Akarasa –Selamat datang
kerabat akarasa. Nama bangsa Mongolia, tercatat dalam sejarah sebagai bangsa
penakluk negeri-negeri besar. Siapa yang tak kenal Gengihs Khan penguasa wilayah
Asia hingga daratan Eropa?
Entah kenapa saya
penasaran dengan bangsa yang satu ini. Bisa jadi salah satu alasannya konon
sebelum menyerang Singosari, bangsa ini terlebih dahulu mendarat di Tuban,
tanah lahir saya. Bahkan, jika sampeyan berkunjung ke Tuban dan mengunjungi museum
Kambang Putih di sebelah baratnya kantor bupati Tuban, disana sampeyan akan temukan
beberapa peninggalannya. Beberapa diantaranya pedang, jangkar, dan beberapa
porselin yang ditemukan di sepanjang pantai Tuban.
Bangsa Mongol yang
dahulu pernah dikenal sebagai bangsa terkuat dan keji dalam peperangan dibawah
pimpinan Genghis Khan yang memerangi beberapa wilayah bahkan hampir sebagian
besar wilayah di dunia. Coba saja bayangkan, kerajaannya membentang dari
Semenanjung Korea hingga Eropa di wilayah Jerman. Maka tak mengherankan jika
ada banyak sejarawan mengakui bahwa bangsa Mongol memberi kontribusi dalam
sejarah dunia. Tahun 1258 kekhalifahan Abasiyah di Irak dan kekaisaran Rusia di
Moskow dikuasai oleh Bangsa Mongol.
Saat menaklukan
Afghanistan, Genghis Khan, pada tahun 1222, mulai mengenal Islam dalam
perjalanannya menuju Bukhara, Tranoxiana. Tapi saat itu disinyalir Genghis Khan
menerima Islam tapi juga dia mempraktekkan Budha, Kristen, dan tetap menyembah
leluhurnya Tangri. Karena sang kaisar Genghis Khan sudah menyatakan menerima
Islam, maka penyebaran Islam sendiri bisa dibilang cukup cepat di masa
penaklukan Dinasti Mongol. Pada tahun tersebut banyak berdiri masjid-masjid di
wilayah kekuasaan Mongol.
Mongol sendiri sebuah
kerajaan yang berdiri di tengah-tengah Kerajaan besar Cina dan Rusia dengan
Ulan Bator sebagai pusat pemerintahan. Walaupun tadinya mereka bukanlah Islam,
namun kontak dengan muslim Cina dan Asia tengah membuat sebagian dari penguasa
Mongol masuk Islam dan nama Khan turun temurun menjadi identitas muslim
Mongolia. Namun, dalam perjalanannya Kerajaan Mongolia ini terpecah menjadi
empat Khanates yakni Golden Horde yang didirikan oleh Batu Khan, di Rusia,
Hulagu Ulus atau Ilkhanatas di Persia, Iran, Jagatai Ulus di Turkistan dan
Dinasti Yuan Di China.
Tiga Khanates
diantaranya resmi menyatakan Islam sebagai agama Dinasti yang mereka bangun,
yakni Golden Horde, di Rusia, Hulagu Ulus atau Ilkhanatas di Iran, dan Jagatai
Ulus. Sedangkan Dinasti Yuan yang dipimpin oleh cucu Genghis Khan, Kubilai Khan
walaupun tidak secara langsung menyatakan Islam sebagai agama resmi dinastinya,
saat itu pembesar-pembesar bangsa Mongol dinasti Yuan sebagian besar beragama
Islam. Termasuk ketika itu Muslim Uyghurs yang sampai kini memang dikenal
sebagai muslim di Cina.
Orang-orang keturunan
Bangsa Mongol di wilayah Rusia kemudian dikenal sebagai orang-orang Tatars,
yakni orang Mongol yang bicara dalam Bahasa Turki di Rusia. Rusia menamakan
kaum Tatars itu dengan nama Azebaijan Turks. Namun dalam skala besar, Kerajaan
Mongol Golden Horde di Rusia-lah yang secara resmi menyatakan Islam sebagai
agama kerajaan di abad 14. Kekuasaan Kekaisaran Mongol Golden Horde berakhir
ketika Dinasti Utsmaniyah berdiri.
