Akarasa – Selamat
datang kerabat akarasa. Meski tak ada catatan yang tertulis, bagi seorang
pendaki, bisa dikatakan gunung Semeru merupakan salah satu gunung wajib yang
harus didatangi. Sebagai penyandang predikat gunung tertinggi di pulau Jawa, Semeru
juga terkenal dengan panorama alamnya yang menawan. Sebelas dua belas atau
sebanding lurus, dibalik keindahannya itu, Semeru juga menyimpan potensi bahaya
yang besar bagi mereka yang mendekatinya.
Mendaki gunung adalah
virus berbahaya yang menular dengan cepat dan membuat para korbannya ketagihan.
Itulah faktanya.
Sudah lama berlalu
memang, tapi untungnya masih tersimpan catatan usang di buku saku yang
tersimpan rapih bersama beberapa foto-foto lama saya. Tidak berlebihan memang,
ungkapan di atas, bahwa mendaki gunung adalah serupa virus, tidak ada obatnya
dan yang pasti adalah menular. Sekali saja sampeyan naik gunung. Akan nagih.
Saya masih ingat
sekali. Ketika hendak menyampaikan keinginan untuk naik gunung pada istri saya.
Meski bukan untuk pertama kalinya, dan meskipun pada akhirnya tetep saja
diijinkan dia selalu bilang bahwa naik gunung adalah pekerjaan gila, amor fati
dan mencintai kematian. Ya, saya tidak persalahkan pendapat ini, bagaimanapun
bagi orang yang tidak mengakrabi aktifitas ini sulit untuk kita menjelaskannya.
Ya, bagi sebagian orang
yang tidak mengakrabinya, mereka tidak akan pernah tau bahwa untuk mencapai
puncak gunung memerlukan suatu proses yang panjang. Tentu saja lengkap dengan
kelelahan, baik fisik maupun secara batin. Namun jelasnya dibalik setiap proses
yang dilalui tersimpan hikmah perjalanan hidup manusia dan bagaimana seseorang
menghargai kehidupan. Dari sinilah candu itu di mulai oleh seorang pendaki yang
tentu saja akan sulit dipahami bagi yang tidak mengalaminya.
Jujur, gunung Semeru
bukanlah favorit bagi saya secara pribadi. Belum mengalahkan gunung Lawu yang
saya jejaki berkali-kali. Itu dulu anak muda. Mungkin sekarang meski niat sudah
terkumpul ribuan persen tetap saja ada hal yang perlu dipertimbangkan,
bagaimanapun hajat hidup orang banyak yang nggemblok di pundak selayaknya
carier adalah pertimbangan utamanya. Tapi lagi-lagi tak afdol kiranya dalam
jagad pendakian jika belum menapaki atap pulau Jawa ini. Terhitung dua kali
saya menjejaki Semeru ini.
Tulisan yang kisanak
baca ini adalah tugu kenangan semata, yang mungkin akan terbagi dalam dua atau
tiga tulisan berseri. Siapa tahu akan menjadi manfaat bagi sampeyan yang
berkeinginan atau ada niat untuk menjajal tantangan yang ditawarkan oleh Semeru.
Niat adalah penting,
namun niat saja tidaklah cukup. Demikian kata sebuah ungkapan. Seperti yang
sudah saya narasikan di atas, tidak afdol seorang pendaki sebelum menjejakkan
kaki di Mahameru, demikian juga saya. Sekian lama niat itu saya pupuk, hingga pertengahan
Januari 2011 silam saya berkesempatan untuk meniti puncak para dewa tersebut. Memang,
jika dibandingkan saudara jauhnya, Lawu. Gunung Semeru terbilang memiliki trek
lengkap dan berat. Di sini niat dan mental kisanak benar-benar diuji.
Ya, Mahameru, satu
tempat yang sekian lama ingin saya jejaki akhirnya datang juga, menyisakan
lembaran risalah yang kelak bisa diceritakan ulang pada anak cucu. Menceritakan
bahwa Sang Maha Hidup menciptakan alam ini benar-benar tidak sia-sia,
melukisnya dengan nama Mahameru, Ranukumbolo, atau pun Oro-Oro Ombo. Dan bagi
seorang yang pernah memesrai tempat-tempat tersebut, jelas akan menjadi
kenangan tersendiri.
Bergeser pada objek
pendakian, dimana Semeru merupakan gunung yang terletak di Kabupaten Lumajang
Jawa Timur dan salah satu diantara gunung tertinggi di negeri ini, dan masih
menjadi jawara di pulau jawa dengan ketinggian atapnya mencapai 3676 mdpl.
Semeru merupakan gunung masih aktif yang mempunyai kawah dengan nama Jongring
Seloka, ini yang menjadikan Mahameru disebut sebagai tempat berkumpulnya para
dewa.
Sepintas, dari berbagai
gunung yang populer di Jawa yang pernah saya tapaki. Menjelajahi Semeru agak mirip
dengan adik jauhnya, Merapi yang memang medannya tidak jauh berbeda. Berbatu
dan berpasir. Hanya yang membedakan, meski Merapi lebih kerdil namun treknya
hampir bisa dikatakan tidak ada bonusnya (datar). Sang kakak (Semeru) lumayan
jauh anak muda untuk treknya, tak kurang dari 18 km, sampeyan bisa bandingkan
Merapi yang hanya 7 km itu. Ketahanan fisik sampeyan akan benar-benar teruji di
Semeru ini.
