Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Adalah Benson Bobrick yang menulis The Caliph's Splendor:
Islam and the West in the Golden Age of Baghdad. Namun dalam edisi terjemahan
yang dapat pinjeman dari mahasiswa yang kuliah di UII ini cukup bagus. Bobrick
menulis tentang masa kejayaan khalifah Islam. Di sana digambarkan dengan sangat
apik petemuan dua peradaban besar dunia, Islam dan Barat sekaligus. Nah,
mumpung bukunya masih di tangan, saya nukilkan buat sampeyan semua.
Tatkala kekuasaan dunia
Barat merosot segera setelah Imperium Romawi runtuh, sebuah peradaban baru
muncul di Timur. Mencapai puncak keemasannya di Baghdad di bawah Khalifah Harun
al-Rasyid, pemimpin legendaris ''Negeri 1001 Malam'' yang kekuasaannya di dunia
nyata semegah kisahnya dalam cerita fiksi. Jejak kekuasaannya meluas hingga
tiga benua. Ia juga tercatat sebagai pemimpin negara Islam yang memfasilitasi
pengembangan sains dan filsafat lewat penerjemahan besar-besaran karya-karya
besar pemikir Yunani.
Harun al-Rasyid lahir
pada 17 Maret 763 di Teheran, Iran. Ia menjadi penguasa (khalifah) pada tahun
170 H (786 M) di usia 23 tahun. Harun Al-Rasyid adalah kalifah kelima dari
kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun170-186 H /786-803 M. Ayahnya
bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga .Ibunya Jurasyiyah dijuluki
Khayzuran berasal dari Yaman. Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun
Al-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran).
Ratusan tentara
berjalan menuju Baghdad. Baju zirah berwarna perak dengan senjata lengkap
berkilauan ditimpa sinar matahari. Puluhan tentara khusus bergelar ''Tentara
Anshar'' turut berjalan dengan barisan teratur. Bendera dan panji-panji hitam
berkibar sebagai simbol kerajaan.
Di tepian Sungai
Tigris, ratusan ribu orang berjejal hingga ke jembatan dan di perahu-perahu.
Para pedagang dan bangsawan berdiri di balkon rumah bertingkat menghadap ke
dermaga. Di gerbang kota Khurasan, kumpulan orang juga laksana kerumunan semut.
Memenuhi lapangan parade, meluber hingga tepat ke pintu gerbang istana.
Sementara itu, di
tengah-tengah mereka, seorang pemuda menunggang kuda putih dengan mengenakan
baju zirah. Di bahunya tergantung Dzul Fiqar, sebuah pedang dengan ujung
bercabang dua --yang pernah digunakan Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib.
Pemuda berusia 23 tahun itu berambut ikal, bertubuh jangkung tegap, wajah
tampan dengan kulit berwarna zaitun. Diiringi barisan tentara dan pejabat kerajaan,
ia menuju Masjid Agung untuk mengimami salat Jumat.
Begitulah suasana usai
Harun al-Rasyid didaulat sebagai Khalifah Abbasiyah.
Di Baghdad, Harun
tinggal di Istana Al-Khuld (keabadian), yang dibangun ayahnya di tepi Sungai
Tigris. Temboknya yang berkubu serta menaranya yang tinggi dilengkapi dengan
pagar pertahanan. Di bagian depan istana, terdapat lapangan parade yang sangat
luas. Istana Abbasiyah memadukan kediaman keluarga khalifah dan perkantoran
adiminstrasi kekhalifahan.
Terdapat ruangan besar
di dalam istana, dengan sebuah kubah yang disangga 80 tiang pualam putih
berpahat lukisan burung emas. Di antara tiang-tiang itu terdapat vas dari batu
jasmer, batu akik, dan kristal berisi bunga-bunga eksotis, sebagian dinding
istana dipenuhi lukisan adegan-adegan dari kehidupan para khalifah sebelumnya,
serta berbagai peristiwa dramatis terkait dengan kebangkitan Islam.