Namun orang-orang
Tatars memiliki peran yang sangat kuat terhadap berdirinya Rusia, sebab,
kebanyakan bangsa Tatars adalah bangsawan Rusia. Mereka sangat kuat dalam
bidang organisasi, politik dan sosial ekonomi. Tak heran peran bangsa Tatars
sangat penting dalam kebudayaan Rusia. Mayoritas bangsa Tatars adalah muslim. Mereka
memiliki kebudayaan tingkat tinggi, ahli dalam bercocok tanam dan kerajinan,
juga memiliki pusat kegiatan belajar muslim. Mereka banyak menempati wilayah
Siberia yang kini pun lebih dikenal dengan nama Tartary.
Bangsa Tatar, di
Indonesia dan Malaysia dieja Tartar. Suku Tartar mayoritas Islam aliran Sunni
seperti yang dianut mayoritas dunia Arab hingga Indonesia-Malaysia. Di sebagian
wajah suku Tartar saat ini cukup unik, karena berkulit kuning langsat tapi
kadang rambutnya pirang dan bermata biru atau hijau, demikian juga sebaliknya.
Bangsa Turkic yang juga
berasal dari keturunan Mongol adalah bangsa yang hidup di Asia tengah yang
terdiri dari bangsa Uighurs, Kirghiz, Oghuz, Turks dan Turkmenistan. Bangsa
Turkic ini tadinya ada di dalam Khanates Jagatai. Bangsa Turkic ini pun secara
bertahap menerima Islam walaupun sebagian juga ada yang memeluk agama Budha,
Shaman, Kristen, Zoroastrian dan lain-lain.
Bangsa Turkic di
Kekhalifahan Abasiyah memegang kekuasaan di Timur Tengah, sedangkan bangsa
Tukic di Uighur dan Khirgiz berjuang melawan kekuasan Kekaisaran Cina. Namun,
bangsa Khirgiz berhasil menjadi sebuah Negara modern yakni Khirgiztan,
sedangkan bangsa Uighurs sampai saat ini wilayahnya masih menjadi teritorial
Cina seperti Tibet dan Inner Mongolia. Sementara itu keturunan bangsa Mongol
lainnya membangun dinasti Savafids di Iran dan Mugahl di India.
Banyaknya suku ini
menyebar ke negara-negara di luar benua Asia, karena di zaman pemerintahan
Golden Horde (Pengelana Angkatan Emas), tentara suku Tartar menguasai Moskow
(Rusia) dan sekitarnya. Setelah runtuh kemudian pada masa pemerintahan Turki
Ottoman (Ustmani), suku Tartar berperang hingga ke Polandia (negara Eropa
timur) yang berbatasan dengan negara Kekaisaran Romawi Suci (Jerman).
Sisanya suku ini
tinggal di negara Turki, Rumania, Belarusia, Amerika Serikat, Polandia,
Georgia, Lithuania, Moldova, Latvia, Estonia, dan Finlandia. Di disiplin ilmu
militer, saat ini resimen Tartar, merupakan pasukan khusus dari Garda (Penjaga)
Nasional di Republik Islam Iran yang bertanggung jawab langsung ke Presiden
Iran.
Kemudian tak kalah
penting, suku Tartar juga masuk di dalam suku minoritas dilindungi Republik
Rakyat Tiongkok (RRT). Bahkan diperlakukan khusus dibanding suku minoritas lain
yang mayoritas beragama Islam di Tiongkok.
Menurut data terakhir
hasil dari sensus penduduk, saat ini di Tiongkok kurang lebihnya ada sekitar
7.500 warga Tartar. Sebagian besar tinggal di Kota Yining, Tacheng, dan Urumqi
di wilayah Otonomi Xinjiang.
Sejarah mereka di
Tiongkok berasal dari Dinasti Tang (618-907), ketika suku Tartar diperintah
oleh Khanate Turki (Turki di zaman dulu sebutan subsuku Mongol, saat ini jadi
nama sebuah negara di Eropa Timur) nomaden di Tiongkok utara. Suku Tartar
awalnya menjadi tentara bayaran bagi kekuasaan kuno di Tiongkok kuno, Persia
(Iran), maupun Romawi Byzantium.
