,
ternyata ‘benda-benda mati’ disekitar kita juga menunjukkan gejala-gejala
kehidupan.
Seperti pada
akhir-akhir ini, dibeberapa daerah sedang mengalami bencana banjir dan tanah longsor.
Puluhan dan bahkan ratusan rumah porak poranda dan sebagian lagi berenang
digenangan air.
Kenapa bisa demikian?
Ya, alam sekitar kita, yang disebut ‘makhluk mati’ itu sedang bereaksi. Ia
sedang mengungkapkan ‘isi hatinya’ dan sedang membalas ketidakadilan
terhadapnya.
Walah ngaco. Bisa jadi
demikian. Tapi setidaknya itu kecurigaan saya. bagaimana mungkin benda mati
bisa membalas? Bagaimana mungkin juga, makhluk mati bisa mengungkapkan ‘isi
hati’ dan perasaannya? Bagaimana pula, mahkluk yang kita persepsikan selama ini
‘tidak hidup’ bisa menyimpan ‘dendam’.
Paling-paling akan
muncul jawaban yang serupa pendapat, bahwa semua itu dikarenakan munculnya
ketidakseimbangan alam. Sehingga terjadi banjir dan longsor.
Begitu gampangnya kita
mereduksi dan menyederhanakan persoalan. Ketika badan kita sakit, bukannya itu
juga karena munculnya ketidakseimbangan dalam tubuh. Persoalannya, kenapa kita
tidak menyebut diri kita sebagai benda mati?
Lha wong alam tidak
punya kehendak, begitu kan pertanyaannya? Lho siapa bilang alam tidak punya
kehendak? Coba kisanak amati atmosfir kita ini. Ia mengandung kadar Oksigen 21%
dan gas Nitrogen 78%, sehingga memungkinkan berlangsungnya kehidupan di planet
bumi ini. Kalau kurang yakin monggo googling sediri dengan kata kunci kadar oksigen di atmosfir bumi.
Oksigen ini juga
mempunyai perilaku yang unik dalam keseimbangan yang berkesinambungan. Oksigen dihirup
manusia dan binatang, kemudian diubah menjadi karbon dioksida. Sebaliknya,
karbon dioksida dihirup oleh tumbuhan, dan kemudian menghasilkan oksigen. Pertanyaannya
kenapa ada mekanisme begini. Apakah ini bukan sebuah petunjuk bahwa alam
memiliki ‘kehendak’?
Air hujan. Mumpung lagi
musim, saya jadikan contoh. Pernahkan kisanak berpikir kenapa bisa terjadi air
hujan? Kenapa, air di permukaan daratan ini mesti menguap, dan kemudian menjadi
awan? Kenapa uap air itu mesti berhenti di ketinggian tertentu? Kok tidak
langsung ke langit terus, untuk kemudian lenyap?
Kenapa bermiliar-miliar
ton uap air itu mesti ngumpul dulu sampai musim penghujan, baru rombongan turun
ke bumi? Kenapa ada angin yang berhembus awan, sehingga air hujan yang
rombongan itu turun secara merata di berbagai daerah yang tandus?
Kenapa air hujan yang
turun berombongan itu turun dalam bentuk tetes-tetes air yang indah dan aman,
yang bahkan banyak menjadikan inspirasi bagi penulis untuk mempersepsikan hujan
pada sesuatu yang romantis-romantis itu? kok tidak berupa air terjun saja,
sehingga menghancurkan daerah-daerah yang disiram air hujan?
Kenapa sinar matahari
sampai ke bumi dengan suhu yang aman, tidak terlalu panas? Padahal suhu
dipermukannya adalah jutaan derajat. Kenapa sinar matahari demikian indahnya
mengandung jutaan warna, sehingga kehidupan bumi menjadi demikian indahnya?
Dan, ratusan atau
ribuan lagi pertanyaan : kenapa, kenapa, dan kenapa bisa kita ajukan untuk
membuktikan bahwa alam ini berproses melalui ‘kehendak’ tertentu. Memiliki ‘tujuan’
yang jelas!
Bagaimana mungkin
sesosok makhluk mati bisa memiliki perasaan sakit hati, memiliki kehendak, dan memiliki tujuan yang pasti. Apalagi konsisten
selama bermiliar-miliar tahun usia bumi.
Dan, kalau mau menekuri
dalam skala bumi, kisanak akan tettegun sendiri. Kemudian mulai ragu untuk
mengatakan bahwa bumi ini benda mati.
Dulu, sekitar 5 miliar
tahun yang lampau, bumi ini pernah tidak ada. Belum terbentuk. Yang ada
hanyalah cikal bakal tata surya, dalam ruang alam semesta yang tak terhingga
besarnya.
Cikal bakal itu berupa
gas, nebula yang berpusar. Tengahnya sangat panas, cikal bakal matahari. Pinggirnya,
relatiif lebih dingin. Dan kemudian semakin mendingin. Sehingga suatu ketika,
gas dingin itu semakin memadat, terbentuklah planet-planet yang bergerak
mengelilingi matahari. Salah satunya bumi yang kita huni ini.
Bumi terus mendingin. Bandingkan
dengan matahari yang menjadi pusat tata surya. Matahari bersuhu jutaan derajat,
sedangkan inti bumi Cuma ribuan derajat.
Permukaan bumi terus
mendingin, sehingga terbentuklah air. Muncullah gas-gas pendukung kehidupan,
diantaranya oksigen. Sehingga terjadilah hujan. Muncul tumbuh-tumbuhan. Dari skala
yang paling kecil sampai pohon-pohom berukuran raksasa. Mulai yang hidup di
dalam air, sampai yang bisa tumbuh di padang tandus. Mulai dari yang bersifat
parasit sampai yang tumbuh secara bebas. Jenusnya berjuta-juta, bahkan
miliaran..
Bagaimana mungkin, bumi
yang kita sebut benda mati itu, membuktikan dirinya bisa berproses menuju
tujuan tertentu dengan demikian canggih dan sistematis?
Belum lagi, kemudian
bermunculan binatang-binatang yang jenisnya juga berjuta-juta. Ada yang di
daratan dan di lautan, dan beterbangan di udara.
Dan akhirnya, munculah
bangsa manusia. Sekarang jumlahnya tentu sudah miliaran. Berbagai suku bangsa. Beragam
bahasa. Beragam budaya. Dan dengan segala aktifitasnya.
Dari manakah semua
makhluk hidup itu berasal? Apakah dari angkasa luar?....
Sementara sampai di
sini dulu, kita jawab pertanyaan di atas
pada kesempatan lainnya yaa. Sekian. Nuwun
Bersambung….
setuju mas... respect everything... :)
BalasHapus