Akarasa - Kublai Khan membekali
pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya sebesar 40.000
batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari tiga provinsi:
Fukien, Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung jawab untuk
menyiapkan perbekalan dan kapal. Pasukan besar ini berangkat dari pelabuhan
Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun 1293. Tulisan sebelumnya klik di sini
Di sini mereka
mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang satu bulan. Kekuatan
Satuan Tugas Expedisi Tartar. Untuk mendapatkan gambaran betapa besar kekuatan
Satuan Tugas Expedisi Tartar ke Jawa kami mencoba membuat analisa data yang
disebut dalam buku W.P.Groeneveldt. Analisa ini juga untuk mendapatkan gambaran
susunan dari Satuan Tugas ini.
Armada tugas
berkekuatan 1000 kapal dengan perbekalan cukup untuk satu tahun. Gubernur
Fukien diperintahkan oleh Kubilai Khan untuk menghimpun pasukan berkekuatan
20.000 dari propinsi-propinsi Fukien, Kiang-si dan Hukuang. Tiga propinsi ini
berada di Cina Selatan. Fukien berbatasan dengan laut selat Taiwan. Pasukan ini
dikumpulkan di pelabuhan propinsi Fukien bernama Chuan-chau dari mana armada
diberangkatkan.
Jadi pasukan yang
dikumpulkan dari tiga propinsi adalah terdiri dari orang Cina. Sebagai pemimpin
umum ditunjuk Shih-pi dan Ike Mese dan Kau Hsing sebagai pembantu-pembantunya.
Dari namanya dapat diperkirakan, Shih-pi dan Ike Mese adalah berasal dari
Mongolia (Tartar asli) sedang Kau Hsing adalah Cina. Pasukan Tartar yang
menyerbu ke Eropa terkenal karena pasukan kudanya.
Dari narasi di atas
dapat diperkirakan pasukan kavaleri yang ikut ke Jawa ini terdiri atas
orang-orang Tartar. Selain dari tiga propinsi di atas disebut pula adanya
beberapa kesatuan yang dikumpulkan di Ching-yuan (sekarang Ning-po) di sebelah
selatan Syang-hai. Shih-pi dan Ike Mese lewat daratan dengan pasukan itu
berjalan dari sini menuju Chuan-chou, sedang Kau Hsing mengangkut perbekalan
dengan kapal.
Jadi diperkirakan
pasukan yang berkumpul di Ning-po ini adalah kesatuan-kesatuan berkuda
(kavaleri) yang disebut dalam laporan Shih-pi berkekuatan 5000 orang, kiranya
terdiri dari orang-orang Tartar. Maka dapat diperkirakan, expedisi yang
berkekuatan 20.000 orang ini terbagi dalam infanteri 15.000 orang. Dalam kronik
Cina itu tidak disebut berapa besar jumlah awak kapal yang 1000 buah itu. Kalau
tiap kapal berawak kapal 10 orang maka seluruhnya akan berjumlah 10.000 orang
pelaut.
Secara umum seluruh ekspedisi
ini berkekuatan 1000 kapal, kira-kira 30.000 prajurit dan 5000 kuda.
Sesampainya di Tuban ekspedisi tersebut, setengah dari kekuatan tempur
didaratkan di sini dan menuju Pacekan lewat darat. Bagian yang lewat darat ini
dipimpin oleh Kau Hsing terdiri atas kavaleri dan infanteri sedang seorang
“Commander of Ten Thousand” (Pangleksa) meminpin pasukan pelopor.
Shih-pi dengan separuh
bagian lainnya menuju Ujung Galuh lewat laut membawa perbekalan armada dipimpin
oleh Ike Mese. Kiranya bagian yang dengan kapal ini adalah kesatuan-kesatuan
bantuan dan senjata bantuan, kesatuan perbekalan dan kesatuan senjata berat,
pelempar peluru (batu?). Mengingat keadaan medan di Jawa diperkirakan banyak
terdiri dari rawa-rawa maka senjata berat ini akan selalu disiapkan di kapal
saja.
Bagian terbesar dari
ekspedisi ini adalah kesatuan infanteri. Maka dapat diperkirakan seluruh
kekuatan ekspedisi terbagi atas kesatuan kavaleri 5000 orang, kesatuan
infanteri kira-kira 10.000 orang dan kesatuan bantuan kira-kira 5000 orang yang
dapat dipakai sebagai bantuan cadangan. Perjalanan menuju Pulau Belitung yang
memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala tentara Mongol karena harus
melewati laut dengan ombak yang cukup besar.
