Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Wayangan lagi ya? Kesempatan kali ini saya ambil lakon
Sumantri Ngeger. Bagaimana? Sudah bisa dimulai, ojo lali kopine kisanak, ben
gayeng.
Nama lengkapnya
sebenarnya adalah Bambang Sumantri atau Somantri dalam Sunda, putra tertua dari
Resi Suwandagni, pengageng pertapaan kesohor Arga Sekar di kerajaan Mahespati
atau Maespati. Sumantri ini terkenal digdaya yang ditunjang dengan ketampanan
sekelas Arjuna, sayangnya orang (wayang) satu ini sombongnya pol jedug. Logis saja sombong, lha wong cakep dan digdaya, beda cerita
kalau sudah jelek kaya buto sombong lagi. Nah, hanya karena ketatnya pendidikan
pekerti dari bapaknya yang seoang resi itu, Sumantri tidak tumbuh jadi preman.
Sejak kecil, dia lebih
tertarik pada olah fisik, dan ayahnya tidak ragu menurunkan semua ilmu jaya
kawijayan pada anak sulungnya ini. Seharusnya sebagai putra sulung seorang
pendeta dengan kasta sosial tertinggi saat itu, Sumantri punya hak waris untuk
menggantikan ayahnya sebagai pendeta di Arga Sekar. Tapi Sumantri tidak
tertarik. Dia lebih suka pada dunia petualangan dan pertarungan.
Namun di sisi lain,
sepertinya dia juga ogah untuk hidup sesuai jalan pedang dan menjadi ronin miskin
seperti Musashi di Jepang itu. Dia akan hidup sebagai ksatria yang tidak perlu
memikirkan susahnya biaya hidup. Dia harus mengabdikan diri pada seorang raja,
tapi dengan catatan sang raja itu harus bisa mengalahkannya!
Berbeda 180 derajat
dengan Sumantri, adiknya Sukrasana atau Bambang Sukrasana, biarpun juga bernama
Bambang (artinya laki-laki cakep), tapi bertampang jelek, berwujud raksasa
cebol, yang cedal bicaranya, lebih tertarik pada olah bathin. Karena
keterbatasan fisiknya inilah sang adik jarang menampakkan diri di depan umum.
Masyarakat hanya tahu Resi Suwandagni hanya punya seorang putra yang digilai
banyak gadis karena ketampanan dan kesaktiannya.
Suatu ketika, Sumantri mengutarakan
niatnya kepada bapaknya, Resi Suwandagni merestuinya dan menganjurkan untuk
mengajak adiknya. Karena dalam beberapa hal, Sukrasana jauh lebih baik dari
kakaknya. Pasangan Sumantri-Sukrasana akan menjadi pasangan maut yang tak
terkalahkan. Meskipun sayang dengan adiknya, Sumantri wegah jalan bareng dengan
sang adik yang buruk rupa dan manja itu. Sang adik yang sayang banget pada
kakaknya, protes keras dan tidak mengijinkan kakaknya pergi, sehingga Sumantri
harus menunggu adiknya lengah untuk berangkat memulai petualangannya.
Tujuan pertamanya,
tentu saja adalah kerajaan Maespati. Sumantri menghadap rajanya. Dengan gaya
selebritisnya dia minta agar dia mohon diijinkan untuk mengabdi dan membaktikan
diri untuk tanah airnya. Prabu Harjuna Sasrabahu, raja Maespati, sudah
mendengar nama dan kependekaran Bambang Sumantri. Tapi dia neg juga melihat gaya sombong si anak muda yang seolah-olah merasa
tanpa lawan itu. Karena itu, sang Raja bersedia menerima pengabdian Sumantri
dan mengangkatnya jadi PNS, bukan dengan KKN, tapi dengan syarat khusus yang
berat.
Saat itu, sang Raja,
yang titisan Wisnu itu, sedang tergila-gila oleh Dewi Citrawati putri raja
Magada, Prabu Citrawijaya. Sumantri ditugaskan untuk melamarkan dan membawa
pulang putri itu ke Maespati untuk sang raja, at all risk!
