Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Tulisan ini adalah penawar rasa penasaran saya selama ini,
terhitung sejak saya menjejak kali pertama di kota Mataram, Nusa Tenggara Barat,
tahun 2012 yang lalu. Ya, selama ini saya bertanya-tanya, apa hubungannya nama kota
Mataram dengan nama Mataram (kerajaan di Jawa).
Dalam benak saya, tentu
ada hubungan mesra tentang penamaan kota Mataram ini dengan nama kerajaan
Mataram yang pernah berkuasa di Jawa, baik era Hindu-Budha atau pun Islam. Ternyata
dugaan saya keliru.
Dari beragam literai
yang saya dapatkan, hingga hari ini banyak pendapat yang menafsir sejarah kata
kota Mataram ini. Ada yang menyebut dari kata Mentaram, Mentarum, Matawis, dan
bahkan secara pejoratif (kalimat yang mengalami penurunan makna) ada yang
mengatakan berasal dari kata Mata-haram.
Ini sekedar pendapat
saya, sejauh yang saya tahu kata Mataram adalah dari bahasa Sansekerta dan
dipakai pertama kali dalam budaya di nusantara ini untuk nama sebuah kerajaan
Mataram, di Jawa. Jika merujuk dari Sansekerta, Mataram adalah dari kata Mata
yang berarti ibu dan Aram yang bermakna hiburan. Mataram, dalam bahasa
Sansekerta secara harfiah bisa diartikan sebuah hiburan untuk ibu atau persembahan
untuk ibu pertiwi.
Masih dalam bahasa
Sansekerta, kata Mataram juga bisa dari kata Matta yang berarti gembira atau
gairah dan Aram berarti hiburan. Lagi-lagi masih dalam bahasa Sansekerta, kata
Mataram bisa juga diambil dari kata Matta dan Ramya, yang berarti ramai, elok,
atau indah.
Jadi, sederhananya,
Matta-Aram atau Mataram berarti berarti pembangunan kerajaan atau kota ini
adalah sebagai lambang pernyataan kegembiran sebagai hiburan dan sekaligus
lambang kegairahan hidup untuk membangun tanah harapan yang menjanjikan masa
depan yang lebih cerah. Narasi di atas adalah kata Mataram versi Jawa lho ya,
saya belum menemukan asal usul kata yang dipakai kota Mataram, Lombok memakai
referensi dari suku kata bahasa apa.
Baik, kita sudahi
asal-usul kata Mataram untuk nama kota Mataram yang membuat saya penasaran
selama ini. Namun demikian, semoga ada dari kisanak, pembaca akarasa ini untuk
membagikan pengetahuannya tentang asal-muasal kata Mataram kota Mataram ini.
Mumpung masih di kota
Mataram, maksud saya membincang kota Mataram, tentu tidak bisa dilepaskan dari
sejarah pulau Lombok itu sendiri. Kebetulan saya ada beberapa literasi yang
akan saya rangkumkan buat kerabat akarasa sekalian.
Era pra sejarah bumi
Lombok hingga ini bisa dikatakan buram, belum ada data-data dari para ahli
serta bukti yang dapat menunjang tetang masa pra sejarah bumi Lombok ini.
Suku Sasak, pendiam
utama bumi Lombok ini disinyalir termasuk dari ras tipe Melayu yang konon telah
meninggali bumi Lombok tak kurang dari 2.000 tahun yang lampau. Bahkan diperkirakan
telah memduduki daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu. Artinya,
perdagangan antar pulau sudah aktif sejak jaman tersebut yang kemudian
mempengaruhi antar budaya satu sama yang lain.
Berkait dengan bumi
Lombok ini, Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
pemerintahan kerajaan Majapahit mengutipnya secara ekslpisit, yakni ‘lombok mirah sasak adi’. Kata lombok adalam bahasa kawi berarti lurus
atau jujur, kata mirah berarti
permata, kata sasak berarti
kenyataan, sedangkan kata adi artinya
yang baik atau yang utama. Maka, secara harfiah siratan kata yang termaktub
dalam Negarakertagama tersebut bermakna kejujuran adalah permata kenyataan yang
baik atau utama.