Banyak prajurit yang
sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di Belitung mereka menebang
pohon dan membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil untuk masuk ke
sungai-sungai di Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal mereka yang
telah berlayar mengarungi laut cukup jauh. Penyerangan kerajaan Kadiri pada
bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani wilayah Jawa dan
500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk membuka jalan
bagi bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi.
Ketika berada di Tuban
mereka mendengar bahwa raja Kartanagara telah tewas dibunuh oleh Jayakatwang
yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja Singosari. Oleh karena perintah
Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan memaksa raja Singosari, siapa pun
orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka rencana menjatuhkan Jawa
tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban orang-orang Mongol kembali
berhenti di Pulau Karimunjawa untuk bersiap-siap memasuki wilayah Singosari.
Setelah berkumpul kembali di Tuban dengan bala tentara Mongol. Ike Mese
mengetahui kalau Kertanegara memiliki ahli waris bernama Raden Wijaya.
Ia pun mengirim utusan
menemui Raden Wijaya yang berkampung di Majapahit. Raden Wijaya bersedia
menyerah dan tunduk kepada Mongol asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan
Jayakatwang raja Kadiri. Ike Mese kemudian diundang ke desa Majapahit.
Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukannya kira-kira
sebanyak 10.000 orang berjalan kaki menuju Singosari, selebihnya tetap di kapal
dan melakukan perjalanan menggunakan sungai sebagai jalan masuk ke tempat yang
sama.
Sebagai seorang pelaut
yang berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah suku Uigur dari pedalaman
Cina bukannya bangsa Mongol, mendahului untuk membina kerja sama dengan
penguasa-penguasa lokal yang tidak setia kepada Jayakatwang. Kisah serangan
Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah Dinasti Yuan yang
telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya, Notes on The Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources (1880).
Menurut cerita
Pararaton, permohonan Arya Wiraraja kepada kaisar Tiongkok untuk memperoleh
bantuan dalam usahanya menyerang kerajaan Kadiri dengan janji dua orang putri
dari Tumapel dan seorang putri dari kerajaan Kediri yaitu Ratna Kesari pada
hakikatnya adalah bumbu romantis dari pengiriman tentara tersebut. Tanpa
permohonan bantuan dan janji tersebut tentara Tartar pasti datang ke Jawa untuk
menuntut balas atas penghinaan utusannya yang bernama Meng ki oleh Kertanegara.
Di atas telah saya
sedikit singgung bagaimana watak Kubilai Khan yang sangat ambisius untuk
memperluas daerah kekuasaannya, namun hal tersebut berbenturan dengan Kertanagara
yang sadar akan keagungannya sebagai raja yang berdaulat sehingga tidak mau
tunduk begitu saja akan keinginan Kubilai Khan. Armada kapal kerajaan Mongol
selebihnya dipimpin langsung oleh Shih Pi memasuki Jawa dari arah sungai Sedayu
dan Kali Mas. Setelah mendarat di Jawa, ia menugaskan Ike Mese dan Kau Hsing
untuk memimpin pasukan darat.
Beberapa panglima
“pasukan 10.000-an” turut mendampingi mereka. Sebelumnya, tiga orang pejabat
tinggi diberangkatkan menggunakan ‘kapal cepat’ menuju ke Majapahit untuk
mempermudah gerakan bala tentara asing ini. Bahkan Raden Wijaya memberi
kebebasan untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di bawah kekuasaannya
dan juga memberikan panduan untuk
mencapai Daha, ibukota Singosari.
Ia juga memberikan peta
wilayah Singosari kepada Shih Pi yang sangat bermanfaat dalam menyusun strategi
perang menghancurkan Jayakatwang. Selain Majapahit, beberapa kerajaan kecil
turut bergabung dengan orang-orang Mongol sehingga menambah besar kekuatan
militer sudah sangat kuat ketika berangkat dari Tiongkok.
Persengkongkolan ini
terwujud sebagai ungkapan rasa tidak suka mereka terhadap raja Jayakatwang yang
telah membunuh Kartanegara melalui sebuah kudeta yang keji. Berita pendaratan
pasukan dari Tartar telah tersiar sampai di kerajaan Kadiri, berita pendaratan
tersebut ditambah dengan pemberontakan rakyat Majapahit dan penduduk di sebelah
timur Tegal Bobot Sari dipimpin oleh Arya Wiraraja.