Dengan pede,
Sumantri menyanggupinya. Sesampai di Magada, Sumantri dengan jabatan duta resmi
kerajaan Mahespati itu terheran-heran mendapati bahwa ternyata sudah banyak
raja-raja dari 1000 negeri yang berkumpul di Magada punya tujuan sama. Tapi
pihak kerajaan Magada masih juga ngetem (alias menggantung keputusannya). Solusinya
memang harus mengadu kerasnya tulang dan liatnya otot. Dan tidak ada lawan yang
mampu mengimbangi kesaktian Sumantri.
Singkat cerita, sang
putri dibawa pulang dengan bonus taklukan raja dari 1000 negeri yang
ditundukkannya. Di Maespati, Dewi Citrawati hanya bersedia menjadi permaisuri
sang raja Harjuna Sasrabahu dengan syarat yang tak kurang gilanya. Taman di
keputrennya di Magada harus dipindahkan ke Maespati dalam semalam! Sumantri lah
yang ditugaskan merealisasikan keinginan itu, siapa lagi? Sampeyan gelem po?
Meskipun
menyanggupinya, Sumantri suntuk bukan main. Hal itu benar-benar di luar
kemampuannya. Semalaman dia bengong di tempat yang ditunjukkan sang putri,
tanpa mampu berbuat apa-apa. Daripada mundur malu, dia memutuskan bunuh diri
saja!
Seperti umumnya pilem
India, di saat terakhir, Sukrasana yang sudah sejak lama membayangi kakaknya
menggagalkan bunuh diri itu. Sukrasana hanya tersenyum saja mendengar penyebab
Sumantri hampir bunuh diri itu. Buat dia itu gampang saja. Dia akan membantu
kakaknya untuk mewujudkannya, asal kakaknya tidak lagi berusaha
meninggalkannya. Sukrasana akan ikut kemana saja Sumantri pergi. Kakaknya, yang
ngasal saja sebab kepepet, segera menyanggupinya. Sumantri hanya diminta
menutup mata dan memusatkan pikiran untuk membantunya.
Sukrasana segera
bersamadhi, memusatkan seluruh jiwa raganya untuk tujuan ini. Kahyangan dilanda
gempa dan tsunami akibat ulah Sukrasana ini. Batara Guru sebagai penguasa
Kahyangan, menugaskan Batara Narada untuk mencari penyebab bencana ini. Setelah
ketemu, Narada bilang memindahkan Taman dengan cara seperti itu tidak mungkin
dilakukan manusia, menyalahi kodrat!
Sukrasana mengancam,
kalau tidak bisa, ya dia akan bersamadhi terus sampai bisa. Narada menyerah,
karena kerusakan Kahyangan akibat samadhi Sukrasana ini sungguh tak
terbayangkan (terbayang bagaimana dia harus mulai men-tender-kan lagi
pembangunan kahyangan). Menjelang pagi, sang Taman si biang masalah, berhasil
mulus dipindahkan. Tapi Sumantri segera punya pikiran lain. Dia merasa
integritasnya berkurang kalau keberadaan Sukrasana bersamanya diketahui orang.
Kemampuannya akan diragukan.
Keberadaan adiknya yang
buruk rupa ini sungguh dirasa mengganggunya bila berhadapan dengan para
petinggi kerajaan. Oleh karena itu dia memohon Sukrasana untuk sementara
menyingkir, atau kembali pulang ke Arga Sekar saja, sampai semua urusan
diselesaikannya. Sukrasana jelas tidak mau pergi dan menuduh Sumantri ingkar
janji. Sambil menangis dan berpegangan baju kakaknya Sukrasana bilang tidak mau
ditinggalkan lagi. Sumantri jadi habis sabar!
Dipasangnya panah di
busurnya dan dipentangnya habis, untuk mengancam dan menyuruh adiknya pergi.
