Akarasa – Sugeng rawuh
kadang kinasih akarasa. Jawa, memang bukan pulau terbesar di negeri ini. Namun
orang Jawa adalah mayoritas di Indonesia ini, menurut bulek wiki (pedia) tak kurang
dari 45% dari total penduduk negeri ini adalah orang Jawa. Nah, seperti janji
saya sebelumnya untuk mengulas asal-usul suku Jawa, kesempatan kali ini saya
akan mengulasnya untuk kisanak semua.
Namun sebelumnya saya
tegaskan dulu, tulisan ini tidak hendak membincang tentang isu anti etnis
tertentu, apakah itu Arab, China atau pun etnis yang lainnya. Seperti yang kita
tahu isu etnis ini sering dipakai alat untuk menjatuhkan etnis tertentu ketika
musim pilkada saat ini.
Sejatinya, setiap kita
sadar, bahwa politik adalah persoalan berjuang memperoleh kekuasaan,
menggunakan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Karena itu, semua orang
sudah mahfum, bahwa perjuangan politik senantiasa disertai dengan intrik dan
taktik, dan jika belum juga berhasil maka agitasi dan propaganda juga bukan hal
yang diharamkan dalam politik.
Saya rasa kisanak juga
tahu, suku Jawa kini memang telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan dunia.
Namun tak banyak dari kita yang tahu tentang bagaimana sejarah dan asal usul
orang Jawa hingga bisa tinggal dan menetap di pulau yang sekarang kita tinggali
ini. Ini pun kalau kebetulan sampeyan orang Jawa atau tinggal di pulau Jawa
ini.
Pertanyaannya, (takon
meneh) apakah memang nenek moyang suku Jawa adalah asli penduduk pribumi di
pulau Jawa ini? Ataukah kita (baca orang Jawa) berasal dari belahan bumi lain
yang datang dan menjadi pendatang? Pertanyaan yang jawabannya beragam dan
serupa mencari jejak di air. Pun demikian ada banyak hipotesa menjelaskan
tentang asal mula orang Jawa hingga menjadi mayoritas di negeri ini.
Menurut para Arkeolog,
teori tentang asal usul suku Jawa yang pertama dikemukakan oleh para arkeolog.
Ya, para arkeolog ini meyakini jika nenek moyang suku Jawa memang pribumi yang
tinggal sejak satu juta tahun yang lalu di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian
yang mendalam, mereka telah menemukan beberapa fosil seperti Pithecanthropus
Erectus dan Homo sapiens.
Kedua fosil ini
diperkirakan adalah manusia purba yang menjadi nenek moyang suku Jawa. Setelah
dilakukan perbandingan, DNA manusia purba ini ternyata memang tidak berbeda
jauh dengan manusia suku Jawa saat ini.
Dunia Mistik Orang Jawa
: Roh, Ritual, Benda Magis karya Capt. R.P Suyono, menyebutkan bahwa keterangan
terbaik mengenai keadaan geologi pulau Jawa dapat ditemukan dalam tulisan kuno
Hindu yang menyatakan bahwa Jawa sebelumnya adalah pulau-pulau yang diberi nama
Nusa Kendang yang menjadi bagian dari India.
Pulau ini merupakan hamparan
dari beberapa pulau yang kemudian karena letusan gunung-gunung berapi dan
goyangan dahsyat gempa bumi pulau-pulau itu bersatu. Dalam babad ini
menceritakan bahwa pada tahun 296 sesudah Masehi terjadi letusan gunung-gunung
berapi yang berada di pulau tersebut, sehingga gunung yang semula ada menjadi
hilang dan memunculkan gunung-gunung berapi yang baru.
Selang 148 tahun
kemudian. Tepatnya pada 444 sesudah Masehi terjadi gempa bumi yang memisahkan
Tembini, daerah ini bagian selatan pulau Jawa menjadi pulau tersendiri: Nusa
Barung dan Nusa Kambangan. Tahun 1208 pulau Sumtera karena suatu musibah gempa
juga terpisah dengan pulau Jawa. Begitu juga pada tahun 1254, Madura yang
semula bernama Hantara mengalami kejadian serupa, yang disusul kemudian pada
1293 pulau Bali yang terpisah dengan Jawa.