Berita tersebut
menimbulkan kekisruhan antara rakyat dan prajurit Kadiri, Segara Winotan
dituduh berkhianat kepada raja karena memberikan laporan yang tidak sebenarnya,
segala kesalahan ditumpahkan kepadanya. Puncak keributan tersebut berupa
penghunusan keris oleh Kebo Rubuh yang siap ditikamkan kepada Segara Wonotan
tetapi dengan cepat berhasil dicegah oleh Jayakatwang. Pada saat itu datang akuwu
di Tuban yang memberikan laporan bahwa tentara Tartar telah mendarat di daerah
tersebut.
Mereka merusak
kotapraja Tuban, rakyat banyak yang lari mengungsi. Jayakatwang menyadari bahwa
negara benar-benar dalam keadaan terancam. Pasukan harus segera dipersiapkan
untuk menghadapi musuh yang akan datang. Untuk membendung tentara Tartar dan Majapahit
akhirnya diputuskan tentara Kadiri akan dibagi dalam 3 pertahanan yaitu :
Mahisa Antaka dan
Bowong memimpin pertahanan di bagian Utara, Jayakatwang ikut dalam pertahanan
ini.
Sagara Winotan dan Rangga
Janur memimpin pertahanan di bagian Timur.
Kebo Mudarang dan
senapati Pangelet memimpin pertahaan bagian selatan
Jayakatwang sangat
marah kepada Raden Wijaya sehingga memutuskan menyerang musuh yang sedang
bergerak. Tentara Kadiri menyerang Majapahit dari tiga jurusan sekaligus, dari
utara dipimpin oleh para adipati dan anjuru, dari selatan dipimpin oleh menteri
Araraman dan dari timur dipimpin oleh prajurit yang langsung berhadapan dengan
pasukan dari Majapahit. Namun semuanya dapat dipukul mundur oleh pasukan Majapahit
dan Mongol.
Pada bulan ketiga tahun
1293, setelah seluruh pasukan berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke
kerajaan Kadiri mulai dilancarkan. Kekuatan kerajaan Kadiri di sungai tersebut
dapat dilumpuhkan, lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita
karena seluruh prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk
bergabung dengan pasukan induknya.
Peperangan besar baru
terjadi pada hari ke 15, bila dihitung semenjak pasukan Mongol mendarat dan
membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara gabungan Mongol
dengan Raden Wijaya berhasil mengalahkan pasukan Kadiri.
Kekalahan ini
menyebabkan sisa pasukan Kadiri mundur untuk berkumpul di Daha, ibukota Kadiri.
Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden Wijaya yang melakukan pengejaran dan
berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian. Pada hari ke-19 terjadi
peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Kadiri, Ike Mese menyerang dari
timur, Kau Hsing dari barat, Shih Pi menyusuri sungai, sedangkan pasukan Raden
Wijaya sebagai barisan belakang.
Perang meletus tanggal
20 Maret 1293 pagi. Kota Daha digempur tiga kali meskipun sudah dijaga 100.000
orang prajurit. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan
5.000 prajurit Kadiri di Daha.
Dalam Kidung Panji
Wijayakrama pupuh VII Segara Winotan berhadapan dengan Ranggalawe di pertahanan
bagian Timur. Ranggalawe mengendarai kuda Anda Wesi berhasil melompat kedalam
kereta Segara Winotan. Dalam pertempuran diatas kereta tersebut Ranggalawe
berhasil memotong leher Segara Winotan. Di bagian selatan Ken Sora berhasil
menangkap Kebo Mundarang di daerah Trini Panti. Kebo Mundarang yang sudah tidak
berdaya berjanji untuk menyerahkan anak perempuannya kepada Ken Sora namun Ken
Sora tidak sudi mendengarnya.
Dalam peperangan ini
dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang pada jaman itu masih
tergolong langka di dunia. Terjadi tiga kali pertempuran besar antara kedua
kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan dimenangkan oleh pihak
para penyerbu. Pasukan Kadiri terpecah dua, sebagian menuju sungai dan
tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi
sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya terbunuh setelah
bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak
Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat
ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu orang. Dengan
kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng.
Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi di Daha,
Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan di
benteng pertahanan Ujung Galuh.
Menurut Pararaton dan
Kidung Harsawijaya, Jayakatwang meninggal dunia di dalam penjara Ujung Galuh
setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.
Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya mohon diri kembali ke Majapahit untuk
menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Kerajaan Kediri telah jatuh, putri
Gayatri kemudian diboyong kembali ke Majapahit.