Sebagai seorang
pengkaji sejarah, Harun memandang kenaikan dirinya menjadi khalifah merupakan
keagungan yang telah ditakdirkan. Dengan perhitungan matang, Harun berhasil
menduduki singgasana dalam perpindahan kekuasaan yang tidak berdarah. Sedangkan
orang-orang yang menentang penobatannya diperintahkan ke garis depan perbatasan
untuk menjalankan tugas yang berisiko.
Lahir dari pasangan Al-Mahdi
dengan Khaizuran, perempuan berdarah Persia, Harun kecil menghabiskan waktunya
di harem kerajaan lazimnya ahli waris tahta yang sedang tumbuh. Dia mempelajari
sejarah, geografi, retorika, musik, dan syair, serta ekonomi-keuangan.
Tentunya, semua bidang ilmu pengetahuan itu didasarkan pada argumen keagamaan.
Namun di bawah
pengawasan Ali bin Hamzah al-Kisa'i, seorang teolog terkemuka, energi terbesar
Harun digunakan untuk menguasai Al-Quran dan Hadis. Sementara itu, latihan
fisiknya sebagai calon ''tentara Allah'' memadukan latihan militer seperti
permainan pedang, memanah, pertempuran berkuda, dan seni berperang.
Tokoh idolanya adalah
Darius, raja Persia Kuno yang menerapkan reformasi besar-besaran bagi kerajaan.
Darius menciptakan perpajakan yang tertata, pencetakan koin yang seragam,
standar ukuran dan timbangan, membangun sistem irigasi di Asia Tengah dan Gurun
Suriah, membangun pelabuhan di Teluk Persia, dan membuat terusan dari Sungai
Nil ke Suez. Bahkan Darius-lah yang membangun sistem jalan raya pertama untuk
kendaraan beroda agar dapat membawa pesan dengan jarak enam ratus mil dalam
sepekan. Dalam citra Darius-lah Harun memerintah.
Sistem Administrasi Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan sipil
Kekhalifahan Abbasiyah didelegasikan kepada wazir (perdana menteri), kekuasaan
kehakiman kepada qadhi (hakim agung), dan peran militernya pada amir
(jenderal). Tetapi sang khalifah sendiri tetap sebagai penentu terakhir semua
kebijakan pemerintahan.
Dalam pemerintahan
Kekhalifahan Abbasiyah, khalifah bukan lagi sebagai pengganti Nabi seperti pada
masa Kekhalifahan Dinasti Umayyah, tetapi adalah bayangan Tuhan di bumi
(dhilalullah fi al-ardh). Nyaris seperti Kerajaan Persia Kuno, raja adalah
wakil dewa di bumi.
Tradisi Persia memang
mempengaruhi kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah menjadi autokrat di saat para
penghuni istana harus membungkuk dan mencium kaki dan tangan khalifah ketika
menghadap. Pada saat yang sama, pengaruh etnis Arab di lingkaran istana
menurun. Khalifah Arab yang bisa didekati siapa pun tanpa jarak sudah lama
hilang. Ia digantikan oleh raja yang nyaris tidak terjangkau, tersembunyi di
balik istana yang dikelilingi benteng. Sejalan dengan tahta tradisi Raja Diraja
Persia Kuno.
Mengikuti tradisi yang
diadopsi dari raja-raja Persia, wazir mengepalai kabinet dan dewan tertinggi,
yang keanggotaannya meliputi kepala-kepala departemen negara. Wazir berhak
mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim, bahkan mewariskan jabatan
kepada putranya.
Di bawah kekuasaan
Harun, dibentuk ''biro penyitaan''. Karena menurut kebiasaan, wazir akan
menyita hak milik gubernur mana pun yang dipecat, seperti halnya gubernur lazim
menyita hak milik para pejabat yang lebih rendah maupun penduduk sipil. Dan
khalifah, berhak memberikan hukuman yang sama bagi wazir yang diberhentikan.
Pemerintahan terus
berevolusi. Desentralisasi adalah konsekuensi yang tidak terhindarkan dari
wilayah yang sangat luas. Untuk kepentingan administratif, kekhalifahan dibagi
menjadi 24 provinsi di bawah penguasa yang mendapat mandat.