Adapun para penghuni
Pulau Jawa, seperti diceritakan dari sumber surat kuno yang tidak beredar,
yaitu Serat Asal Keraton Malang berasal dari daerah Turki, tetapi ada yang
menyebut daerah Dekhan (India). Pada tahun 350 SM, Raja Rum, pemimpin dari
wilayah tersebut mengirim perpindahan penduduk sebanyak 20.000 laki-laki dan
20.000 perempuan. Yang dipimpin oleh Aji Keler.
Pengiriman ini adalah
pengiriman yang kedua, karena pengiriman yang pertama mengalami kegagalan
dengan kembalinya seluruh utusan ke negeri asal yang terjadi pada tahun 450 SM.
Jawa yang saat itu bernama Nusa Kendang ditemukan sebagai pulau yang ditutupi
hutan dan dihuni serbagai jenis binatang buas dan tanah datarnya ditumbuhi
tanaman yang dinamakan Jawi. Karena keseluruhan dataran pulau ini dipenuhi
tanaman tersebut, maka ia memberi nama pulau ini dengan nama “Jawi”.
Karena nama Jawi masih
umum dan meliputi seluruh daratan pulau Jawa ini, maka agak sulit menentukan lokasi
pendaratan para utusan tersebut. Akan tetapi, diperkirakan pendaratan itu
terjadi di Semampir, yaitu suatu tempat yang dekat dengan Surabaya saat ini.
Gelombang kedua ini juga mengalami kegagalan karena yang tersisa dari mereka
hanya 40 pasang. Hal ini mendorong Raja untuk mengirim utusan lagi dengan
persiapan yang lebih matang dan penyediaan alat yang lebih lengkap untuk
menjaga dari kemungkinan serangan binatang buas seperti yang dialami utusan
pertama dan kedua.
Di samping peralatan
pengamanan diri, mereka juga diperlengkapi dengan alat pertanian, sebagai alat
bercocok tanam bila kelak berhasil menempatinya dengan aman. Sementara itu,
untuk mencegah agar orang-orang supaya tidak melarikan diri, diangkatlah
seorang pemimpin dari kalangan mereka yaitu Raja Kanna. Gelombang ketiga ini
rupanya berhasil dan akhirnya mereka menyebar ke pedalaman yang terbuka di
pulau Jawa.
Dari sisi keyakinan,
orang-orang gelombang ketiga ini menganut kepercayaan Animisme. Dari sumber
lain menyebutkan bahwa penduduk Jawa berasal dari daratan Cina Selatan yang
membanjiri pulau ini sejak 3 ribu tahun SM. Selama 2 ribu tahun kemudian
terjadi perpindahan penduduk dari tempat yang sama. Penduduk Jawa menurut
sumber ini berasal dari gelombang-gelombang itu. Mereka hidup dari pertanian
karena sebelumnya sudah mengenal persawahan.
Pada tahun 100 SM
terjadi lagi perpindahan penduduk keempat yang terdiri dari kaum Hindu-Waisya.
Mereka itu adalah para petani dan pedagang yang karena permasalahan keyakinan
mereka meninggalkan India. Warga pindahan kelompok keempat ini menetap di
daerah Pasuruan dan Probolinggo. Kemudian mereka secara perlahan membuat
koloni-koloni di bagian selatan pulau Jawa yang pusatnya terletak di Singosari.
Ketika di Singosari,
siapa yang memimpin tidak jelas, tetapi ada naskah yang menyatakan adanya Ratu
yang memegang kekuasaan di daerah Kedi, namanya Nyai Kedi. Singgasana kerajaan
ini berada di Kediri. Pada tahun 900 sesudah M, keturunan Hindu-Waisya
dimasukkan dalam kerajaan Medang yang juga dinamakan Kamulan. Nama lain untuk
Medang dan Kamulan ini adalah Ngastina atau Gajah Huiya. Sedang raja yang
memerintah di sana adalah Prabu Jayabaya.