Agaknya timbul
perselisihan antara panglima Cina ini dengan panglima-panglima Tartar. Shih-pi
dan Ike Mese, karena kedua orang panglima ini telah mengijinkan Wijaya kembali
ke Majapahit. Kau Hsing tidak mempercayai Wijaya, maka ia mengejar dan
meninggalkan Kadiri dengan divisi dan pasukan pelopor yang di bawah
pimpinannya.
Majapahit Menghalau Tentara Tartar
Sebelum saya sedikit
uraikan tentang gerakan-gerakan operasi militer oleh Raden Wijaya terhadap
kesatuan-kesatuan Tartar, lebih dahulu saya akan ajak kisanak untuk mendapatkan
gambaran mengenai keadaan medan di mana kesatuan-kesatuan baik dari Majapahit
maupun dari Tartar. Keuntungan Majapahit adalah, bahwa prajurit Majapahit lebih
mengenal keadaan medan yang bagi orang Tartar masih sangat asing.
Medan berbukit-bukit
dan sebagian besar tersusun oleh tanah keras atau bongkah-bongkah karang. Di
sebelah timur sungai diperkirakan keadaan tanahnya masih lunak, bahkan banyak
yang merupakan rawa-rawa dan di dekat desa di sana-sini berupa tanah
persawahan. Kalau ada jalan tentu jalan-jalan ini tidak dikeraskan dengan
diberi dasar batu. Baik di barat maupun di timur sungai masih terdapat banyak
hutan-hutan lebat.
Betapa sukarnya daerah
ini dilalui, apa lagi oleh suatu kesatuan militer yang besar, dapat kita
perkirakan dari waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak antara Pacekan
sampai Kediri. Tentu sangatlah lama.
Dalam kronik Cina
laporan Shih-pi menyebut, ia harus bertempur sepanjang kurang-lebih 300 li dari
Kediri sampai ke kapal-kapalnya. Memang jarak antara Surabaya dan Kediri adalah
kira-kira 130 kilometer lewat jalan berbelok-belok, kalau ditarik garis lempeng
dari Surabaya sampai Kediri kira-kira jarak itu adalah kurang-lebih 100
kilometer.
Jarak Majapahit-Kediri
yang kira-kira 70an kilometer itu oleh kesatuan Tartar ditempuh dalam waktu 4
hari (tanggal 15 sampai 19) berjalan. Jadi tiap harinya hanya dapat
menyelesaikan jarak kira-kira 17 kilometer. Kalau sehari selama 2 hari masih
terang mereka dapat berjalan kira-kira 9 jam, maka tiap jam kiranya dapat
diselesaikan 2 km.
Maka dari sini kita
dapat membuat perkiraan, betapa beratnya keadaan medan pada waktu itu. Kronik
Cina menyebut, Wijaya pada hari ke 2 bulan ke 4 diijinkan kembali ke Majapahit
dengan pasukannya disertai oleh dua orang perwira Tartar dan 200 orang prajurit
untuk menyiapkan persembahan bagi kaisar Tartar, jadi 13 hari setelah Kediri
menyerah.
Tanggal 9 Mei ia
berangkat, sampai di Majapahit tanggal 13 Mei. Dengan diam-diam Wijaya menyiapkan
pasukan dan rakyatnya. Dalam Kronik Cina disebutkan bahwa Kau Hsing yang sejak
tanggal dikalahkannya Kediri mengejar seorang pangeran yang lari ke pegunungan
sekembalinya ke Kediri baru mengetahui, bahwa Wijaya telah berangkat dengan
ijin Shih-pi dan Ike Mese. Tindakan rekan-rekannya ini tidak disetujui oleh Kau
Hsing, agaknya timbullah perselisihan antara para pembesar ini. Diperkirakan
Kau Hsing berada di pegunungan selama dua minggu lebih, kita buat 16 hari. Maka
ia diperkirakan kembali pada tanggal 14 Mei.
Setelah mengumpulkan
divisinya ia segera mengejar Wijaya yang telah sempat menyiapkan pasukan di
tempat-tempat penghadangan. Didalam istana Majapahit sekarang timbul kesulitan
yang harus dihadapi Majapahit terhadap pasukan Tartar. Dalam Kidung Wijayakrama
dikisahkan bagaimana sikap yang harus diambil jika tentara Tartar menagih janji
2 orang putri Tumapel sebagai hadiah kepada Kaisar Tartar.