Sistem peradilan dan
keuangan ditata rapi. Pendapatan mengalir ke dalam perbendaharaan kerajaan dari
berbagai pajak, termasuk pajak tanah, pajak hewan ternak, emas dan perak,
barang komersial, pajak per kepala bagi non-muslim, dan bea cukai. Selain itu,
Harun membentuk dewan surat menyurat atau kantor arsip yang menangani dokumen
resmi, serta departemen untuk memeriksa pengaduan yang berfungsi sebagai
pengadilan banding.
Setiap kota besar
memiliki polisi khusus yang bertugas selain menjaga ketertiban juga mengawasi
pasar-pasar umum, untuk memastikan misalnya, penggunaan ukuran dan timbangan
dengan tepat, serta menindak berbagai aktivitas terlarang seperti perjudian,
penjualan minuman beralkohol, dan praktek riba.
Di setiap ibu kota
provinsi didirikan kantor pos. Rute yang menghubungkan kota-kota besar dan
kecil turut dibangun. Bahkan di jalan raya kerajaan, dibangun tempat-tempat
peristirahatan untuk kafilah, penginapan, dan sumur. Sebuah sistem estafet yang
menghubungkan berbagai wilayah dibentuk untuk memudahkan surat-menyurat.
Bahkan kantor pos pusat
di Baghdad dilengkapi dengan buku alamat dan peta yang menunjukkan jarak antara
masing-masing kota. Kepala pos nasional pun bertugas sebagai kepala inteliijen
khalifah. Dengan demikian semua pegawai pos sekaligus berperan sebagai agen
rahasia yang mengawasi urusan-urusan setempat.
Pasukan Militer Khalifah
Untuk meningkatkan
kedudukannya sebaga amirul mukminin (panglima orang beriman), Harun al-Rasyid
terjun ke medan perang. Di perbatasan barat Abbasiyah kerap terjadi bentrokan
dengan Byzantium karena kedua belah pihak menempatkan pasukan di sepanjang
garis pertahanan berkubu yang membentang di seluruh Asia Kecil, Anatolia
(kurang-lebih Turki saat ini), dari Suriah hingga perbatasan Armenia.
Tidak lama setelah penobatannya
sebagai khalifah, Harun menetapkan bagian muslim dari zona itu sebagai provinsi
militer tersendiri yang disebut 'awashim. Sebuah pemerintahan yang di bawah
seorang amir atau jenderal. Dan setiap tahun di musim panas, diluncurkan
serbuan ke Byzantium dengan kemenangan yang gemilang.
Banyak serangan
menghasilkan harta rampasan dengan jumlah besar. Namun beberapa di antaranya
berakhir bencana. Pada 791, misalnya, pasukan muslim mencapai Kaesarea dengan
kemenangan, namun dalam perjalanan pulang terperangkap dalam badai salju di
pegunungan tinggi.
Abbasiyah memiliki
tentara yang tidak sedikit. Jika dibutuhkan, sejumlah pasukan yang cukup besar
bisa dikumpulkan dalam waktu singkat dari serdadu umum yang diambil dari
kelompok-kelompok suku. Ada juga kesatuan-kesatuan tentara tetap yang menerima
gaji rutin, serta pasukan elite kerajaan.
Meniru cara
Romawi-Byzantium, tentara dikelompokkan menjadi kesatuan-kesatuan yang terdiri
atas 10, 50, 100, dan 1.000 orang. Sebuah kesatuan yang terdiri atas 100 orang
membentuk sebuah kompi atau skuadron; 1.000 orang membentuk sebuah batalion;
dan 10.000 orang membentuk sebuah korps dengan seorang amir atau jenderal
sebagai pemimpinnya. Setiap saat, 125.000 serdadu muslim ditempatkan di
sepanjang perbatasan Byzantium, serta Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy, dan
lokasi-lokasi strategis lainnya untuk menangani kerusuhan.
