Akarasa – Gong Xi Fa
Chai, selamat tahun baru Imlek bagi kisanak yang merayakannya. Sudah menjadi
pengetahuan bersama, bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak kerajaan dimasa
lampau, sebut saja beberapa di ataranya yakni : Kerajaan Kutai, Kerajaan
Tarumanegara, Kerajaan Pajajaran, kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan Bali, dan lain-lain.
Salah satu kerajaan
terbesar yang pernah ada di Indonesia adalah Kerajaan Majapahit. Wilayah
kekuasaannya meliputi seluruh Indonesia serta sebagian wilayah negara-negara
tetangga (Asia Tenggara). Sejarawan Mohammad Yamin menyebut kerajaan Majapahit
sebagai negara nasional kedua karena luas wilayah kekuasaannya yang luas hampir
seperti Indonesia sekarang. Negara Nasional pertama sebelumnya adalah Kerajaan
Sriwijaya.
Menurut kitab
Negarakertagama, wilayah kekuasan Majapahit mencakup Jawa, Sumatera,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan Indonesia bagian Timur. Sejarah Kerajaan
Majapahit sebenarnya adalah kelanjutan dari kerajaan Mataram Kuno. Raja
Airlangga sebagai raja Mataram Kuno yang terakhir pada tahun 1042 membagi
kerajaannya kepada kelima anaknya. Namun, hanya dua kerajaan yang terkenal yang
dapat dilacak jejaknya, yaitu Jenggala dan Panjalu. Kedua kerajaan ini saling
berperang. Panjalu berhasil mengalahkan Jenggala. Lalu, Panjalu lebih dikenal
dengan kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri
terletak di selatan Sungai Brantas, Jawa Timur. Mengenai silsilah raja Kediri
selengkapnya dapat membacanya pada buku Sejarah Indonesia. Yang dapat kita
pelajari dari sejarah kerajaan Kediri, yaitu banyaknya karya sastra yang
dihasilkannya. Satu di antaranya adalah Kitab Baratayuda. Raja Jayabaya--pada
pemerintahannya Kediri memasuki puncak kejayaan, menyuruh Mpu Sedah menulis
kitab tersebut pada tahun 1157.
Kitab itu sebenarnya
simbolisme perang saudara antara Panjalu dan Jenggala yang sama-sama keturunan
Airlangga. Dalam cerita Hindu Kuno, Kitab Baratayuda menceritakan perang
saudara Pandawa--tokoh baik, dan Kurawa--tokoh jahat. Selain itu, Kediri juga
meninggalkan cerita pewayangan yang terkenal yaitu Gatotkacasraya.
Menurut catatan
perjalanan saudagara Cina bernama Kho Kufei (1200 M), rakyat kerajaan Kediri
telah memiliki kesadaran membayar pajak. Rumah-rumah penduduknya bersih dan
teratur dan Kediri memiliki armada laut yang kuat, meskipun mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani. Namun, kisah kerajaan Kediri tak berlangsung
lama karena Kediri ditaklukkan oleh Ken Arok (pendiri kerajaan Singosari pada
tahun 1222).
Ken Arok sebenarnya
seorang keturunan rakyat biasa yang membunuh akuwu (bupati) Tumapel--sebuah
daerah dari kerajaan Kediri, yang bernama Tunggul Ametung. Puncak kejayaan
kerajaan Singosari pada masa Raja Kertanegara yang berhasil memperluas daerah
kekuasaan dan melalukan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Tujuan ekspedisi
itu untuk merebut tanah Melayu dan membendung kerajaan Cina di bawah Raja
Kubilai Khan yang sedang memperluas wilayahnya hingga ke Nusantara.
Namun, kerajaan
Singosari hanya bertahan 70 tahun saja yaitu 1222-1292 karena raja-raja silih
berganti melalui aksi saling bunuh antara kerurunan Ken Arok dan Tunggul
Ametung hingga empat generasi.
Lalu, Kerajaan
Majapahit sebagai kerajaan yang terbesar sebenarnya merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Kediri. Pemimpin pasukan dari Kerajaan Kediri yang bernama Raden
Wijaya yang berhasil meloloskan diri dari serangan Jayakatwang (raja dari
Singosari) akhirnya mendirikan Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit yang
berdiri tahun 1293 dengan Raden Wijaya sang pendiri kerajaan tampaknya
memperhatikan adanya dua kerajaan yang dahulu didirikan oleh Airlangga. Dua
kerajaan tersebut adalah Kadiri alias Daha, dan Janggala alias Kahuripan atau
Jiwana. Keduanya oleh Raden Wijaya dijadikan sebagai daerah bawahan yang paling
utama. Daha di barat, Kahuripan di timur, sedangkan Majapahit sebagai pusat.