Ketika Arya Wiaraja
menanyakan hal tersebut semuanya terdiam, tidak berani menjawab. Ken Sora
mengemukakan pendapat bahwa tidak baik memungkiri janji yang telah disepakati.
Kemudian Ranggalawe bersuara lantang sesuai dengan wataknya “Jangan takut
paduka, itu hanyalah soal kecil. Jika kita harus melawan kami bersedia mati
sebagai pahlawan. Jika paduka takut berperang tidaklah layak masih hidup di
dunia”.
Ucapan Ranggalawe yang
lantang tersebut membangkitkan semangat dan tekad semua yang hadir, semua
setuju dan bersedia mati untuk Majapahit. Akhirnya utusan Tartar telah datang
dengan 200 orang pengiring lengkap dengan senjata dan menyerahkan surat untuk
menagih janji. Setelah surat dibaca Ken Sora memberitahukan bahwa orang
Majapahit tidak akan mengingkari janji yang telah disepakati tersebut.
Namun demikian putri
Singosari tersebut sangat miris kalau melihat senjata karenanya putri bisa
pingsan. Oleh karena itu simpanlah baik-baik senjata kalian dalam bilik yang
terkunci dan beritahukan kepada pasukan pengawal yang akan menjemput tuan Putri
untuk tidak membawa senjata. Utusan kemudian kembali membawa pesan Ken Sora
kepada kepala pasukan. Tak kurang dari 300 prajurit Tartar kemudian datang
menjemput tuan putri, para pengawal dibawa masuk ke balai panjang untuk di
jamu, para wanitanya dibawa oleh Arya Wiraraja kedalam istana.
Ketika mereka sedang
berpesta dengan serta merta pasukan Majapahit menyerang mereka. Banyak diantara
mereka yang terbunuh, yang selamat kemudian ditawan. Pada tanggal 19 April 1293
Raden Wijaya kemudian menyerang tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha dan
Canggu. Penyerangan tersebut dari arah utara dan selatan. Kota Kadiri telah
dikepung, sambil menangkis serangan dari arah selatan mereka bergerak menuju
arah utara mendekati pantai tempat armadanya. Namun dari arah utarapun diserang
juga sehingga tentara Tartar yang terdesak kemudian berbelok kearah barat.
Pasukan Tartar yang
masih tersisa tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian, Ike
Mese memutuskan mundur setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya. Betapa
hebatnya serangan Wijaya ini dapat kita perkirakan dari laporan lain yang
menyebutkan, bahwa Shih-pi sampai terputus dari pasukan yang lain.
Ini berarti bahwa
daerah sepanjang jalan antara Kediri dan Ujung Galuh benar-benar dikuasai oleh
pasukan dan rakyat Majapahit. Shih-pi
yang meninggalkan Kadiri beberapa hari kemudian dan terputus dari pasukan yang
lain terpaksa harus dengan bertempur membuka jalan menuju Pacekan dan Ujung Galuh
yang dicapainya dengan susah-payah. Untuk mencapai kapal-kapalnya di muara
sungai ia harus bertempur sepanjang jalan kira-kira 300 li, kira-kira 100 km.
Baca juga : Bagaimana
Jika Ujung Galuh Bukan Surabaya Kini?
Ia kehilangan lebih
dari 3000 orang tewas dalam pertempuran ini. Ini dapat dibayangkan, bagaimana
jalan pertempuran dan mengapa Shih-pi terpaksa harus menelan kekalahan. Kalau
Kau Hsing yang memimpin divisi infanteri dengan pasukan perintisnya yang
terlatih dapat mematahkan serangan Wijaya, maka pasukan berkuda Tartar yang
berada dalam devisi Shih-pi merupakan makanan empuk bagi pasukan panah
Majapahit, belum lagi kalau kuda-kuda ini dipancing masuk rawa-rawa maka
orang-orang di atas kuda ini merupakan sasaran yang baik bagi anak panah
Majapahit.
Tiga ribu orang yang
tewas ini kira-kira sabagian besar adalah dari kavaleri. Shih-pi rupa-rupanya
dengan tergesa-gesa masuk kapal, karena ia dikejar oleh pasukan Wijaya sampai
dekat Pacekan, di Tegal Bobot Sari. Dari sini ia berlayar selama 68 hari
kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. Kekakalahan bala tentara Mongol
oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina. Sebelumnya
mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa mana pun di
dunia.