Adapun Garnisun Baghdad
bermarkas di bagian utara dan barat kota. Namun para serdadu dari
wilayah-wilayah kerajaan yang berbeda cenderung membentuk distrik etnis mereka
sendiri. Sehingga menciptakan, misalnya, Bukhara kecil, Thabaristan kecil, atau
Balkh kecil.
Apel militer resmi
kadang digelar di ibu kota dengan kavaleri ringan dan berat, infanteri, dan
pasukan panah berbaris di lapangan. Kavaleri berat benar-benar dilapisi besi,
dengan helm dan perisai dada yang tebal. Seperti para ksatria abad pertengahan,
titik yang tak terlindungi di tubuh mereka hanyalah ujung hidung dan mata.
Pasukan infanteri yang bersenjata tombak, pedang, dan lembing, juga sama
mengesankannya, dan (mengikuti tradisi Persia) dilatih untuk berdiri begitu
kokoh.
Perlengkapan militer
Abbasiyah termasuk yang paling canggih pada zamannya. Di antaranya alat
pengepungan seperti katapel raksasa, pelontar, alat pelantak, tangga, besi pengait
bertali, dan kaitan yang dibuat oleh para insinyur militer. Namun senjata utama
pasukan Abbasiyah untuk pengepungan adalah manjaniq, mesin tiang-ayun serupa
pelontar yang digunakan di barat abad pertengahan. Selain itu, Harun telah
mengembangkan granat pembakar.
Gemerlap Kehidupan Baghdad
Baghdad, "negeri
seribu satu malam" begitu memesona. Imigran Kristen, Hindu, Persia,
Zoroaster, dan sebagainya datang dari seluruh penjuru, bahkan hingga sejauh
India dan Spanyol. Mereka disambut dengan semangat universal dan ada banyak hal
yang mendorong mereka untuk tinggal.
Di sepanjang Sungai
Tigris, kios-kios berjejer dengan berbagai macam barang dagangannya. Di situ
berkumpul perajin pualam dari Antiokia, pembuat (kertas) papirus dari Kairo,
perajin tembikar dari Basrah, hingga ahli kaligrafi Cina dari Peking.
Rumah-rumah dibangun
dengan batu bata yang dijemur dan dibakar dalam tungku. Sedangkan masyarakat
yang lebih miskin membangun rumah dari gundukan tanah yang disemen dengan
mortar dan tanah liat.
Sanitasi air kota
dirancang dengan cermat. Dibangun pula pancuran air dan pemandian umum yang
disebut hammam yang terdiri atas beberapa kamar berubin mengelilingi ruang
pusat. Atap hammam berupa kubah yang dipenuhi lubang-lubang kecil berbentuk
bulat yang dipasangi kaca agar cahaya dari luar bisa masuk.
Biasanya, setelah
membersihkan diri, orang-orang beristirahat di ruangan luar yang disiapkan
untuk bermalas-malasan. Di situ mereka menikmati makanan ringan dan minuman.
Atau sekadar bercukur rambut dan menggunakan jasa pijat. Barulah pada malam
hari, pemandian umum itu dibersihkan.
Suasana malam Baghdad
begitu gemerlap. Diterangi lampu dan berbagai atraksi seperti kabaret, teater
bayangan, akrobat, dan para pendongeng yang menghibur di sudut-sudut kota.
Kedai-kedai malam pun tampak ramai. Jelas jauh berbeda dengan kota-kota di
Eropa pada masanya. Jalanan Baghdad begitu bersih, sementara London dan Paris
masih tampak kumuh dan banyak wabah penyakit.
Jangkar Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Di bawah pemerintahan
Harun al-Rasyid, minat terhadap dunia intelektual meningkat. Seperti pada masa
kejayaan Alexandria, orang Yahudi, Manikeanisme, Kristen, Zoroaster, Budha, dan
Hindu saling bertemu dan bertukar gagasan. Karya terjemahan melimpah dan sangat
terorganisasi, sehingga studi dan penerjemahan karya-karya Yunani bisa
dilakukan dengan penuh semangat.