Pararaton mencatat
beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Bhatara
i Kahuripan, atau disingkat Bhre
Kahuripan. Yang pertama ialah Tribhuwana Tunggadewi putri Raden Wijaya.
Setelah tahun 1319, pemerintahannya dibantu oleh Gajah Mada yang diangkat
sebagai patih Kahuripan, karena berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti. Hayam
Wuruk sewaktu menjabat yuwaraja juga berkedudukan sebagai raja Kahuripan
bergelar Jiwanarajyapratistha. Setelah naik takhta Majapahit, gelar Bhre
Kahuripan kembali dijabat ibunya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi.
Sepeninggal Tribhuwana
Tunggadewi yang menjabat Bhre Kahuripan adalah cucunya, yang bernama
Surawardhani. Lalu digantikan putranya, yaitu Ratnapangkaja. Sepeninggal
Ratnapangkaja, gelar Bhre Kahuripan disandang oleh keponakan istrinya (Suhita)
yang bernama Rajasawardhana. Ketika Rajasawardhana menjadi raja Majapahit,
gelar Bhre Kahuripan diwarisi putra sulungnya, yang bernama Samarawijaya.
Setelah raja Śri Kĕrtānegara gugur, kerajaan Singhasāri berada di bawah
kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri.
Salah satu keturunan
penguasa Singasāri, yaitu Raden Wijaya, kemudian berusaha merebut kembali
kekuasaan nenek moyangnya. Ia adalah keturunan Ken Arok, raja Singāsāri pertama
dan anak dari Dyah Lěmbu Tal. Ia juga dikenal dengan nama lain, yaitu Nararyya
Sanggramawijaya.
Menurut sumber sejarah,
Raden Wijaya sebenarnya adalah mantu Kertanagara yang masih terhitung
keponakan. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia mengawini dua anak sang raja
sekaligus, tetapi kitab Nagarakertagama menyebutkan bukannya dua melainkan
keempat anak perempuan Kěrtanāgara dinikahinya semua.
Pada waktu Jayakatwang
menyerang Singhasāri, Raden Wijaya diperintahkan untuk mempertahankan ibukota
di arah utara. Kekalahan yang diderita Singasari menyebabkan Raden Wijaya
mencari perlindungan ke sebuah desa bernama Kudadu, lelah dikejar-kejar musuh
dengan sisa pasukan tinggal duabelas orang. Berkat pertolongan Kepala Desa
Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat menyeberang laut ke Madura dan di sana memperoleh
perlindungan dari Arya Wiraraja, seorang bupati di pulau ini.
Berkat bantuan Arya
Wiraraja, Raden Wijaya kemudian dapat kembali ke Jawa dan diterima oleh raja
Jayakatwang. Tidak lama kemudian ia diberi sebuah daerah di hutan Těrik untuk
dibuka menjadi desa, dengan dalih untuk mengantisipasi serangan musuh dari arah
utara sungai Brantas. Berkat bantuan Aryya Wiraraja ia kemudian mendirikan desa
baru yang diberi nama Majapahit. Di desa inilah Raden Wijaya kemudian memimpin
dan menghimpun kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap almarhum
Kertanegara yang berasal dari daerah Daha dan Tumapel.
Arya Wiraraja sendiri
menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden Wijaya bila saatnya
diperlukan. Rupaya ia pun kurang menyukai raja Jayakatwang. Tidak terduga
sebelumnya bahwa pada tahun Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang diutus oleh
Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasāri atas penghinaan yang pernah diterima
utusannya pada tahun 1289. Pasukan berjumlah besar ini setelah berhenti di
Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa melalui sungai
Brantas langsung menuju ke Daha.
Kedatangan ini
diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan
Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun
sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan
Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dengan kekuatan
yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng.
Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi Daha,
Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan
oleh pasukan Cina.
Dengan dikawal dua
perwira dan 200 pasukan Cina, Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit
untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Namun dengan menggunakan tipu
muslihat kedua perwira dan para pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden
Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina
yang masih tersisa yang tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak
demikian.
Tak kurang dari 3000 pasukan
kerajaan Yuan dari Cina ini dapat dibinasakan oleh pasukan Majapahit,
selebihnya melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban.
Akhirnya cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit
hatinya kepada Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing.
Ia kemudian mentahbiskan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan
Majapahit. Pada tahun 1215 Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama dengan
gelar Sri Kertarejasa Jayawardhana.