Selain di Jawa, pasukan
Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu daratan Jepang. Akan tetapi
kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan militer bangsa Jepang melainkan
oleh terpaan badai sangat kencang yang memporakporandakan armada kapal kerajaan
dan membunuh hampir seluruh prajurit di atasnya.
Ekspedisi Tartar Meninggalkan Pulau Jawa
Setelah para panglima
kembali berkumpul di Ujung Galuh, maka dalam perundingan diputuskan untuk
kembali saja, karena tugas menghukum raja Jawa telah selesai, dan tidak ada
gunanya untuk meneruskan pertempuran. Alasan utamanya adalah karena mereka tak
mengenal keadaan medan, mereka dapat terpancing masuk rawa-rawa, di mana mereka
tak bisa bergerak dan dengan mudah diserang oleh orang-orang Majapahit. Namun
selain hal di atas bisa jadi mereka juga memperhitungkan keadaan angin yang
pada akhir bulan Mei biasanya sudah mulai meniup ke Barat (angin timur).
Selama kira-kira tiga
bulan. Untuk bisa cepat sampai di Cina mereka harus segera berangkat, kalau
mereka tidak ingin menjumpai rintangan berupa topan atau angin yang tidak
menentu. Maka mereka dapat sampai di Chuang Chou setelah 68 hari meninggalkan
Jawa. Juga kemungkinan kejangkitan wabah mereka perhitungkan. Kalau mereka
lebih lama berada di rawa-rawa di muara sungai ini, dikuatirkan akan
bertambahnya korban disebabkan oleh malaria dan penyakit lain.
Maka diputuskan lebih
baik kembali daripada menderita lebih banyak kerugian, untuk menghindari
kegagalan total, karena tidak mengenal medan, penyakit dan kehancuran oleh
nadai topan di laut. Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari ke-24, seluruh pasukan
Mongol kembali ke negara asalnya dengan membawa tawanan para bangsawan Singosari
ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat
mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai ungkapan rasa kesal atas
‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan keterangan yang
kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh orang-orang
Mongol melainkan oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah ibukota kerajaan
Kadiri berhasil dihancurkan.
Demikianlah tentara Tartar
tidak sempat mengatur siasat dan kehilangan begitu banyak tentaranya akhirnya
meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, dengan membawa pulang lebih dari 100
orang tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis emas dari Bali, dan barang
berharga lainnya yang bernilai sekitar 500.000 tahil perak. Ternyata kegagalan
Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal olehnya.
Ia menerima 17 kali
cambukan atas perintah Kublai Khan, seluruh harta bendanya dirampas oleh
kerajaan sebagai kompensasi atas peristiwa yang meredupkan kebesaran nama
bangsa Mongol tersebut. Ia dipersalahkan atas tewasnya 3.000 lebih prajurit
dalam ekspedisi menghukum Jawa tersebut.
Selain itu, peristiwa
ini mencoreng wajah Kublai Khan karena untuk kedua kalinya dipermalukan
orang-orang Jawa setelah raja Kartanegara melukai wajah Meng Chi. Namun sebagai
raja yang tahu menghargai ksatriaan, tiga tahun kemudian nama baik Shih Pi
direhabilitasi dan harta bendanya dikembalikan. Ia diberi hadiah jabatan tinggi
dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya sampai meninggal dalam
usia 86 tahun.
Tentara Tartar
meninggalkan Jawa setelah diserang oleh tentara Majapahit setelah kekalahan
tentara mongol di Jawa karena siasat Raden Wijaya. Kubilai Khan tidak
mengirimkan pasukan lagi ke AsiaTenggara. Hal tersebut dikarenakan dinasti Yuan
sedang konsentrasi di dalam negeri termasuk membangun ibukota Khan balik. Pembangunan
ibukota Khan balik ini yang membuat Mongol menjadi berubah ada yang mengatakan
menjadi lemah karena asalnya Mongol adalah suku pengembara.
Pada tahun 1297 Raden
Wijaya mengirim utusan ke Beijing untuk berdamai. Kublai Khan senang dan tidak
lagi menuntut raja Jawa datang ke Beijing. Akhirnya cita-cita Raden Wijaya
untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang dapat
diwujudkan dengan memanfaatkan tentara Tartar. Raden Wijaya kemudian
memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit. Sekian
dan sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. Nuwun.
Dirangkai dari berbagai
sumber terpilih dengan editing ulang.
menambah wawasan sejarah, terima kasih gan
BalasHapusSama-sama gan, terimakasih juga atas kunjungannya
Hapus