Dalam sejarah, kerajaan
dengan rajanya yang menguasai seluruh wilayah Jawa Timur pada tahun 1019-1049
adalah Airlangga. Ia kemudian diganti Jayabaya yang memerintah pada tahun
1135-1157 M. Di bawah kekuasaan Jayabaya, Mpu Sedah menerjemahkan sebagian Epos
India Mahabarata ke dalam Bahasa Jawa yang kemudian kita kenal kini dengan
cerita epos Baratayuda.
Jayabaya dikenal
sebagai pemaklum ramalan-ramalan yang akan terjadi di pulau Jawa. Jayabaya
kemudian memindahkan kerajaannya itu ke Kediri dan memberinya nama baru yaitu
Daha. Raja Jayabaya ini dikenal sebagai ilmuan yang ramalan-ramalannya banyak
terbukti terjadi di kemudian hari. Ia meramalkan apa yang akan terjadi di pulau
Jawa hingga tahun 2074 M.
Ada cerita lain, bahwa
pada tahun 78 sesudah Masehi ada seorang utusan dari kerajaan Astina, namanya
Aji Saka. Astina adalah nama lain dari Gujarat. Nama Astina juga masuk dalam
cerita pewayangan yang beredar di masyarakat Jawa. Kemudian, Aji Saka diutus
untuk menyelidiki apa yang ada dan terjadi pada kepulauan di Nusantara.
Sesampai di pulau tersebut, ia mendarat di bagian timur pulau Jawa yang saat
itu masih bernama Nusa Kendang.
Kemudian Aji Saka
menaklukkan kerajaan Medang dan mengusir sang raja yang bernama Dewata Cengkar.
Tetapi kemudian Aji Saka dikalahkan oleh Daniswara, putra Dewata Cengkar.
Karena kalah, Aji Saka kembali ke Astina. Tahun 125 M, Aji Saka kembali lagi
bersama gelombang perpindahan orang-orang Budha dan pada saat itulah ia
berhasil menaklukkan kerajaan Mendang. Setelah kemenangan tersebut Aji Saka
memindahkan pusat kerajaan ke Purwodadi.
Bersamaan dengan
datangnya Aji Saka, dimulailah Babad Jawa dan perhitungan Tahun Jawa. Dari babad-babad
itu diketahui, setelah tahun 125 M pertumbuhan penduduk semakin cepat oleh
perpindahan kaum Budha. Para pendatang ini kemudian menempati di pantai selatan
pulau Jawa yang bernama Barung dan Tembini. Sebagaimana disebutkan di atas,
pada tahun 444 M terjadi gempa bumi dahsyat yang kemudian memecah pulau Jawa.
Pantai bagian selatan terbagi dua, yaitu Nusa Barung yang berada di dekat Puger
Kulon dan Nusa Kambangan yang berada di dekat Cilacap.
Sebagaimana disebutkan
dalam buku Suyono di atas, secara berturut-turut perpindahan penganut Budha ke
pulau Jawa terjadi sebagai berikut:
- Tahun 157 M. mereka ini menetap di daerah Jepara.
- Tahun 163 M. mereka ini menetap di daerah Tegal dan Banyumas.
- Tahun 174 M. mereka ini menetap di daerah Tengger.
- Tahun 193 M. meraka ini menetap di daerah Kedu.
- Tahun 216 M. meraka ini menempati daerah Madiun.
- Tahun 252 M. meraka ini menempati daerah Yogyakarta.
- Tahun 272 M. Yang menempati daerah Kediri.
- Tahun 295 M. mereka ini menempati daerah Ngawi dan Bojonegoro.
- Tahun 312 M. mereka ini menempati daerah Kudus.
- Tahun 314 M. mereka ini menempati daerah Mojokerto.