Keempat anak Kertanegara
dijadikan permaisuri dengan gelar Sri Parameśwari Dyah Dewi Tribhūwaneśwari, Sri Mahādewi Dyah Dewi Narendraduhitā, Sri Jayendradewi Dyah Dewi
Prajnyāparamitā, dan Śri Rājendradewi Dyah Dewi Gayatri. Dari Tribhuwaneswari
ia memperoleh seorang anak laki bernama Jayanagara sebagai putera mahkota yang
memerintah di Kadiri. Dari Gayatri ia memperoleh dua anak perempuan,
Tribhūwanottunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan)
dan Rājadewi Maharajasa di Daha.
Raden Wijaya masih menikah
dengan seorang isteri lagi, kali ini berasal dari Jambi di Sumatera bernama
Dara Petak dan memiliki anak darinya yang diberi nama Kalagěmět. Seorang
perempuan lain yang juga datang bersama Dara Petak yaitu Dara Jingga,
diperisteri oleh kerabat raja bergelar 'dewa' dan memiliki anak bernama Tuhan
Janaka, yang dikemudian hari lebih dikenal sebagai Adhityawarman, raja kerajaan
Malayu di Sumatera. Kedatangan kedua orang perempuan dari Jambi ini adalah
hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kěrtanāgara kepada raja
Malayu di Jambi untuk bersama-sama membendung pengaruh Kubhilai Khan.
Atas dasar rasa persahabatan
inilah raja Malayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua
kerabatnya untuk dinikahkan dengan raja Singhasāri. Dari catatan sejarah
diketahui bahwa Dara Jingga tidak betah tinggal di Majapahit dan akhirnya
pulang kembali ke kampung halamannya.
Raden Wijaya wafat pada
tahun 1309 digantikan oleh Jayanagara. Seperti pada masa akhir pemerintahan
ayahnya, masa pemerintahan raja Jayanagara banyak dirongrong oleh pemberontakan
orang-orang yang sebelumnya membantu Raden Wijaya mendirikan kerajaan
Majapahit. Perebutan pengaruh dan penghianatan menyebabkan banyak pahlawan yang
berjasa besar akhirnya dicap sebagai musuh kerajaan. Pada mulanya Jayanāgara
juga terpengaruh oleh hasutan Mahāpati yang menjadi biang keladi perselisihan
tersebut, namun kemudian ia menyadari kesalahan ini dan memerintahkan
pengawalnya untuk menghukum mati orang kepercayaannya itu.
Dalam situasi yang
demikian muncul seorang prajurit yang cerdas dan gagah berani bernama Gajah
Mada. Ia muncul sebagai tokoh yang berhasil mamadamkan pemberontakan Kuti,
padahal kedudukannya pada waktu itu hanya berstatus sebagai pengawal raja
(bekel bhayangkari). Kemahirannya mengatur siasat dan berdiplomasi dikemudian
hari akan membawa Gajah Mada pada posisi yang sangat tinggi di jajaran
pemerintahan kerajaan Majapahit, yaitu sebagai Mahamantri kerajaan.
Pada masa Jayanagara
hubungan dengan Cina kembali pulih. Perdagangan antara kedua negara meningkat
dan banyak orang Cina yang menetap di Majapahit. Jayanāgara memerintah sekitar
11 tahun, pada tahun 1328 ia dibunuh oleh tabibnya yang bernama Tanca karena
berbuat serong dengan isterinya. Tanca kemudian dihukum mati oleh Gajah Mada. Karena
tidak memiliki putera, tampuk pimpinan Majapahit akhirnya diambil alih oleh
adik perempuan Jayanagara bernama Jayawisnuwarddhani, atau dikenal sebagai Bhre
Kahuripan sesuai dengan wilayah yang diperintah olehnya sebelum menjadi ratu.
Namun pemberontakan di
dalam negeri yang terus berlangsung menyebabkan Majapahit selalu dalam keadaan
berperang. Salah satunya adalah pemberontakan Sadĕng dan Keta tahun 1331
memunculkan kembali nama Gajah Mada ke permukaan. Keduanya dapat dipadamkan
dengan kemenangan mutlak pada pihak Majapahit.
Setelah persitiwa ini,
Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal, bahwa ia tidak akan
amukti palapa sebelum menundukkan daerah-daerah di Nusantara, seperti Gurun (di
Kalimantan), Seran (?), Tanjungpura (Kalimantan), Haru (Maluku?), Pahang
(Malaysia), Dompo (Sumbawa), Bali, Sunda (Jawa Barat), Palembang (Sumatera),
dan Tumasik (Singapura).