Sangat mungkin, makna
filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni bumi Lombok
yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestariakan
oleh anak cucunya kini. Dalam kitab-kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut
Lombok mirah dan Lombok adi . Beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok
dengan gumi selaparang atau selapawis.
Nah, sekarang kita
membincang tentang asal-usul penduduk pulau Lombok. Tentang asal-usul penduduk
asli pulau Lombok ini ada beberapa versi. Namun umumnya, dari berbagai literasi
yang ada, penduduk asli pulau Lombok ini berasal dari kata ‘sasak’. Sesuai dengan
etnis utama yang mendiami pulau Lombok ini. Kata sasak sendiri secara
etimologis berasal dari kata ‘sah’ yang bearti pergi, dan ‘shaka’ yang bearti
leluhur.
Dari pendekatan
etimologis ini, diduga leluhur orang Sasak adalah Jawa. Asumsi ini tentu saja
beralasan, hal ini terbukti dari tulisan Sasak yang oleh penduduk Lombok
disebut Jejawan, yakini aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh
kesusaateraan Sasak.
Sasak traditional
merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku Sasak merupakan etnis
utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa
berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, suku Sasak
sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI Masehi.
Kata Sasak pada
prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti
kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi
sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang Sasak.
Sejarah Lombok tidak
lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya
baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerajaan di Lombok maupun
ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan di luar pulau Lombok. Perkembangan era
Hindu, Buddha, memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang Hindu, dan
Bayan.
Kerajaan-kerajaan
tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasa dari kerajaan Majapahit
saat ekspedisi Gajah Mada di abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan Gel – Gel
dari Bali pada abad VI.
Antara Jawa, Bali dan
Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan.
Jika di telusuri asal – usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal itu
tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan
mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di
Lombok.
Pengaruh Bali memang
sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari ekspansi
yang dilakukan oleh kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau
Lombok dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara
budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang.
Hal tersebut dapat
dilihat dari munculnya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni
pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari
kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam sehingga terciptalah
genre kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.
Bumi Sasak silih
berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang melahirkan
kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Ada beberapa versi masuknya Islam ke
Lombok sepanjang abad XVI Masehi. Yang pertama berasal dari Jawa dengan cara
Islam masuk lewat Lombok timur. Yang kedua peng-Islaman berasal dari Makassar
dan Sumbawa. Ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran
tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok timur dan Lombok
tengah.
Mayoritas etnis sasak
beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya pengaruh Islam juga
berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran seperti wektu
telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan wektu
telu sudah kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lombok, hingga saat
ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lombok saja
khususnya di kota Mataram.
Silih bergantinya
penguasaan di bumi Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak
semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan Sasak. Sebagai bentuk dari
Pertemuan (difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal
kesenian, bentuk kesenian di Lombok sangat beragam. Kesenian asli dan pendatang
saling melengkapi sehingga tercipta genre-genre baru.
Kerajaan-Kerajaan di Lombok
Di antara sumber
sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan asal usul dari Lombok adalah
Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di pulau Lombok bernama
Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa
kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah
oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul
Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam
perdebatan.
Selintas, urutan
berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini bisa dirunut sebagai berikut, dengan
catatan bahwa ini bukan satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya,
kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan
Sambalia, Lombok Timur.
Dalam perkembangannya,
kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah
kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi
desa ini berdekatan dengan gunung Rinjani. Suatu ketika, gunung Rinjani
meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para
penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan
berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara Indera. Lokasi
kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah kerajaan Suwung
berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan Lombok.
Seiring perjalanan
sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran akibat serangan tentara
Majapahit pada tahun 1357 M. Raden Maspahit, penguasa kerajaan Lombok melarikan
diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit
keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam
perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama Selaparang.
Berkaitan dengan
Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode: pertama, periode Hindu yang
berlangsung dari abad 13 M, dan berakhir akibat ekspedisi kerajaan Majapahit
pada tahun 1357 M; dan kedua, periode Islam, berlangsung dari abad 16 M, dan
berakhir pada abad 18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan
kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.
Sebelum Abad 16 Lombok
berada dalam kekuasan Majapahit, dengan dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke
Lombok. Pada akhir abad ke 16 sampai awal abad ke 17, Lombok banyak dipengaruhi
oleh Jawa Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri Prapen, juga
dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan agama di suku
Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam.
