Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Sampeyan tidak salah dalam membaca judul, dan ini bukan
mengada-ada. Opo iyo ada pohon jati yang memberontak. Dari pada sampeyan
penasaran mari saya tunjukkan (dalam tulisan) legenda pohon jati yang njegot
(kecewa) tersebut.
Bagi sampeyan yang kebetulan
orang Wonogiri tentu sudah akrab dengan cerita yang lebih dekat dengan legenda
ini. Pohon jati yang konon ngambeg tersebut berada di Alas Donoloyo atau
Ndonoloyo yang letaknya berada di selatan Slogohimo atau tepatnya di antara
Sabirejo dan Watusomo, Wonogiri, Jawa Tengah.
Alas Donoloyo ini bukan
sembarang hutan jati biasa atau pada umumnya. Konon, pohon jati di hutan
keramat ini di tanam pada masa kerajaan Majapahit, itu artinya sekitar 700
tahun lalu. Maka tak mengherankan jika pohon di sini diameternya tiga kali
rangkulan orang dewasa dan terkenal dengan kwalitasnya yang cukup baik.
Tentang asal-usul nama
Donoloyo sendiri adalah mengambil nama orang yang pertama kali menanam pohon
jati di areal ini, yakni Ki Ageng Donoloyo. Tokoh ini diyakini oleh masyarakat
setempat adalah selain sebagai cikal bakal desa juga dulunya adalah seorang
prajurit Majapahit yang melarikan diri ke tempat ini.
Ki Ageng Donoloyo adalah
pribadi yang setia, saking setianya kepada raja dan ingin terus mengabdikan
diri pada Majapahit yang ketika itu tertinggal dari rombongan, akhirnya
memutuskan menetap di tempat ini yang kemudian menanam jati agar nantinya bisa
di manfaatkan kerajaan Majapahit. Sayangnya, situasi politik berubah, Demak
yang kemudian meneruskan Majapahit, namun bercorak Islam.
Sampai saat ini,
wilayah Alas Donoloyo masih dikeramatkan masyarakat sekitar. Pasalnya, di sini
terletak punden sebagai penanda tempat pertama kali pohon jati ditanam yang
beberapa saat kemudian juga ditebang dan digunakan sebagai soko (penopang)
untuk membangunan Masjid Demak.
Menurut cerita tutur secara
turun temurun, banyak cerita aneh dan tak masuk akal terkait Alas Donoloyo saat
mengambil kayu jati yang digunakan untuk pembangunan Masjid Demak. Konon, terlihat
bayangan ujung pohon jati Donoloyo yang kelihatan di Demak, padahal jaraknya
mencapai puluhan kilometer.
Konon, dulu para wali
pernah mengambil salah satu pohon jati disini yang sedianya dibuat soko guru
untuk masjid Demak Bintoro, kayu tersebut dipilih dan ditebang dan dihanyutkan
melalui jalur bengawan Solo, sesampai di Demak kayu tersebut dianggap cacat
oleh salah satu utusan keraton, dianggap cacat karena ada lubang. Dalam
seketika kayu jati tersebut kembali ke tempat alas Donoloyo ini tempatnya
tumbuh.
Kayu tersebut sekarang
masih ada wujudnya berada di hutan sisi barat. Nah, inilah pohon jati yang saya
maksud dalam tulisan ini, pohon jati yang suka ngambeg atau njegot. Ya, oleh
orang sini disebut Jati Mbegot, Jati Njegot, bahkan tak sedikit dengan
menyebutnya Jati Brontak.
Mbegot dalam bahasa
Indonesia bearati diam karena kecewa, begitu juga Njegot diam tanpa bicara,
tanpa bergerak namun menyimpan amarah. Brontak artinya memberontak. Ini semacam
simbol perlawanan orang kecil terhadap pejabat pemerintahan.
Bisa dikatakan, Alas
Donoloyo ini aman dari jarahan tangan-tangan terampil. Tak ada seorang pun yang
berani mengutak-atik alas keramat ini. Saking keramatnya, bahkan ranting yang jatuh saja tidak ada
berani yang mengambil, apalagi menebang pohonnya yang ukurannya bisa dibilang
raksasa dalam dunia pohon per-jati-an. Bisa-bisa kualat!
Tentu saja pihak perhutanipun
sebagai pihak penanggungjawab kelestarian hutan merasa diuntungkan, karena
budaya dan legenda setempat begitu menyakralkan tempat ini. Secara tiak
langsung kaerifan lokal ini mengurangi beban Perhutani dalam melindungi hutan
dari pencurian.
Keberadaan Alas
Donoloyo memang tidak bisa dipisahkan dari legenda keraton. Konon, tempat ini
dulunya pernah dipakai untuk rapat para walisongo, pernah dipakai rapat para
raja Mataram ketika akan membangun keraton. Maka, bagi warga sekitar menjaga
tempat ini sama halnya berbakti kepada keraton.
Lebih jauh tentang
legenda Alas Donoloyo ini, hubungan tempat ini dengan keraton sering kali
masyarakat sini secara batin masih terjaga, seperti halnya seminggu sebelum Sri
Paku Alam wafat terjadi gempa yang berasal dari barat daya dari lokasi ini. Memang
gempa tersebut berasal dari daerah Bantul dan sekitarnya, dan 7 hari kemudian
Paku Alam wafat. Begitu juga ketika terjadi letusan gunung Merapi, orang
sekitar Donoloyo ini juga mendapat petunjuk akan terjadinya bencana. Nah,
bagaimana tertarik untuk melihat langsung Jati Njegot tersebut? Nuwun.
0 on: "Melihat Lebih Dekat Pohon Jati yang Pernah Memberontak!"