- Tahun 424 M. mereka ini menempati daerah Surakarta
Lebih lanjut, pada
tahun 450 M terjadi lagi perpindahan penduduk dari India yang mendiami tanah
yang terletak antara sungai Cisadane dan Citarum, di Jawa Barat. Para pendatang
ino menganut agama Whisnu. Setelah beberapa lama tinggal di tempat tersebut,
kemudian mereka membentuk kerajaan sendiri dan memilih seorang raja sebagai pemimpinnya.
Rajanya yang dipilih
adalah Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah dan berani karena
ambisinya untuk menaklukan kerajaan-kerajaan lain di tanah Sunda. Meskipun
tidak semuanya berhasil dengan kemenangan, Purnawarman dikenal sebagai raja
pertama yang memimpin wilayah cukup luas di pulau Jawa.
Peralihan penduduk
selanjutnya terjadi pada tahun 643 M yang dilakukan oleh Kusuma Citra,
keturunan Jayabaya. Pada masa Kusuma Citra inilah Nama Astina dirubah menjadi
kerajaan Gujarat atau Kujrat. Saat Kusuma Citra menjadi raja, ada suatu ramalan
bahwa kerajaannya akan musnah, karenanya ia berkeinginan kuat untuk memindahkan
kerajaannya ke Pulau Jawa. Oleh adanya keinginan tersebut, maka kemudian ia
mengirim sejumlah 5.000 penduduk yang beragama Budha dengan pemimpin putranya
Awab.
Penduduk yang dikirim
oleh Kusuma Citra itu terdiri dari Jalma Tani, Jalma Undagi, Jalma Udang
Dudukan, Jalma Pangiarik, dan Jalma Prajurit. Pendaratan pertama di bagian
barat tidak berhasil, kemudian mengubah haluan ke bagian timur dan berhasil
mendarat di sana. Awab sebagai pemimpin kemudian mendirikan kerajaan baru yang
diberi nama Medang Kamulan. Kemudian Awab menetapkan dirinya sebagai raja
dengan gelar Brawijaya Sewala Cala.
Sejarah tanah Jawa
selanjutnya dapat ditemukan dalam Babad-babad yang menceritakan kelahiran
kerajaan-kerajaan di Jawa. Namun demikian, sejarah tersebut penuh dengan mitos
dan tampaknya kurang dapat diterima karena versinya yang amat beragam.
Terlebih mulai dari
sini ada motif tertentu dari seroang raja memerintah searang Mpu atau pujangga
untuk menyusun silsilahnya sampai kepada nabi Adam yang dimaksudkan untuk
semakin mentahbiskan dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi. Penegasan silsilah
itu dimaksudkan untuk semakin memperteguh kewibawaannya di mata rakyatnya.
Cerita itu sulit diterima kebenarannya karena tidak diperkuat dengan bukti terjadinya
peristiwa namun demikianlah adanya saat itu.
Memang mengenai Jawa
bisa ditemukan berbagai tulisan sebagai bukti, akan tetapi bukti yang didapat
isinya samar-samar. Sehingga hanya memperkuat kejadian tertentu saja. Pada saat
ini, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam beberapa sumber, sejarah Jawa
dimulai dari kedatangan Aji Saka tahun 78 atau 125 M.
Kemudian, dalam buku
Etika Jawa, Franz Magnis menyebutkan asal-usul penduduk Jawa berasal dari
perpindahan penduduk dari Melayu yang berasal dari Cina Selatan yang dimulai
sejak tahun 3.000 SM. Ia berpendapat demikian sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh J.H. Kerm dalam buku “Linguistic
Materials for the determination of the Century of Origin of the Malay People”.
Nah, itulah beberapa
teori tentang asal usul suku Jawa di Indonesia dan perkembangannya. Teori mana
yang lebih sampeyan yakini? Entahlah, sayapun tak tahu pasti. Semoga
bermanfaat. Nuwun.
0 on: "Menyoal Asal - Usul Suku Jawa"