Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Ada yang bilang, hidup dijaman digital ini yang mengibaratkan
dunia ada dalam genggaman (gadget). Ya, setidaknya bagi kita yang hidup di kota
besar ungkapan tersebut bisa dikatakan ada benarnya. Berbagai aplikasi
menawarkan kemudahan hidup hanya dengan memencet-mencet layar dan kebutuhan itu
datang.
Di lain sisi, meski
jaman sudah sedigital ini, kita juga juga tak bisa memungkiri bagi sebagaian masyarakat
masih mempercayai tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan keramat untuk
meminta sesuatu. Keyakinan tersebut tentu bukan tanpa alasan, karena ada
sejarah dan jejak panjang yang menyertainya.
Apakah ada yang salah? Tentu
saja tidak, karena itu sangat subyektif menurut saya. Tergantung dari
masing-masing kita untuk memaknakannya. Lagi pula saya tidak hendak membincang
antara salah atau benar tersebut. Ilmu saya tidak cukup untuk hal ini.
Biasanya, tempat-tempat
yang dianggap sakral tersebut, bisa berujud gua, makam tua, atau bahkan sebuah
batu belaka. Meski hanya berujud seonggok batu belaka, bisa jadi aura mistisnya
luar biasa kuat. Nah, konon saking kuatnya aura mistisnya, hingga kemudian batu
tersebut dikunjungi banyak orang dari berbagai kalangan dengan bermacam tujuan.
Jika sampeyan tidak
percaya. Hambok datang ke antai Parangkusumo setelah sampeyan dari Parangtritis.
Dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di pesisir laut selatan
pantai Parangkusumo dianggap sebagai gerbang utama menuju Keraton Gaib Laut
Selatan. Di sana, ada sebuah kompleks yang sangat dikeramatkan, bernama Cepuri
Parangkusumo tempat baru keramat tersebut.
Secara administratif,
Cepuri Parangkusumo ini berada di Dusun Mancingan, Kelurahan Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Cepuri
Parangkusuma berada di pinggir pantai Samudera Hindia. Lokasi Cepuri
Parangkusmo berada di sisi barat dari Pantai Parangtritis.
Cepuri Parangkusumo ini
adalah pagar tembok keliling, dengan banyak lubang di tengah dinding temboknya.Ukuran
cepuri ini terbilang cukup luas. Gerbang cepuri berada di sisi selatan
menghadap laut. Gerbang ini berbentuk gapura paduraksa, dilengkapi dengan pintu
berbentuk jeruji yang terbuat dari kayu.
Tidak perlu takut kalau
kisanak pas singgah ke cepuri ini, sampeyan tinggal pukul kentongan di tempat
tersebut untuk memanggil juru kuncinya jika kedapatan tidak berada di tempat. Rasah
sungkan, karena kentongan itu fungsinya memang untuk memanggil juru kunci, tapi
tentu saja untuk hal yang sifatnya darurat.
Nah, di dalam cepuri
inilah magnet aura mistis pantai Parangkusumo itu berada. Lebih tepatnya
mungkin karena adanya dua onggok batu yang sangat disakralkan. Cukup menarik
keberadaan batu yang disakralkan ini. Bagaimana, penasaran? Baik, saya
ringkaskan cerita yang sarat mitos tersebut.
Begini anak muda, dua
batu keramat tersebut erat kaitannya dengan pertemuan antara calon raja pertama
Mataram Islam, Danang Sutawijaya, dengan penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu
Kidul. Dua batu tersebut pun ada namanya masing-masing, yang besar disebut Selo
Ageng sedangkan yang lebih kecil disebut Selo Sengker.
Di Selo Ageng inilah
pertama kali Danang Sutawijaya (kelak bergelar Panembahan Senopati) melakukan
semedi. Namun karena tidak nyaman, maka ia berpindah tempat ke Sela Sengker. Dalam
riwayatnya, Danang Sutawijaya bertapa di batu keramat tersebut karena menuruti
nasihat Ki Juru Mertani. Meditasi yang luar biasa tersebut, mengakibatkan
kekacauan di Kerajaan Laut Selatan. Hawa panas menyeruak dan gelombang pasang
yang hebat pun terjadi. Bahkan, saking besarnya gelombang pasang, binatang laut
bergeleparan di pantai.
Bergolaknya segoro
kidul ini kemudian mengakibatkan Ratu Kidul, yang menguasai dunia gaib Laut
Selatan akhirnya keluar. Ia mencari tahu apa penyebab kekacauan di kerajaannya.
Nah, di saat ia keluar, ia mendapati sosok lelaki gagah tengah bertapa. Kalau
saja tidak gagah, bisa di cithes itu orang.