Pada awal abad ke 18 M,
Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel-Gel Bali. Peninggalan Bali yang sangat
mudah dilihat adalah banyaknya komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah
Mataram dan Lombok Barat. Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua
daerah ini.
Lombok berhasil bebas
dari pengaruh Gel-Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan kerajaan
Selapang (Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh
Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di
Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok
Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.
Uraian di atas setidaknya
bisa menunjukkan bahwa, kerajaan-kerajaan tersebut benar-benar ada, pernah
berdiri, berkembang kemudian runtuh. Bagaimana informasi selanjutnya, seperti
kehidupan sosial budaya masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data
sejarah yang ada belum banyak mengungkap fakta tersebut.
Catatan sejarah yang
lebih berarti mengenai kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya
ekspedisi Majapahit tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu
Nala ini dikirim oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk
mempersatukan seluruh Nusantara di bawah imperium Majapahit. Pada tahun 1352 M,
Gajah Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah
taklukannya.
Ekspedisi Majapahit ini
meninggalkan jejak kerajaan Gel-Gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat
kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan
Selaparang di Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di
selatan.
Selain keempat kerajaan
tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong Samarkaton
serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng,
Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah
Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi
wilayah yang merdeka.
Di antara kerajaan dan
desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah kerajaan
Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk
Lombok yang strategis, sangat indah dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi
strategis dan banyaknya sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang
dari berbagai negeri, seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat
perdagangan yang ramai, maka kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.
Selanjutnya, Belanda
telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di nusantara. Watak
imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur perdagangan di nusantara
telah menimbulkan kemarahan kerajaan Gowa di Sulawesi. Jalur perdagangan di
utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya jalur selatan,
kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa
dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi,
karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan mendirikan kerajaan
Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.
Ekspansi Gowa
menimbulkan kekhawatiran Gel-Gel. Untuk mencegah agar Gel-Gel tidak
dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan perjanjian dengan Gel-Gel
tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining. Dalam perjanjian tersebut
diatur, Gel_Gel tidak akan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda,
sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya atas Selaparang. Perjanjian ini
tidak berlangsung lama, karena masing-masing pihak melanggar isi perjanjian
tersebut.
Untuk mengimbangi Gel-Gel
yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian Gowa bekerjasama dengan Mataram di
Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah
peperangan antara Gowa dan Belanda di Lombok.
Dalam perang tersebut,
Gowa mengalami kekalahan, hingga terpaksa menandatangani perjanjian dengan
Belanda di Bungaya. Bungaya merupakan sebuah tempat yang terletak dekat pusat
kerajaan Gel-Gel di Klungkung, Bali, dan merupakan simbol dari dekatnya
hubungan antara Gel-Gel dengan Belanda.
Konsekwensinya jelas, atas
kekalahan Gowa oleh Belanda ini mengakibatkan Gowa harus melepaskan seluruh
daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima. Memanfaatkan kekosongan Gowa
tersebut, Gel-Gel kembali mencoba menaklukkan Selaparang, namun selalu menemui
kegagalan.
Walaupun Selaparang
telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah kerajaan ini belum sepenuhnya
aman dari ancaman eksternal. Dalam perkembangannya, kemudian berdiri dua
kerajaan baru pada tahun 1622 M, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk
mengantisipasi ancaman, kemudian Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara
untuk menjaga perbatasan di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Ternyata, kehancuran
Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan kecil ini, tapi akibat serangan
ekspedisi tentara kerajaan Karang Asem tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang
rata dengan tanah, sementara keluarga kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat
itu, kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
Akhir kata, meski sudah
cukup panjang uraian di atas, saya yakin masih banyak kekurangannya. Tulisan ini
jauh dari sempurna, alasannya klasik, keterbatasan literatur yang bisa saya
dapatkan. Karenanya, saya mengharapkan koreksi dan dukungan informasi dari
kisanak sekalian. Sementara sekian dulu dan sampai jumpa pada tulisan yang
lainnya. Nuwun.
0 on: "Asal Usul Kota Mataram dan Garis Waktu Kerajaan di Lombok"