Jika dilihat dari jalur
pendakiannya gunung Semeru mempunyai trek yang cenderung landai memanjang
dengan tanjakan terjal yang tidak terlalu banyak dan baru benar-benar
curam-ekstrem saat mulai menapaki trek menuju Mahameru. Rute yang panjang
membuat puncak Gunung itu harus ditempuh dengan waktu yang lumayan lama,
idealnya 3 hari 2 malam untuk benar-benar mengeksplore apa yang disuguhkan
disana atau 2 hari 1 malam paling cepet.
Perhitungan secara
kasarnya dari Ranupani-Ranukumbolo (4-6jam) kita ngecamp terus Kumbolo-Kalimati
(4-5jam) nge-camp lagi, dan Kalimati-Mahameru (6-7 jam). Jika ditotal adalah 14
sampai 18 jam + nge-camp 2 malam. Bisa dibayangkan lama dan panjangnya rute
perjalanan yang harus ditempuh para pendaki untuk menyusuri setiap jengkal
tanah para dewa ini. Maka tidak berlebihan jika ada yang mengatakan hanya yang
berjiwa petualang yang sanggup melakukannya.
Pun halnya yang harus
diperhatikan adalah kondisi pribadi dan kelompok menjadi prioritas utama agar
capaian pendakian benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan bersama. Untuk
itu manajemen waktu, tenaga dan fikiran harus benar-benar diperhitungkan. Yang
terpenting untuk diperhatikan adalah Alam tidak pernah berbohong dan Alam
adalah bagian dari diri kita sendiri, sayangi ia dan jangan mengambil kecuali
gambar.
Perjalanan atau lebih
tepatnya pendakian ini sebenarnya adalah penuntasan perjalanan yang pertama,
yang mana ketika itu Oktober 2010 kami hanya sampai di Ranu Kumbolo. kecewa
sudah barang tentu, namun tentang mendaki bukanlah tentang suatu pemaksaan diri.
Ada hal yang harus menjadi pertimbangan untuk melanjutkan perjalanan ketika ada
salah satu dari teman seperjalanan tidak mampu meneruskan perjalanan.
Seusai pendakian yang
pertama itu, saya dan beberapa teman yang lain memutuskan untuk mendaki kembali
pada bulan Januari 2011, memupus rasa penasaran dengan tujuan utama merengkuh
puncaknya. Dari 4 (empat) anggota tim pada pendakian pertama, yang longgar waktunya
hanya dua orang termasuk saya yang ikut serta dalam pendakian yang kedua
kalinya ini, ditambah dua orang baru, satu diantaranya adalah adik sepupu saya
sendiri.
Pertengahan Desember
2010, atau tiga minggu sebelum pendakian sepupu saya sudah ke Jogja, selain
membantu pekerjaan saya sekaligus juga kami mempersiapkan yang lebih matang.
Meski puncak bukanlah segalanya, namun pengalaman kegagalan pada pendakian
pertama ada banyak yang harus di evaluasi (hayah koyo urusan birokrasi saja).
Mulai latihan fisik sampai merancang rencana perjalanan meliputi tanggal
berangkat dan pulang, perlengkapan, dan logistik.
Kebetulan tiga yang
lain termasuk saya semuanya tinggal di Jogja, maka menjadi lengkap setelah
sepupu saya juga di sini (Jogja). Hal ini memudahkan kami untuk mendiskusikan
perjalanan untuk kami sepakati bersama. Sedianya, kami hendak melewatkan awal
tahun di Semeru, namun karena ada beberapa keluarga dari Tuban yang leburan ke
Jogja maka niat itupun kami tunda seminggu setelahnya.
Sedianya, kami hendak
menumpang kendaraan teman saya asal Mojokerto yang kebetulan sedang ada garapan
pekerjaan di Magelang. Dengan berbagai pertimbangan, hanya saya yang menumpang
mobil tersebut beserta carrier kami. Sedangkan sepupu dan 2 temen yang lain
bermotor lebih dulu dan janjian ketemu di Nganjuk.
Singkat cerita, dari
Nganjuk kami sampai di kantor SPTNBTS (Seksi Pengelolaan Taman Nasional Bromo
Tengger Semer) II Tumpang pukul dua siang. Sedianya kami berniat mengurus
perizinan di sini, namun urung karena di jendela kantornya terdapat tulisan
yang memberitahukan bahwa pendakian ditutup karena alasan evaluasi SAR.
Kami cukup terkejut
dengan berita itu. Tidak ingin membuang waktu, sesuai arahan petugas di sana,
kami langsung saja menuju Ranu Pani untuk mengurus perizinan langsung di sana,
dengan harapan kami bisa tiba sebelum jam 16.00 sore dan melanjutkan pendakian
langsung menuju Ranu Kumbolo. Namun apa daya, keterbatasan tenaga sepeda motor
kami yang terengah-engah menapaki jalan rusak, menanjak dan menikung menuju
Ranu Pani, membuat kami baru sampai di Ranu Pani sekitar pukul 16.20 wib.
Artinya, kami terlambat
20 menit dari batas pendakian maksimal
yang diizinkan. Kami berusaha melobi petugas, namun kami tetap dinyatakan
terlambat dan diminta menginap semalam di Ranu Pani terlebih dahulu. …
Bersambung…..
0 on: "Catatan Jelajah Semeru : Penuntasan Perjalanan yang Tertunda [1]"