Banyak karya
Aristoteles, Plato, Hippocrates, Galen, Ptolomeus, dan lain-lain diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab. Beberapa naskah astrologi turut menjadi terkenal,
termasuk karya-karya Antiochus dari Athena dan Dorotheus dari Sidon. Bahkan
Harun memerintahkan agar Elements karya Euclides dan Almagest karya Ptolomeus
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Orang-orang Kristen
Nestoria termasuk di antara sarjana yang paling getol terlibat dalam usaha
intelektual. Mereka menerjemahkan lebih dari 1.000 karya dari bahasa Suriah dan
Yunani dalam bidang botani, kimia, matematika, arsitektur, navigasi, geografi,
astronomi, kedokteran, filsafat, dan lain-lain. Kajian astronomi diperluas, observatorium
dibangun, dan tabel pergerakan planet disusun.
Dengan cara ini, hampir
seluruh warisan ilmu pengetahuan Yunani ditransmisikan ke dunia Islam. Selain
itu, sebagian guru dan mahasiswa berprestasi mendapat fasilitas rumah di
Baghdad dengan kehormatan dan kekayaan tergantung pada pengetahuan yang mereka
miliki.
Tugas menerjemahkan
naskah-naskah Yunani Kuno dilaksanakan dengan penuh semangat di Jundishapur,
Persia Barat, tempat didirikannya sebuah akademi besar meniru akademi yang
didirikan Alexander Agung di Alexandria. Kurikulum akademi itu meliputi logika,
kedokteran, matematika, astronomi, sejarah, dan berbagai disiplin lainnya
dengan bacaan terpilih dari naskah-naskah Yunani klasik, Sanskerta, dan Cina.
Adapun bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Suriah dan Persia.
Untuk meningkatkan
kajian dalam bidang kesehatan, di akademi di bangun rumah sakit pendidikan yang
menjadi awal mula sistem rumah sakit modern. Pengetahuan kedokteran dan
perawatan disistematisasikan. Sedangkan para mahasiswa kedokteran, seperti
halnya para dokter magang di masa modern, diwajibkan berlatih di bawah
pengawasan staf pengajar.
Pada 791, Harun
menjadikan persoalan pendidikan sebagai tujuan nasonal. Ia menulis surat kepada
seluruh gubernur provinsi, mendesak agar mereka memajukan pendidikan. Bahkan
mengadakan ujian negara dengan hadiah uang bagi para siswa yang mendapat hasil
bagus. Dalam akademi yang menjadi cikal bakal Baitul Hikmah, ratusan penyalin
menulis ulang karya-karya baru dengan tangan. Banyak dari karya-karya itu
diedarkan kepada masyarakat luas melalui kios-kios penjual buku yang ada di
sepanjang Sungai Tigris.
Kisah Cinta Sang Khalifah
Saat berusia 14 tahun,
Harun jatuh cinta kepada gadis Kristen bernama Hailana (Helena). Ada kasih
sayang yang tulus di antara keduanya. Namun meninggalnya Helena membuat pikiran
Harun kacau karena duka.
Di usia 18 tahun, lima
tahun sebelum menjadi Khalifah, Harun menikahi Amat Al-Aziz yang dijuluki
Zubaidah, anak dari Salsal, bibinya. Perjamuan pernikahan digelar di Istana
Al-Khuld. Berbaskom-baskom uang dinar emas disebarkan ke para tamu. Sebuah
rompi bertatahkan permata yang dikenakan para Ratu Kekhalifahan Abbasiyah, yang
kemudian dimiliki Khaizuran, ibunda Harun, diserahkan kepada pengantin
perempuan. Keduanya saling mencinta, namun Harun mempunyai istri-istri lain:
Azizah, Ghitrif, dan Ghadir. Harun menikah sebanyak enam kali dan memiliki 25
anak, 10 putra, dan 15 putri dari banyak selir dan istri.
