Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Sejarah adalah versi
atau sudut pandang orang yang membuatnya (penguasa). Versi ini sangat
tergantung dengan niat atau motivasisi pembuatnya. Barangkali ini pula yang
terjadi dengan Majapahit.
Majapahit adalah sebuah
kerajaan Hindu-Budha yang pernah berdiri di Jawa Timur pada 1293 hingga 1520.
Rajanya yang pertama bernama Wijaya, menantu raja terakhir Singasari,
Kertanegara. Konon Majapahit mengalami puncak kejayaan pada masa raja keempat,
Hayam Wuruk (1350-1389). Akan tetapi setelah meninggalnya raja ini, Majapahit
tidak mampu mempertahankan kejayaannya dan akhirnya mulai mengalami kemunduran.
Sejarah yang rinci
mengenai Majapahit sangat tidak jelas. Sumber-sumbernya yang utama adalah
prasasti-prasasti berbahasa Jawa kuno, naskah Negarakertagama dan Pararaton,
serta beberapa catatan berbahasa Cina. Sebagai historiografi tradisional,
Negarakertagama dan Pararaton mengandung kebenaran historis bercampur dengan
kebenaran mistis.
Artinya, kedua naskah
kuno ini selain berisi rekaman sejarah juga mengandung unsur-unsur mitos,
legenda, dongeng, dan sebagainya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara fakta
peristiwa yang sesungguhnya dengan fakta rekaan pengarangnya.
Dalam pelajaran sejarah
yang diajarkan di sekolah-sekolah, Majapahit digambarkan sebagai kerajaan besar
yang pernah membawa harum nama Indonesia sampai jauh ke luar wilayah Indonesia.
Majapahit dianggap berhasil mempersatukan seluruh wilayah Nusantara. Wilayah
kekuasaannya membentang dari Sumatra hingga Papua.
Ternyata wilayah
Majapahit lebih luas dari yang diperkirakan selama ini oleh sejarawan. Riset
terbaru tentang penempatan prajurit Majapahit
di luar Jawa menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya, pleton-pleton
kawal Majapahit beranggotakan prajurit beragama Islam. Peninggalannya pun masih
bisa dibuktikan hingga sekarang.
Adanya penempatan
prajurit Majapahit di Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40 prajurit
elite beragama Islam di Kerajaan Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-Australia
Barat, dan Marege-Tanah Amhem (Darwin) Australia Utara pada abad ke 14
memperkuat bukti bahwa Gajah Mada adalah seorang Muslim. Silakan anda
berkunjung ke daerah tersebut, terutama ke Bali Utara.
Prajurit Islam ini berasal
dari basis Gajah Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri dari 3 (tiga)
kriteria: Mada; Gondang (Tenggulun-Lamongan) dan Badander (Jombang) yang
diketahui sebagai basis teman-teman lamanya. Dari desa-desa ini pemudanya
direkrut menjadi Bhayangkara angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran, Ampel,
Sedayu sebagai basis Garda Pantura. Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai
sebagai basis tentara Laut Luar Jawa.
Hal ini adalah wajar,
karena di Jawa, Islam telah berbaur sejak abad ke 10 yang dibuktikan dengan
penemuan Prasasti nisan Fatimah binti Maimun (wafat 1082 M) di Leran, Gresik
yang bertuliskan huruf Arab Kufi. Dan Prasasti Gondang - Lamongan yang ditulis
dengan huruf Arab (Jawi) dan huruf Jawa Kuno (Kawi).
Keduanya merupakan
peninggalan zaman Airlangga. Sedangkan orang Islam sudah masuk ke Jawa sejak
zaman Kerajaan Medang abad ke 7. Islam baru berkembang dengan pesat di Jawa
pada abad ke 15, atas peran tak langsung dari politik Gajah Mada, putra desa
Mada-Lamongan, politikus abad ke 14.
Pembentukan Satuan Elite, Pabrik Senjata dan Dinar Emas
Satuan tentara elite
Majapahit sudah dibangun sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan kawal raja
– Bhayangkara, yang dipimpin oleh bekel Gajah Mada. Pada masa selanjutnya
satuan elite terus berkembang, terutama pada masa Gajah Mada menjabat
sebagai mahapatih amangkubhumi dari
tahun 1334 sampai 1359, sejak masa Tribhuwana Tunggadewi hingga masa Hayam
Wuruk.
Menurut “Hikayat
Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345),
lalu menyerang kembali dan meluluh lantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir
(1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim, membawa tawanan orang Pasai yang
terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus, dan Andalusia.
Sedangkan Sultan Pasai melarikan diri dari istana. Setibanya di Majapahit,
Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam
Wuruk.
Kemudian orang Pasai
ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai
balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan
menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit, Trowulan. Hal
ini dibuktikan, pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Budha Sriwijaya dan
menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.
“Maka
titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah
Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah
Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari
“Hikayat Raja-raja Pasai”).
Dengan adanya orang
Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka
didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja
Damaskus), saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar
emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan
“Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh
prajurit Islam.
Prajurit Islam Majapahit di Bali
Penempatan 40 orang
prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika
Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke
Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383.
Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti
Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat
tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan
dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton
khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (Kitab Babad Dalem, manuskrip tentang
Raja-raja Bali).
Prajurit Islam ini
menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia
membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium
Majapahit runtuh (1527), tapi prajurit Islam tetap menjadi tentara elite
Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng,
prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja
Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.