Untuk membuktikan
sumpahnya, pada tahun 1343 Bali berhasil ia ditundukan. Ratu Jayawisnuwaddhani
memerintah cukup lama, 22 tahun sebelum mengundurkan diri dan digantikan oleh
anaknya yang bernama Hayam wuruk dari perkawinannya dengan Cakradhara, penguasa
wilayah Singhāsari. Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja tahun 1350 dengan gelar
Sri Rajasanagara. Gajah Mada tetap mengabdi sebagai Patih Hamangkubhumi (mahapatih)
yang sudah diperolehnya ketika mengabdi kepada ibunda sang raja.
Di masa pemerintahan
Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesarannya. Ambisi Gajah Mada
untuk menundukkan nusantara mencapai hasilnya di masa ini sehingga pengaruh
kekuasaan Majapahit dirasakan sampai ke Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Kalimantan, Maluku, hingga Papua.
Tetapi Jawa Barat baru
dapat ditaklukkan pada tahun 1357 melalui sebuah peperangan yang dikenal dengan
peristiwa Bubat, yaitu ketika rencana pernikahan antara Dyah Pitalokā, puteri
raja Pajajaran, dengan Hayam Wuruk berubah menjadi peperangan terbuka di
lapangan Bubat, yaitu sebuah lapangan di ibukota kerajaan yang menjadi lokasi
perkemahan rombongan kerajaan tersebut.
Akibat peperangan itu
Dyah Pitaloka bunuh diri yang menyebabkan perkawinan politik dua kerajaan di
Pulau Jawa ini gagal. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa setelah peristiwa
itu Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang
Sunda yang tewas dalam peristiwa tersebut. Perlu dicatat bawa pada waktu yang
bersamaan sebenarnya kerajaan Majapahit juga tengah melakukan eskpedisi ke
Dompo (Padompo) dipimpin oleh seorang petinggi bernama Nala.
Setelah peristiwa
Bubat, Mahāpatih Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya karena usia
lanjut, sedangkan Hayam Wuruk akhirnya menikah dengan sepupunya sendiri bernama
Paduka Sori, anak dari Bhre Wengker yang masih terhitung bibinya. Di bawah
kekuasaan Hayam Wuruk kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan besar yang
kuat, baik di bidang ekonomi maupun politik. Hayam Wuruk memerintahkan
pembuatan bendungan-bendungan dan saluran-saluran air untuk kepentingan irigasi
dan mengendalikan banjir. Sejumlah pelabuhan sungai pun dibuat untuk memudahkan
transportasi dan bongkar muat barang.
Empat belas tahun
setelah ia memerintah, Mahapatih Gajah Mada meninggal dunia di tahun 1364.
Jabatan patih Hamangkubhūmi tidak terisi selama tiga tahun sebelum akhirnya
Gajah Enggon ditunjuk Hayam Wuruk mengisi jabatan itu. Sayangnya tidak banyak
informasi tentang Gajah Enggon di dalam prasasti atau pun naskah-naskah masa
Majapahit yang dapat mengungkap sepak terjangnya.
Raja Hayam Wuruk
mangkat tahun 1389. Menantu yang sekaligus merupakan keponakannya sendiri yang
bernama Wikramawarddhana naik tahta sebagai raja, justru bukan Kusumawarddhani
yang merupakan garis keturunan langsung dari Hayam Wuruk. Ia memerintah selama
duabelas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum turun tahta
ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak disetujui oleh Bhre
Wirabhumi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang menghendaki tahta itu dari
keponakannya.
Perebutan kekuasaan ini
membuahkan sebuah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg. Bhre
Wirabhumi yang semula memperoleh kemenanggan akhirnya harus melarikan diri
setelah Bhre Tumapel ikut campur membantu pihak Suhita. Bhre Wirabhumi kalah
bahkan akhirnya terbunuh oleh Raden Gajah. Perselisihan keluarga ini membawa
dendam yang tidak berkesudahan. Beberapa tahun setelah terbunuhnya Bhre
Wirabhumi kini giliran Raden Gajah yang dihukum mati karena dianggap bersalah
membunuh bangsawan tersebut.
Suhita wafat tahun
1477, dan karena tidak mempunyai anak maka kedudukannya digantikan oleh
adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kĕrtawijaya. Tidak lama ia memerintah digantikan
oleh Bhre Pamotan bergelar Śri Rājasawardhana yang juga hanya tiga tahun
memegang tampuk pemerintahan. Bahkan antara tahun 1453-1456 kerajaan Majapahit
tidak memiliki seorang raja pun karena pertentangan di dalam keluarga yang
semakin meruncing.
