Akarasa – Di dalam
mayasarakat Jawa, Sapar dianggap bulan paling selaras untuk melakukan upacara
tradisi bersih desa Saparan. Upacara bersih desa tersebut tidak hanya
diselenggarakan di beberapa tlatah Ngayogyakarta, seperti di Gamping (Bekakak),
Wonolela (Sebaran Apem), atau di Wonokromo (Rebo Pungkasan), melainkan pula di
tlatah Jawa Tengah semisal di Pengging, Jatinom-Klaten.
Bagi kisanak yang
kebetulan berasal dari Klaten dan sekitarnya tentu sudah akrab dengan tradisi
nyebar apem atau Yaqowiyu ini. Upacara ini digelar di Dukuh Jatinom, Kelurahan
Jatinom, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Upacara ini telah dilakukan
secara turun-temurun sejak dulu dan rutin dilakukan pada hari Jumat tiap-tiap
pertengahan bulan Sapar.
Yaqowiyyu merupakan
upacara tradisi Saparan Sebaran Apem di Jatinom-Klaten yang cukup menarik
apabila ditilik dari nilai kultural, makna spiritual. Hingga dua unsur tersebut
senantiasa menjadi daya dorong bagi masyarakat dengan latar belakang
kepentingan untuk menghadiri upacara tradisi Saparan Yaqowiyyu.
Upacara tradisi ini
adalah menapaktilasi ketika Ki Ageng Gribig yang mendapatkan kue apem dari
Mekah tersebut tidak cukup dibagikan untuk keluarga dan sanak-saudaranya.
Karenanya, Ki Ageng meminta kepada istrinya untuk membuat kue apem buat
diberikan kepada sanak-saudaranya dan tetangga kiri-kanannya.
Ajaran cinta kasih
Islam yang dipraktikkan Ki Ageng Gribig inilah menjadi landasan dasar
pelaksanaan Upacara Tradisi Saparan Yaqowiyyu di Jatinom-Klaten. Dengan
demikian, Yaqowiyyu selain memiliki nilai kultural pula memiliki makna
spiritual di dalam membangun spirit cinta-kasih manusia kepada sesamanya. Hanya
dengan mencinta-kasihi sesamanya, maka manusia membuktikan dirinya telah
mencinta-kasihi Tuhan Sang Penebar Berkah.
Tidak heran kalau dalam
perkembangannya hubungan cinta-kasih manusia dengan sesamanya atau seluruh
manusia dengan Tuhan telah disimbolisasikan di dalam Yaq0wiyyu melalui
pengiraban sepasang gunungan apem (gunungan lanang berbentuk lingga serta
gunungan wadon berbentuk yoni) dari kecamatan Jatinom menuju Masjid Ageng Ki
Ageng Gribig.
Dikirabkan lantararan
pemahaman, bahwa hubungan dinamis cinta-kasih antara gunungan lanang yang
bermakna bapa angkasa, jagad ageng, makrokosmis atau Tuhan Kang Hamurbeng Jagad
dengan gunungan wadon yang berarti ibu pertiwi, jagad alit, mikrokosmis, atau
makhluk penghuni bumi layak diwartakan secara luas kepada seluruh masyarakat.
Melalui hubungan
dinamis cinta-kasih antar kosmis, kelangsungan hidup penuh damai di jagad raya
ini dapat terealisasi. Karenanya. Yaqowiyyu dapat dimaknai sebagai media dakwah
Islamiah yang cukup cerdas di dalam memulihkan krisis spiritual manusia.
Dinyatakan cerdas, dakwah tersebut tidak perlu disampaikan melalui bahasa oral
yang bertele-tele. Melainkan melalui bahasa simbol yang dapat ditangkap oleh
setiap manusia cerdas dengan sepenuh rasa serta akal-budinya.
Di samping itu, sebaran
apem di lembah dapat memicu pemahaman perihal misteri berkah yang ditaburkan
Tuhan dari langit ke muka bumi. Banyak orang telah bekerja keras untuk berebut
berkah, namun banyak yang tidak mendapatkannya. Banyak orang yang tidak turut
berebut, namun dapat memeroleh berkah yang banyu mili (mengalir tanpa henti)
dari Tuhan. Inilah misteri yang menyarankan manusia untuk senantiasa sabar dan
berfikiran positif, bahwa Tuhan di dalam membagi berkah kepada seluruh umat-Nya
tidak lepas dengan faktor mangsa-kala (waktu), papan (tempat), serta jatah. Nuwun.
0 on: "Menjaring Makna dari Tradisi Sebar Apem Yaqowiyu"