Beberapa tahun setelah
menikahi Zubaidah, seorang selir lain bernama Dananir memikat Harun. Zubaidah
pun cemburu, namun Harun meyakinkan Zubaidah bahwa ia hanya terpikat pada suara
selir itu. Untuk mengalihkan pikiran Harun, Zubaidah menghadiahi Harun 10 gadis
budak yang cantik. Tetapi strategi Zubaidah kelewat berhasil. Salah satu dari
ke-10 gadis itu adalah gadis Persia bersama Marajil, yang meninggal saat
melahirkan putranya, Al-Ma'mun (kelak menggantikan Harun).
Enam bulan setelah
kelahiran Al-Ma'mun, pada April 787, Zubaidah melahirkan putra tunggalnya, yang
kelak menjadi khalifah dengan julukan Al-Amin. Harun juga menjadi ayah bagi
lima anak dari budak lain, Maridah, dan salah satu dari lima anak itu,
Mu'tashim, juga menjadi khalifah.
Harun berusaha sebisa
mungkin untuk menjaga perasaan Zubaidah. Saudara perempuan khalifah, Ulaiyah,
terkadang bertindak sebagai penengah dalam pertengkaran mereka. Bahkan Ulaiyah
menggunakan bakat musik dan puisinya untuk mendamaikan pasangan itu.
Zubaidah memiliki tanah
di seluruh wilayah kerajaan, membangun kembali kota Tibriz di Persia Utara
setelah ditimpa gempa bumi pada 791. Ia memberikan subsidi proyek-proyek
pembangunan sarana publik, seperti penggalian kanal untuk irigasi, persediaan
air, dan pendirian berbagai asrama dan masjid. Jasa lainnya, ia membangunan
fasilitas untuk ibadah haji, membantu memasok air bagi jamaah, dan membangun
jalan sepanjang 900 mil dari Kufah ke Mekkah.
Di sisi lain, Zubaidah
membangun istana dengan balairung resepsi yang luas yang disokong pilar-pilar
bertatahkan gading dan emas. Ayat-ayat Al-Quran diukir di dinding dengan
tulisan emas. Istana megah itu juga dikelilingi taman dengan binatang dan
burung langka.
Sekelompok gadis budak
yang berseragam menyertainya ke mana pun dia pergi. Masing-masing dayang hafal
Al-Quran dan bergantian melantunkan ayat Al-Quran masing-masing tiga juz
(sepersepuluh Al-Quran) setiap harinya. Karena itulah istananya selalu ada
lantunan ayat suci.
Untuk mengelola banyak
properti, Zubaidah mempekerjakan sekelompok sekretaris juga asisten yang
bertindak atas namanya untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan Harun. Rumah
tangga pribadinya juga dikelola dengan cara sangat mewah. Makanannya disajikan
di atas piring emas dan perak. Ia juga memperkenalkan tren penggunaan sandal
yang dihiasi permata. Bahkan dialah yang pertama kali diusung dalam tandu
(kursi bertirai) yang terbuat dari perak, kayu eboni, dan kayu cendana yang
dilapisi kulit dan sutra.
Pengaruh Seorang Ulama Sufi
Meskipun mempunyai
kedudukan tinggi dengan kekuasaan yang besar, Khalifah Harun al-Rasyid adalah orang
yang taat beribadah. Tidak lama setelah naik tahta, Harun meminta agar
didatangkan seorang zuhud (ulama sufi) yang terkenal, Ibnu as-Sammak, untuk
memberikan nasihat bijak yang menuntunnya menjalani hidup. ''Ingatlah, bahwa
kelak Anda akan berdiri sendirian di hadapan Tuhan. Kemudian Anda akan
dimasukkan ke dalam surga atau neraka,'' kata Sammak.
Nasihat itu sangat
membekas di hati Harun, sehingga dari waktu ke waktu ia mengkhawatirkan
keselamatan ruhnya. Konon dia segera menangis ketika mengingat Allah. Dan
ketika membaca syair mengenai kesementaraan hidup, air mata membasahi pipinya.