Faktanya, saat ini kita
masih dapat saksikan di Bali, keturunan prajurit Islam Majapahit yang telah
mencapai ribuan orang Islam asli Bali (mereka menggunakan nama Bali, untuk
membedakan dengan muslim pendatang) tepatnya di desa Gelgel, Klungkung dan di
desa Pegayaman, Buleleng sekitar 70 km arah utara Denpasar. Mereka adalah
penduduk mayoritas di desa-desa kuno tersebut.
Pertanyaannya, kenapa
Hayam Wuruk mengirimkan pleton prajurit Islam untuk mengawal negeri bawahan
Majapahit?
Pertama, almarhum Gajah
Mada (wafat 1364) telah membangun sistem perekrutan satuan tentara elite yang
beranggotakan prajurit Islam, dibekali dengan senjata pamungkas, dan berperang
sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Kedua, Prabu Hayam
Wuruk diduga telah mengetahui bahwa Gajah Mada bukan Sudra, melainkan seorang
Muslim. Kemungkinan info yang rahasia ini diperoleh dari Ibunda Ratu Tribhuwana
Tunggadewi.
Untuk menghormati almarhum
Gajah Mada, ia tidak mencerai-beraikan pleton-pleton Muslim yang berjumlah 40
orang, karena dalam Madzhab Imam Syafi’i, syarat minimal untuk mendirikan
sholat Jumat adalah 40 orang.
Ketiga, kemampuan
tempur 40 orang prajurit Islam dapat menghancurkan 200-400 orang tentara
reguler musuh. Karena mereka dibekali kemampuan militer yang menguasai berbagai jenis senjata. Hal
ini dibuktikan dalam perang mempertahankan Puri Buleleng dari serbuan pasukan
gabungan dua Kerajaan Mengwi dan Badung, yang terletak di Bali Selatan.
Keempat, Hayam Wuruk
kagum atas kesetiaan dan ketetapan janji orang Islam. Mereka tidak
terpengaruh godaan harta, wanita dan
tahta yang bukan haknya. Mereka tidak pernah mabuk, berjudi, maling dan berzina
( kebiasaan buruk di Majapahit adalah mabuk dan berjudi, dan agak permisif
dalam hal seks). Panutan mereka adalah Gajah Mada, yang diklaim oleh
orang-orang Majapahit sebagai orang Hindu berkasta Sudra?
Ketika pleton prajurit
Islam Majapahit ini mengawal pulang rombongan Raja Gelgel, Ketut Ngulesir,
mereka dibekali oleh Hayam Wuruk berupa puluhan ribu koin cash Cina dan koin
Gobog Wayang (koin kepeng tembaga) serta ratusan koin dinar emas Majapahit.
Ini sebagai balasan
atas penyerahan upeti dari Kerajaan Gelgel Klungkung berupa hasil bumi, hewan
ternak dan tangkapan, perhiasan dan kerajinan tangan rakyat Gelgel. Hayam Wuruk
berharap, stok koin-koin tersebut mampu merangsang tumbuhnya ekonomi di Gelgel.
Sejak saat itu Pura Klungkung dan Pura Buleleng telah akrab dengan koin dinar
emas dalam ritual ibadah mereka.
Prajurit Islam Majapahit di Wanin – Papua
Saat Prof. JH Kern dan
NJ Krom meneliti kitab Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah) oleh JLA
Brandes dari istana Cakranagara, Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920,
mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit di Papua Barat dibuktikan dengan
adanya penempatan prajurit Islam di Wanin – Papua. Berdirinya Kerajaan Wanin di
Fak-fak hingga Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai sekarang, Raja-raja dan
rakyat di Wanin dan Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan sangat fasih
menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tak seperti di Bali,
prajurit Islam Majapahit ini membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa, Bugis,
Seram dan pulau Maluku, sebelum akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit
runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin bergabung dengan Kerajaan Ternate
Darussalam di Maluku Utara, yang dulunya juga merupakan bawahan Majapahit.
Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar luas di Fak-fak, Biak dan Raja
Ampat. Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.
Prajurit Islam Majapahit di Marege – Australia
Sejarah resmi negeri
kangguru, sepertinya harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina Ganter,
sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia – belum lama ini
meriset suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa
kuno di tanah Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara. Regina mendapat fakta
yang menakjubkan , bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan
Gowa Tallo, Makasar, sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan menyebarkan
Islam di Australia Utara hingga ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.
Orang Marege hingga
hari ini menyebut rupiah untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya adalah
dollar. Juga menyebut dinar untuk koin emas Australia. Dahulu sempat ditemukan
koin Gobog Wayang di desa Marege Darwin. Padahal koin Gobog merupakan koin
resmi Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak prajurit Majapahit abad ke 14
yang dikirim ke Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam risetnya, Prof.
Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal
Pinisi dari Makasar menguasai perairan teluk Carpentaria – Darwin, mereka
mencari tripang. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan
suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim.
Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makasar
dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal bercadik Majapahit pun terpahat
dalam seni ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan tahun.
Ketika orang Inggris
menjajah rayah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan
budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi di
negeri Kanguru. Karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege
menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya
‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’. Sekian
Dikutip dari kompas
0 on: "Jejak Prajurit Islam Majapahit di Bali dan Marege - Australia"