Situasi sedikit mereda
ketika Dyah Sūryawikrama Girisawardhana naik tahta. Ia pun tidak lama memegang
kendali kerajaan karena setelah itu perebutan kekuasaan kembali berkecambuk.
Demikianlah kekuasaan silih berganti beberapa kali dari tahun 1466 sampai
menjelang tahun 1500. Berita-berita Cina, Italia, dan Portugis masih
menyebutkan nama Majapahit di tahun 1499 tanpa menyebutkan nama rajanya.
Semakin meluasnya
pengaruh kerajaan kecil Demak di pesisir utara Jawa yang menganut agama Islam,
merupakan salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Sistem Perekonomian
Majapahit Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit
memiliki pejabat sendiri utk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yg
menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit
di Jawa.
Menurut catatan Wang
Ta-yuan pedagang Tiongkok komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada garam
kain dan burung kakak tua sedangkan komoditas impor adl mutiara emas perak
sutra barang keramik dan barang dari besi. Mata uang dibuat dari campuran perak
timah putih timah hitam dan tembaga. Selain itu catatan Odorico da Pordenone
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas perak dan
permata.
Ibu kota Majapahit di
Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang
diselenggarakan tiap tahun. Agama Buddha Siwa dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha Siwa
maupun Wisnu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelum
arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit
berkualitas baik secara geometris dengagn memanfaatkan getah tumbuhan merambat
dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yg masih dapat
ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Candi Bajangratu di Trowulan Mojokerto.
Struktur Pemerintahan
Majapahit Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yg
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan tampak struktur dan birokrasi
tersebut tak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap
sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan
dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah
raja biasa diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawah antara lain yaitu:
- Rakryan Mahamantri Katrini biasa dijabat putra-putra raja
- Rakryan Mantri ri Pakira-kiran dewan menteri yg melaksanakan pemerintahan
- Dharmmadhyaksa para pejabat hukum keagamaan
- Dharmma-upapatti para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri
Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yg terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau
Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu
terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yg anggota para sanak saudara
raja yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Di bawah raja Majapahit
terdapat pula sejumlah raja daerah yg disebut Paduka Bhattara. Mereka biasa
merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan
penghasilan kerajaan penyerahan upeti dan pertahanan kerajaan di wilayah
masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa
pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan yg dipimpin oleh seseorang
yg bergelar Bhre.
Daerah-daerah bawahan
tersebut yaitu:
- Kelinggapura
- Kembang Jenar
- Matahun
- Pajang
- Singhapura
- Tanjungpura
- Tumapel
- Wengker
- Daha
- Jagaraga
- Kabalan
- Kahuripan
- Keling
Raja-raja Majapahit
Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode
kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan
Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan
keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
- Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
- Kalagamet bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
- Sri Gitarja bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
- Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
- Wikramawardhana (1389 - 1429)
- Suhita (1429 - 1447)
- Kertawijaya bergelar Brawijaya I (1447 - 1451) Damarwulan masa Kuda Panole Jadi Patih
- Rajasawardhana bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
- Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
- Pandanalas atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
- Kertabumi bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
- Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
- Hudhara bergelar Brawijaya VII (1498-1518)
Tahun 1522 Majapahit
tidak lagi disebut sebagai sebuah kerajaan melainkan hanya sebuah kota.
Pemerintahan di Pulau Jawa telah beralih ke Demak di bawah kekuasaan Adipati
Unus, anak Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang masih keturunan Bhre
Kertabhumi. Ia menghancurkan Majapahit karena ingin membalas sakit hati
neneknya yang pernah dikalahkan raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya.
Demikianlah maka pada
tahun 1478 hancurlah Majapahit sebagai sebuah kerajaan penguasa nusantara dan
berubah satusnya sebagai daerah taklukan raja Demak. Berakhir pula rangkaian
penguasaan raja-raja Hindu di Jawa Timur yang dimulai oleh Ken Arok saat
mendirikan kerajaan Singasari, digantikan oleh sebuah bentuk kerajaan baru
bercorak agama Islam. Ironisnya, pertikaian keluarga dan dendam yang
berkelanjutan menyebabkan ambruknya kerajaan ini, bukan disebabkan oleh serbuan
dari bangsa lain yang menduduki Pulau Jawa. Sekian.
Disarikan dari berbagai
sumber terpilih
0 on: "Susur Galur Imperium Majapahit"