Bertahun-tahun
kemudian, Sammak kembali dipanggil lagi ke istana. Setelah ia berbincang lama,
khalifah mengambil kendi hendak meminum air. Ketika itu Sammak bertanya, ''Katakan
padaku demi hubungan kekerabatan Anda dengan Rasulullah, jika Anda (ditimpa
sakit sehingga) tidak bisa meminum seteguk air, apa yang Anda berikan untuk
mendapatkannya?''
Harun menjawab,
''Separuh kerajaanku.''
''Minumlah, semoga
Allah menyegarkanmu,'' kata Sammak. Lalu ia bertanya lagi, ''Atas nama hubungan
persaudaraan Anda dengan Rasulullah, jika Anda tidak bisa menghilangkan air
(buang air kecil) dari tubuh Anda, apa yang akan Anda berikan agar bisa
melakukannya?''
''Setengah
kerajaanku,'' jawab Harun.
Ibnu Sammak berkata
lagi, ''Nilai sebuah kerajaan tidak lebih dari seteguk air, jadi tidak layak
diperebutkan.''
Sebagai seorang
khalifah yang saleh, setiap pagi Harun bersedekah 1.000 dirham, kemudian
mendirikan salat 100 rakaat dengan disertai banyak bacaan zikir dan doa. Sejak
menjadi Khalifah, ia menunaikan tujuh kali ibadah haji ke Mekkah dengan
mengendarai unta. Dan pada haji kedelapan, ia memulai perjalanan dari Rakkah,
Suriah dengan berjalan kaki ke Mekkah.
Harun memiliki jiwa
yang gelisah. Konon ia kerap menyamar dan keluyuran di jalan-jalan Baghdad saat
malam. Sesekali ditemani wazirnya, Ja'far al-Barmak, serta pengawal dan
pengikutnya, Abu Hasyim Masrur. Bisa jadi karena keprihatinan yang tulus
terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Wafatnya Sang Khalifah
Pada pertengahan
Februari 809, Harun berangkat menuju Baghdad dalam perjalanannya menuju
Khurasan. Dia sampai di Baghdad pada Jumat malam, 26 Februari 809. Setelah
mempercayakan ibu kota kepada Ma'mun, sang putra mahkota, usai salat asar,
Khalifah yang dalam keadaan sakit itu melanjutkan perjalanan ke Khurasan.
Ketika sampai di
pinggiran kota Nahrawan, 20 mil dari ibu kota, Harun menepi dari jalan dan
turun dari kuda di naungan sekelompok pepohonan kurma, 50 yard dari jalan.
Kemudian dia membuka bagian depan pakaiannya untuk memperlihatkan sebuah perban
sutra yang diikatkan di perutnya. Harun menderita luka usus.
Setelah melintasi
dataran tinggi Hulwan, Harun berhenti di Kermansyah dan berpidato panjang di
hadapan pasukannya untuk menunjukkan komandonya. Namun keadaan khalifah kian
memburuk saat tiba di Kota Jurjan. Dia bisa bertahan hanya sampai di Kota Tus.
Di sana dia harus digotong oleh para pelayannya, hal yang menimbulkan
kegemparan di kalangan pasukan.
Harun mengawasi
penggalian kuburnya di taman dan memilih kain kafannya. Selama beberapa hari
berikutnya, sejumlah qari melantunkan seluruh ayat Al-Qur-an di hadapannya.
Masing-masing membaca surat yang berbeda dalam sebuah rangkaian yang kacau,
sementara sang khalifah bolak-balik antara tidur dan terjaga.
Pada 23 Maret 809, ia
tiba-tiba membuka matanya dan meminta sebuah selimut tebal kepada pelayannya.
''Di mana kau?'' tanya
Harun. ''Di sini. Ketika pemimpin orang yang beriman begitu menderita, hatiku
tak akan membiarkanku istirahat,'' jawab pelayan itu.
Harun pun tertawa, lalu
berkata, ''Mereka yang berasal dari ras yang hebat harus berani menanggung
nasib yang paling berat.''
Harun pun mangkat dan
dimakamkan di Tus. Sekian.
0 on: "Harun Al Rasyid : Kegemilangan Semegah Dongeng"