Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Sejauh ini, sosok Dracula yang akan kita ulik ini kita
mengenalinya sebagai tokoh yang berperingai kejam dan sangat gemar minum darah.
Drakuca juga harus kita akui namanya kondang seantero jagad ini, bahkan
presiden Amerika paling terkenal sekalipun lewat. Jauh, tidak ada apa – apanya.
Sekedar ingin bukti, hambok tanya
anak – anak?
Sejatinya karakter Drakula
jadi vampir itu adalah fiksi, alias
buatan manusia, yaitu buatan Bram Stroker, asal Irlandia pada tahun 1897 dalam
novelnya Dracula. Dia sendiri mendapatkan inspirasi untuk menulis novel ini
setelah meminjam buku dari salah satu perpustakaan di Inggris. Novel ini kemudian laris manis sampai dibuat
berbagai filmnya. Stroker sendiri tidak diketahui dengan jelas apa motifnya
mengangkat cerita ini.
Saking terkenalnya Dracula,
sehingga kemudian tercetaklah pada ingatan yang kuat setiap orang. Sejauh ini
kita mengenal sosok drakula adalah sesosok siluman berjubah hitam, berperangai
kejam, memiliki gigi taring yang sewaktu-waktu dapat memanjang untuk menghisap darah
korban-korbannya. Seiring perkembangan cerita, variasi karakter Dracula tidak
hanya ditampilkan dengan sosok lelaki berjubah saja, tapi ada juga
perempuan-perempuan penghisap darah sebagai lawan main si Dracula pria.
Kemudian semakin ngelantur lagi, sineas barat membuat kisah percintaan antara Dracula
dan manusia. Dan anehnya, film ini amat digandrungi oleh para kawula muda.
Lantas, sang karakter Dracula tersebut menjadi idola yang dielu-elukan.
Jika saja sejak dulu
kita tahu siapa sosok Dracula sebenarnya, saya yakin kita berpikir panjang atau
bahkan memuntahkan mentah – mentah pandangan untuk sekadar kagum pada sosok
yang semakin kesini dikultuskan bak pahlawan. Terlebih jika sampeyan muslim. Karena
cerita ini berkait erat dengan sejarah umat Islam pada masa lalu.
Drakula bukanlah mitos.
Drakula bukanlah siluman yang takut akan sinar matahari atau alih – alih sebagai
sosok hantu yang hanya dapat dikalahkan oleh salib dan bawang putih. Sama sekali
bukan. Drakula adalah penguasa kejam yang memperkenalkan hukum sula, yaitu
menusuk manusia dari dubur ke kepala dengan balok kayu. Yang dibunuh oleh Dracula
banyak, termasuk orang Turki, Transylvania sendiri, dan orang Jerman. Bahkan naudzubillah bayipun dia sula! Karena
kegemarannya yang seperti itu diapun kemudian mendapat julukan Vlad Tepes atau
Vlad sang Penyula!
Sebagai tokoh fiksi,
Dracula adalah manusia vampir yang haus darah. Dalam sejarah nyatanya, Drakula
adalah manusia bengis yang tabiat aslinya tertutupi oleh lembaran cerita fiksi
yang dipopulerkan Bram Stroker melalui novelnya. Senyatanya, Drakula adalah
sebagai pembantai khususnya umat Islam, meski dia pernah ‘nyantri’ (belajar
agama Islam) sebelumnya. Baik, mari kita susuri sejarah si Om berjubah hitam yang
kerahnya lupa dilipat ini.
Membincang tentang Dracula
(1431-1474) maka kita membincang juga sejarah jatuh bangunnya kekuasaan Dinasti
Ottoman di Turki. Sejarah menyebutkan bahwa Dracula merupakan anak kedua dari
Vlad II penguasa Wallachia (kini salah satu dari tiga provinsi di Rumania) sebagai
buah perkawinannya dengan Cjeajna, seorang putri dari Moldavian. Ketika itu,
Wallachia adalah wilayah yang selalu diperebutkan oleh Ottoman dan
kerajaan-kerajaan Eropa Tengah.
Vlad II adalah salah
satu penguasa yang tunduk pada Raja Sigismund dari Hongaria. Sigismund pula
yang membawanya menjadi anggota perkumpulan Naga, kelompok bangsawan yang
bertekad mengamankan panji-panji Gereja dari ancaman Ottoman. Untuk menabalkan
keanggotaannya itu, Vlad menambahkan kata Dracul, yang dalam bahasa Rumania
berarti naga, untuk nama belakangnya. Jadilah ia Vlad Dracul, yang tugas
pokoknya mengamankan pasokan logistik dari Transylvania ke Konstantinopel, yang
ketika itu masih menjadi ibu kota Roma Timur.