Sedangkan perkenalan
suku Tartar dengan Islam di akhir pemerintahan Dinasti Tang atau abad 10,
karena Dinasti Abasyiah di Baghdad mengirim banyak penyebar Islam ke perbatasan
Tiongkok maupun Rusia. Menjadi agama besar resmi suku ini, ketika Tiongkok
diperintah Dinasti Yuan sekitar abad 13 akhir.
Karena tempat tinggal
yang padang rumput maupun gurun di Asia Tengah yang menghadap ke gerbang Eropa
Timur, juga berada di Jalur Sutra. Suku sebelum menjadikan Islam sebagai agama
mayoritas suku mereka, pernah menjadikan Gunung Tian Shan (Pegunungan Angkasa)
sebagai padepokan mereka.
Gunung Tian Shan,
banyak mengilhami para sastrawan Tiongkok sejak zaman Dinasti Tang hingga Ming,
ihwal kehebatan tentara dari gunung yang sering dinaungi langit biru bersih di
kala musim panas itu. Di gunung yang puncaknya selalu diselimuti salju ini, ada
legenda Genghis Khan pernah berdoa di situ sebelum menaklukkan suku Tartar,
untuk dimasukkan ke bala tentaranya demi menembus Tembok Besar Tiongkok, guna
menaklukkan Dinasti Jin yang kemudian Dinasti Sung Selatan.
Saat ini kaki Gunung
Tian Shan berada di Tiongkok, Pakistan, India, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan
Uzbekistan. Gunung Tian Shan ini di zaman Genghis Khan sebagai kuil besar
Serigala Biru (Blue Wolf) atau hewan piaraan Tuhan (Tengri).
Tartar tumbuh dalam
kekuatan tentara, dan nama mereka digunakan untuk merujuk kepada beberapa suku
di utara setelah Dinasti Tang. Tanah Air mereka (Tartar) kemudian dijajah oleh
Genghis Khan yang ingin mendirikan Pan Mongol Raya, dan ketika Mongol menyerang
Eropa. Banyak suku-suku di Asia maupun Eropa menyebut mereka Tartar.
Bukan hanya Arab dan
Eropa, bahkan Korea, Jepang, Indonesia, dan Malaysia menyebut tentara Mongol
dengan sebutan Tartar. Padahal sebenarnya suku ini kecil namun karena pandai
bertempur, banyak pendekar kuno mengaku dari Gunung Tian Shan, baik di Persia
(Iran) maupun Tiongkok, hingga Korea.
Di abad 14 Masehi, di
Eropa maupun Arab, Tartar menjadi sebutan bagi campuran bangsa dari kawasan
timur dan mayoritas beragama Islam. Sedangkan Mongol, bangsa ras kuning yang
berasal dari timur dan mayoritas bukan beragama Islam.
Gunung Tian Shan tak
akan termasyhur sekarang ini, kalau tidak karena kejayaan tentara Tartar di
masa silam.
Pada pertengahan abad
13, Batu, cucu Genghis Khan, mendirikan Khanate (Kerajaan di bawah kekuasaan
Mongol) Pengelana Angkatan Emas di Asia Tengah. Pada masa kejayaannya, kerajaan
Angkatan Emas (Golden Horde) setelah raja-rajanya menjadi Islam, merupakan
kekuasaan penting yang menguasai Moskow (Rusia) hingga perbatasan Tiongkok
maupun Persia. Bala tentara khususnya bernama Brigade Tartar.
Tentara Salib maupun
tentara Arab yang berperang karena rebutan Yerusalem (Israel-Palestina), pernah
dikalahkan para tentara Pengelana Angkatan Emas ini. Kekuasaan Kerajaan
Pengelana Emas ini mulai menurun pada abad 15, dan Khanate Kashan mulai meningkat
pada tengah mencapai Sungai Volga Bulgar (Rusia) dan di daerah sepanjang Sungai
Kama.
Para penguasa dari
Khanate Kashan, membanggakan kekuatan mereka, mulai menyebut diri mereka
Tartar, anak-anak bangsa Mongol. Sejarah pengembaraan suku Tartar sendiri
terbentang dari kerajaan pulau di daerah Nanyang hingga Polandia (Eropa).
Masjid suku Tartar di abad 15 di Polandia saat ini masih dipergunakan keturunan
suku ini, namun tak ada jejak suku ini ketika menjelajah ke Nanyang yang kala
itu ingin menghukum Raja Singasari (Indonesia) di abad 13, diduga karena
menjajah dalam waktu singkat.