Apa mau dikata karena emosi Sumantri yang berlebihan, sang panah benar-benar
lepas dari busurnya. Dari jarak dekat, panah Sumantri yang kesaktiannya
menyundul langit itu melibas leher adiknya. Sukrasana tewas seketika.
Sumantri yang menyesal
bukan main, menubruk adiknya, tapi jasad adiknya menghilang dari pandangannya.
Sebagai gantinya terdengar suara adiknya yang menyatakan tetap ingin
bersamanya. Dia akan menunggu kakaknya untuk bareng-bareng ke surga, sambil
memberi pratanda menyuruh kakaknya agar berhati-hati kalau berhadapan dengan
seorang raja raksasa dari selatan.
Sang raja Harjuna
Sasrabahu yang puas bukan main akan prestasi kerja Sumantri, memenuhi janjinya.
Sumantri diangkat menjadi Patih, dengan nama baru, Patih Suwanda. Tapi Sumantri
wegah menerimanya begitu saja. Kalau dia sudah diuji untuk kedudukannya itu,
apa tidak perlu menguji seorang raja tentang kepantasannya menjadi pemimpin?
Layakkah
Sang Raja yang belum teruji untuk memerintah Patihnya yang jelas-jelas sudah
teruji? Sambil tersenyum mendengar kesombongan dan tantangan Sumantri ini,
Harjuna Sasrabahu melepas semua atribut "raja"nya dan meladeni
Sumantri dalam sebuah perang tanding yang setara, adil dan seru.
Karena terdesak,
Sumantri kemudian mengeluarkan senjata pamungkasnya. Harjuna Sasrabahu yang
merasa tidak perlu untuk melakukan sampai sejauh itu, kemudian merubah wujud (tiwikrama)
menjadi raksasa sebesar gunung bertangan seribu (Sasrabahu/seribu tangan).
Sumantri yang merasa tidak mampu menandingi lagi, untuk pertama kali dalam
hidupnya, menyerah tanpa syarat.
Patih Suwanda yang
tunduk lahir bathin kepada rajanya segera saja menjadi pejabat panutan di Maespati.
Segera saja menjadi kesayangan dan kepercayaan Sang Raja. (Di beberapa versi
cerita, ada yang mengakhirinya sampai di sini. Ada juga yang melanjutkannya,
terutama cerita yang mengambil judul "Harjuna Sasrabahu").
Ketika suatu kali Sang
Raja pergi meninggalkan tahta untuk bertapa (yang memang sering dilakukannya),
Patih Suwanda harus menghadapi invasi kerajaan Alengka dari selatan yang ingin menaklukkan Maespati. Patih Suwanda
benernya gak merasa kalah oleh raja Alengka, Prabu Dasamuka. Tapi kemudian
dilihatnya, sosok Dasamuka itu berubah jadi wujud adiknya, Sukrasana. Sang
Patih merasa waktunya telah sampai, dan dia gugur dalam duel ini.
Harjuna Sasrabahu yang
dibangunkan dari samadhinya marah betul karena gugurnya patih kesayangannya.
Dalam wujud raksasa, seorang diri dia mengobrak abrik pasukan Alengka dan
menyiksa Dasamuka. Pembunuhan atas Dasamuka dicegah oleh Batara Narada. Dan
selama Harjuna Sasrabahu masih hidup, keangkaramurkaan Dasamuka tidak lagi
muncul, sudah kapok!
Esensinya begini
kisanak, meskipun kalian telah sukses melewati beberapa rintangan hidup, apakah
itu sudah berarti bahwa dunia sudah kalian taklukkan? Sudah layakkah kalian
untuk berpuas diri dan bersikap
Adhigang-Adhigung-Adhiguna? Perlukah kalian menghalalkan segala cara untuk
memenuhi ambisi? Ingatlah selalu, di atas langit masih ada langit. Sekian. Nuwun.
0 on: "Bambang Sumantri : Si Petualang dalam Jagad Perkeliran"