Tak lama setelah Vlad
II disumpah menjadi anggota kelompok Naga, anak lelaki keduanya lahir. Ia
diberi nama Dracula, yang dalam bahasa Rumania berarti anak naga. Situasi
Wallachia pada saat itu relatif tenang, karena Kerajaan Hongaria dengan Turki
terikat sebuah perjanjian damai. Sebagai darah biru selain mendapatkan
pelajaran agama, Dracula juga mempelajari ilmu sosial dan eksakta. Namun
kegemarannya bukan pada ilmu-ilmu itu melainkan pada kemampuan berperang. Sepanjang
hari selain belajar ketrampilan menunggang kuda, ia juga gemar berkelahi.
Suasana berubah ketika
Sigismund digantikan Vladislaus. Raja baru ini mengangkat pedang melawan
Ottoman. Perang pun berkecamuk. Tak ayal, secara tidak langsung situasi seperti
ini mempengaruhi kehidupan bocah Dracula, ia tumbuh di lingkungan yang hingar
bingar dengan perang. Hampir setiap saat ia saksikan prajurit yang pulang
perang dengan berbagai kondisi – ada yang sehat bugar, kehilangan anggota
badan, banyak juga yang sudah tidak bernyawa. Melihat kondisi tersebut mau
tidak mau kesadaran bocahnya mencecap yang terjadi di sekitarnya.
Vlad II, yang cenderung
tak menyetujui rencana perang tersebut, kemudian menarik diri dan menyatakan tidak
ingin terlibat. Ia menentang perintah Gereja untuk mengirim pasukan. Pilihannya
itu membawanya pada posisi sulit. Apalagi, ternyata John Hanyadi, yang memimpin
pasukan Salib, dikalahkan tentara Ottoman. Vlad II dicap sebagai pengkhianat. Kemudian
dalam posisi terjepit, Vlad II meminta perlindungan Sultan Turki, Murad II. Tapi
dia harus tunduk pada Ottoman, yang ketika itu berpusat di Edirne (menjadi kota
di perbatasan Turki dengan Rumania).
Konsekuensi sebagai
raja taklukan, Vlad II pun harus merelakan Dracula (yang ketika itu berusia 11
tahun) bersama adiknya, Radu (adik tirinya), diboyong ke Edirne dan dididik
secara Islam dalam pengawasan Murad II. Jadilah Dracula dan adiknya itu santri
di Edirne. Hobi Dracula pada saat itu adalah menonton eksekusi mati penjahat
dan pengkhianat kerajaan di Edirne.
Radu yang berwajah
tampan rupanya lebih bijak dalam belajar ‘ngaji’ sedangkan Dracula sering
bolos, dia lebih suka menonton orang dihukum mati di lapangan. Bibit-bibit
kekejian Dracula juga tercermin dari kebiasaannya menyunduk binatang. Setiap
tidak ada kegiatan kebiasaan Dracula akan menangkap binatang yang ada di
sekitarnya, entah itu tikus, kecoak, laba-laba, burung atau hewan lainnya.
Binatang yang telah ia tangkap tersebut kemudian ia sunduk seperti penjual sate
menyunduk irisan-irisan daging kambing. Nah, karena banyak bertingkah nyeleneh,
dia sering mendapat hukuman di Turki, itulah yang menyebabkan dia dendam pada
Kesultanan Turki.
Singkat cerita, Selama
di Turki , kedua anak tersebut dididik secara Islam sesuai dengan Tradisi
Turki. Selain belajar agama di madrasah mereka juga belajar ketrampilan perang.
Seiring dengan perkembangan waktu kedua anak tersebut berkembang dengan
karakter masing-masing.
Dracula berkembang
menjadi pribadi pembangkang dan berperangai keji. Sedangkan Radu Tumbuh menjadi
anak yang patuh. Selain sikap pemberontakannya yang menjadi-jadi, sifat-sifat
keji Dracula juga semakin terasah di Turki ini. Begitulah kehidupan Dracula
ketika di Turki.
Belakangan, Vlad II
terbunuh oleh John Hanyadi yang di dukung Hongaria. Bahkan bukan hanya
bapaknya, kakak tirinya pun ikut terbunuh. Dracula yang sudah dewasa dikirim
Raja Ottoman (ketika itu sudah beralih ke Mahmud II) kembali ke Wallachia untuk
merebut tahta, dengan bantuan tentara Turki. Misi ini berhasil, kemuadian ia
menggantikan bapaknya dengan gelar Vlad III.