Tartar secara bertahap
menjadi nama diakui untuk penduduk Kashan Khanate. Kelompok suku Tatar hari ini
dibentuk melalui campuran dari suku Baojiaer, Kipchacks, dan Mongolia selama
periode yang panjang.
Setelah abad 19, krisis
perhambaan di Tsar Rusia memburuk, dan pemilik budak intensif merampas tanah
mereka. Sebagian besar tanah Tartar di sepanjang Sungai Volga dan Kama saling
berebut kekuasaan, dan suku Tartar terpaksa mengungsi. Beberapa pergi ke selatan
ke Asia Tengah dan kemudian ke selatan Xinjiang (Tiongkok).
Pada akhir abad 19,
Tsar Rusia diperluas ke Xinjiang, dan memenangkan hak istimewa perdagangan di
sana. Untuk sementara waktu, pedagang Rusia pergi ke Xinjiang, dan diikuti oleh
pedagang Tartar dari Kashan. Akhirnya makin banyak suku Tartar tinggal di
Xinjiang untuk berdagang.
Selama periode ini,
banyak intelektual dan ulama Tatar pindah ke Xinjiang. Sampai awal abad 20,
aliran berkelanjutan suku Tartar datang ke Xinjiang dari Rusia.
Bahasa Tartar milik
keluarga bahasa Turki dari sistem bahasa Altai. Karena Tatar bergaul bebas di
Xinjiang dengan Uygurs, dan Kazaks, tiga bahasa suku memiliki efek yang kuat
pada satu sama lain, dan telah menghasilkan berbagai dialek lokal. Bahasa Tatar
ditulis berdasarkan huruf Arab.
Pada akhir abad 19 ke
20 an awal, beberapa pedagang kaya Tartar menjaring keuntungan besar dan
memaksa pedagang kecil ke jurang kebangkrutan. Dari beberapa Tartar terlibat
dalam peternakan, sebagian besar peternak miskin yang memiliki beberapa hewan
dan tidak ada padang rumput.
Sejak 1949, orang-orang
Tartar telah menikmati hak politik yang sama di Xinjiang, di mana banyak
kelompok etnis tinggal di komunitas erat. Mereka memiliki perwakilan di Kongres
Rakyat Nasional di Beijing dan berbagai tingkatan pemerintah.
Walaupun superkecil di
Tiongkok, karena besarnya sejarah Tartar yang memperkenalkan budaya Tiongkok ke
Arab, Rusia, dan Eropa Timur, perwakilan suku ini tiap tahun diundang di Sidang
Rakyat di Kongres Rakyat Nasional di Beijing.
Serangkaian reformasi
sosial Beijing, telah melepaskan petani Tartar miskin dari eksploitasi dan
penindasan feodal. Beberapa kini telah menjadi pekerja industri penting di
Xinjiang.
Pengembangan pendidikan
Tatar dimulai pada akhir abad 19 ketika dibuka sekolah ulama Tartar di beberapa
daerah. Selain mengajarkan sejarah, Alquran, dan hukum Islam, sekolah-sekolah
mengajarkan aritmetika dan bahasa Mandarin. Sekolah Tatar bekerja sama
pemerintah, didirikan pada tahun 1942, adalah salah satu sekolah modern yang
paling awal bagi etnis minoritas di Xinjiang.
Ini memainkan peran
aktif dalam mereformasi pendidikan agama lama dan pengajaran sains dan budaya. Banyak
intelektual Tatar awal abad ini, bekerja keras untuk mendirikan dan menjalankan
sekolah. Sebagian pergi jauh ke daerah pedesaan, dan memainkan peran besar
dalam membangun pendidikan menyebabkan Xinjiang lebih modern. Usaha mereka
tidak hanya menguntungkan suku Tatar, tetapi juga Uygur, Huis, Kazaks, Xibes,
dan Uzbek.
Kebanyakan Tatar di
kota-kota tinggal di rumah beratap datar dilengkapi dengan cerobong asap lumpur
untuk pemanasan. Mereka suka menggantung permadani di dalam rumah mereka, yang
biasanya sangat bersih dan rapi. Halaman ditanami bunga dan pohon-pohon
memiliki penampilan kebun kecil. Tatar di wilayah pastoral telah beradaptasi
untuk hidup nomaden, dan tinggal di tenda-tenda.