Ya, Ratu Kidul segera
tahu, penyebab kekacauan kerajaannya tersebut adalah karena semedi yang
dilakukan oleh pria gagah nan tampan pada zamannya itu. Ratu Kidul lalu
menanyakan apa yang dikehendaki lelaki itu. Sutawijaya menjawab, bahwa ia
menginginkan agar Ratu Kidul membantunya dalam mendirikan dan membesarkan kerajaan
yang hendak didirikannya.
Karena sudah kesengsem
pada pandangan pertama, Ratu Kidul menyanggupi permintaan Sutawijaya, dengan
syarat, Sutawijaya dan keturunannya yang menjadi raja, harus bersedia menjadi
suaminya. Sutawijaya pun menyetujui syarat ini, asalkan perkawinan tersebut
tidak membuahkan keturunan. Dari sini perjanjian tersebut diteken.
Di kemudian hari,
Kerajaan Mataram Islam pun berdiri. Kekuasaan yang didambakan oleh Danang
Sutawijaya akhirnya tercapai. Semua itu, menurut mitos yang beredar, karena
peran serta dari Ratu Kidul. Hingga kini, seperti yang kita tahu keberadaan Mataram
Islam yang didirikannya itu masih tetap lestari, yaitu Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta.
Kontrak perkawinan
politik antara Danang Sutawijaya dengan Ratu Kidul, kemudian diteruskan sampai
sekarang oleh raja-raja dinasti Mataram, terutama Kasultanan Yogyakarta. Maka,
hingga kini Kasultanan Yogyakarta selalu menggelar prosesi labuhan di pantai
Parangkusumo setiap tahunnya.
Pertemuan Ratu Kidul
dan Danang Sutawijaya di kedua batu keramat itu hingga kini masih diyakini
kebenarannya oleh sebagian masyarakat. Dalam pertemuan itu, Ratu Kidul duduk di
Selao Sengker, sedangkan Danang Sutawijaya duduk di Sela Ageng. Karena ikatan
asmara antara Sutawijaya dan Ratu Kidul terjadi di dua batu keramat tadi, kedua
batu tersebut lalu dijuluki Batu Asmara.
Seperti yang sudah saya
narasikan di atas, meski kini kita sudah hidup di jaman bukan hanya modern
namun sudah mendekati jaman nano, kunjungan tokoh lokal maupun nasional pun
agaknya masih tetap marak. Konon, mereka ke tempat ini biasanya karena punya
hajat hendak meraih kekuasaan, atau melanggengkan kekuasaan. Ritual para
peziarah tersebut biasanya berdoa atau tirakat di depan kedua batu keramat.
Setelah itu, kemudian menaburkan bunga setaman.
Maka, bukan pemandangan
aneh lagi kalau di sekitar Cepuri Parangkusumo ini banyak didapati penjual
bunga setaman, dupa serta kemenyan. Paling ramai peziarah kalau malam Selasa
Kliwon dan Jumat Kliwon. Hari biasa tidak terlalu ramai, tapi tetap banyak yang
datang.
Selain Cepuri
Parangkusumo yang berisi dua buah batu keramat tadi, di kompleks Pantai Parangkusumo
ini juga terdapat beberapa bangunan lain. Pada sisi depan cepuri terdapat dua
bangunan kembar yang saling berhadapan. Bangunan kembar tersebut digunakan
untuk meletakkan aneka peralatan menjelang pelaksanaan upacara Labuhan
Parangkusumo.
Sementara di sisi
belakang kanan dan kiri Cepuri Parangkusumo, terdapat bangunan tanpa dinding.
Bangunan ini digunakan sebagai tempat istirahat bagi para wisatawan atau
peziarah. Di depan gapura utama (paling luar) ini juga terdapat kompleks
bangunan lain yang difungsikan sebagai semacam taman.
Selain itu, ada pula
gapura sisi belakang yang berukuran lebih kecil daripada gapura utama. Kedua
gapura terluar dari kompleks Cepuri Parangkusumo ini dilengkapi pula dengan
patung raksasa kembar Dwarapala. Keberadaan patung ini sebagai penjaga atau
penolak bala.
Sebenarnya masih ada
lagi batu yang dianggap keramat di sekitar Pantai Parangkusumo ini. Lokasinya tak
jauh dari Cepuri Parangkusumo. Hamparan batu warna kecoklatan tersebut
memanjang seperti ular raksasa. Batuan yang dulunya adalah aliran magma dari
perut bumi itu berada di Cepuri Parang Anom. Namun entah kenapa, para peziarah
lebih banyak berziarah di dua batu keramat yang ada di Cepuri Parangkusumo. Ada
yang tahu? Komentarkan di bawah yaa.
Sementara sampai di
sini dahulu kisanak dan sepertinya sudah cukup panjang tulisan ini. Akhir kata
sekian dulu dan sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. Nuwun.
0 on: "Cepuri Parangkusumo : Tempat Sutawijaya Teken Kawin Kontrak dengan Ratu Kidul"