Seperti kacang lupa
kulitnya, setelah berhasil naik tahta Dracula justru membantai prajurit Turki yang
telah membantunya. Peristiwa inilah yang menjadi titik pangkal pertentangan
antara Dracula dan Muhammad II. Ia membantai tidak kurang dari 23.000 warga
muslim di sekitar Wallachia. Kebanyakan dibunuh dengan disula dan ada juga yang
dibakar hidup-hidup dan dipaku kepalanya. Bukan cuma orang Turki, tetapi juga
orang Transylvania dan juga Jerman. Nah, karena kekejian inilah kemudian
sejarah menggelarinya dengan Vlad Tepes atau Vlad sang Penyula! Seperti yang
sudah saya narasikan di awal tulisan ini.
Pada perkembangannya
Dracula bertolak yang dulunya bagian dari tentara Islam di Turki, kemudian
berbalik menjadi tentara salib yang berdiri di garda depan melawan umat muslim
serta dengan keji membantai mereka.
Mahmud II baru
menangani Dracula setelah berhasil merebut Konstantinopel, tahun 1453. Dikirimlah
Radu, adik tiri ke Wallachia, daerah terdekat dari Transylvania untuk
melindungi orang-orang Turki di sana. Pertempuran tidak dapat terelakan
termasuk jatuh korban istri Dracula yang jatuh bunuh diri dari menara kastil,
sedangkan Dracula malah kabur diam-diam ke Hungaria. Dracula melarikan diri ke
Hungaria lewat lorong rahasia. Kemudian dia bersekutu dengan Hungaria dan
mencoba menyerang kembali Wallachia.
Rupanya Dracula musuh yang liat. Akhirnya dengan bantuan
Sultan Muhammad II, Drakuca berhasil dibunuh dalam pertempuran di dekat sungai
Snagov pada bulan Desember 1476. Di akhir hidupnya, Dracula tewas terpenggal
kepalanya dalam pertempuran di Danau Snagov melawan pasukan Muhammad II.
Kemudian kepala Dracula yang tepenggal di bawa ke Konstantinopel sebagai bukti
bahwa dia telah terbunuh. Oleh Sultan Muhammad II kemudian kepala tersebut
dipancang di tengah alun-alun selama beberapa hari. Setelah peristiwa ini, para
sejarawan berbeda pendapat tentang keberadaan kepala Dracula. Kuburan Dracula
pun sampai kini masih tetap menjadi misteri.
Nah, dari lembar fakta
sejarah diatas. Dulunya, saya beranggapan jika Stalin adalah seorang penguasa tiran
terkejam sepanjang sejarah, tapi ia tergeser oleh sosok Dracula ini. Pendek kata,
simpulan dari tulisan ini adalah Dracula menempati posisi puncak manusia
terkejam dibanding penguasa tiran lainnya.
Di penghujung tulisan
ini saya akan kutip sedikit buku “Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang
Salib”, karya Hyphatia Cneajna. Dalam buku tersebut mengungkapkan jumlah umat
Islam yang menjadi korban pembantaian Dracula mencapai 300.000 manusia (selain
beberapa penduduk Wallachia yang tunduk di bawah rezimnya). Pembantaian
tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang terbilang teramat biadab. Seperti
dipaku kepalanya, dibakar hidup-hidup, dikuliti hidup-hidup, direbus dalam
bejana besar. Dikerat payudaranya, dirusak kelaminnya, dimangsakan binatang
buas, dicekik, dipotong anggota badannya, diseret menggunakan kuda, hingga
tingkat yang paling kejam yang jika ditulis akan menghabiskan banyak kosa kata
dalam tulisan ini. Dan yang terakhir Hyphatia (penulisnya) memposisikan Dracula
sebagai tiran terkejam sepanjang masaialah penyiksaan dengan cara penyulaan.
Sungguh, saya tidak
berani membayangkan betapa sakitnya korban-korban penyulaan tersebut yang tidak
hanya ditujukan pada orang dewasa, melainkan anak-anak dan bayi. Tuntas sudah
obsesi masa kecil Dracula yang memiliki kegemaran menyula binatang. Setelah
menginjak dewasa dan memiliki kekuasaan Dracula kian menjadi-jadi, kekejamannya
melebihi binatang. Ditegaskan lagi, Dracula bukanlah fiksi, Dracula memang ada
dan dia adalah manusia, bukan hantu atau siluman. Dracula adalah santri yang
keblinger! Nuwun
Referensi :
Dracula,
Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib, Hyphatia Cneajna.
Sultan Mehmed II
Sang Pembantai Dracula, Orhan Basarab.
Wikipedia
0 on: "Sejarah Dracula Mantan Santri yang Keblinger"