Orang Tartar biasanya
mengenakan kemeja putih bordir di bawah rompi hitam pendek atau gaun panjang.
Celana mereka juga hitam. Mereka sering mengenakan kecil hitam-putih bordir
topi, dan topi bulu hitam di musim dingin.
Wanita mengenakan topi
bunga kecil bertatahkan mutiara, dan panjang putih, kaus merah kuning atau
keunguan dengan lipatan. Perhiasan mereka termasuk anting-anting, gelang dan
kalung mutiara merah. Sejak pembebasan, gaya yang lebih modern telah
memengaruhi baik laki-laki dan pakaian perempuan, dan semakin banyak Tartar
sekarang mengenakan pakaian gaya Barat.
Sebagian besar dari
suku Tartar di kota-kota milik keluarga monogami kecil. Putra dan putri hidup
terpisah dari orang tua mereka setelah mereka menikah, namun mereka masih
mendukung orang tua mereka sampai mereka mati, menunjukkan rasa hormat besar
bagi orang tua mereka.
Intermarriages antara
Tartar dan kelompok etnis lainnya percaya dalam Islam cukup umum. Sebuah
pernikahan Tartar diadakan di rumah pengantin wanita sesuai dengan aturan agama
Islam.
Pengantin baru harus
minum air gula dari cangkir yang sama, melambangkan kehidupan manis yang
panjang bersama-sama. Biasanya, pengantin pria harus hidup untuk beberapa waktu
di rumah orang tuanya-di-hukum itu, dan dalam beberapa keluarga, tidak harus
pergi ke rumahnya sendiri sampai anak pertama lahir.
Bayi menerima berkat
agama Islam resmi tiga hari setelah kelahiran. Nama-nama bayi Tartar mereka
biasanya diambil dari klasik Islam. Seorang anak biasanya mengambil nama
keluarga dari ayah atau kakek. Ritus-ritus cradle diadakan tujuh minggu
kemudian, dengan dudukan dan pakaian yang disediakan oleh nenek.
Kemudian 40 hari
setelah kelahiran anak, dia bermandikan air diambil dari 40 tempat, kebiasaan
dimaksudkan untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat. Ketika seseorang
meninggal, tubuh diselimuti dengan kain putih sesuai dengan praktik Islam.
Kehidupan budaya Tartar
kaya dan berwarna-warni. Musik mereka memiliki irama hidup, dan beberapa alat
musik yang digunakan, termasuk “Kunie” (seruling kayu), yang “Kebisi” (semacam
harmonika), dan biola dengan dua senar. Tatar tarian yang meriah dan ceria.
Pria menggunakan banyak gerakan kaki, seperti jongkok, menendang, dan melompat.
Perempuan bergerak
pinggang dan lengan lebih. Gaya tarian mereka menggabungkan fitur dari Uygur,
Rusia, dan tarian Uzbek, tetapi juga memiliki karakteristik unik mereka
sendiri.
Pada festival, suku
Tatar sering mengadakan kontes menari massal. “Festival Kepala Plough” adalah
musim semi setiap pertemuan besar tahunan, yang diadakan biasanya pada tempat
berpemandangan indah, dan termasuk permainan kolektif seperti menyanyi, menari,
balap gulat, kuda dan tarik-menarik perang.
Permainan mereka
menikmati sebagian besar adalah “melompat berjalan” kontes. Semua kontestan
memegang telur di sendok di mulut mereka. Yang pertama untuk mencapai garis
finish tanpa menjatuhkan telur adalah pemenangnya. Drama Tartar mulai
mengembangkan lebih awal dari mereka yang sebagian besar kelompok etnis lain di
Xinjiang.
Pada awal 1930-an,
rombongan drama Tartar telah dibentuk dan mulai memberikan pertunjukan di
Tacheng dan Urumqi. Dikarenakan hubungan ekonomi Tiongkok dengan negara-negara
Arab dan Rusia yang makin deras, pejabat politbiro kebudayaan Tiongkok salah
satunya mengutus drama Tartar. Sekian.
Dirangkum dari berbagai
sumber
0 on: "Imperium Mongolia : Bangsa Penakluk Terbesar Sepanjang Sejarah"