Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Kematian adalah suatu tragedi kehidupan yang paling
mengenaskan sekaligus peringatan bagi umat manusia. Ya, sebenarnya kita ini
adalah pengantri yang sedang nunggu giliran.
Namun yang pasti,
kematian adalah sebuah misteri. Misteri yang kita tidak akan pernah tahu
kapan dan dimana kita akan bertemu
dengannya. Kita tidak akan pernah bisa mengira-ira kapan dia akan datang. Ada
kalanya orang yang sudah sakit sedemikian parah, berbulan-bulan tidak pernah
makan, hanya minum seteguk air, namun dia bisa bertahan. Suatu waktu kemudian
bisa sehat kembali dan beraktivitas seperti biasa.
Ada kalanya orang yang
sudah divonis tidak mempunyai harapan hidup ternyata lebih panjang hidupnya
dari dugaan semula. Tak jarang, barusan saja ngobrol bareng, tidak lama
kemudian kita mendengar berita kematiannya. Itulah kematian, titik hitam yang
sampai kapanpun manusia tak bisa menjangkauanya.
Namun demikian, meski
misteri, dalam budaya Jawa perihal kematian ini sudah dititeni (ditandai)
sebelum kematian tiba. Diyakini, sejatinya manusia sudah dapat merasakan atau
mengetahui saat kedatangannya. Meskipun banyak agama menyatakan, kematian
merupakan rahasia Tuhan yang tidak dapat diketahui oleh manusia.
Tetapi percaya-tidak
percaya, para leluhur orang Jawa sudah membuat satu teori mengenai kematian. Salah
satunya yaitu melalui mimpi. Berikut ini adalah adaptasi dari cerita kolega
yang saya jadikan contoh. Namun tentu nama bukanlah nama sebenarnya.
Adalah sebuah keluarga
pak Marji. Keluarga kecil yang dikaruniai seorang anak gadis ini asli Jawa tus
(tulen), tinggal di komplek elit. Pak Marji, orangnya cukup kekinian, maklum
orang satu ini terbilang beruntung, hingga separuh hidupnya dihabiskan di Eropa
untuk bekerja. Barangkali karena terkontaminasi budaya barat, perihal mimpi ini
dia kurang mempercayainya. Tahayul katanya.
Suatu malam yang
dingin, tiba-tiba anak gadisnya bangun dari tidurnya sembari nangis, seperti
orang yang sedang ketakutan sambil mengadu.
“Aku mimpi ! Mbah Uti yang di Sragen meninggal” katanya.
“Halah cuma mimpi saja
kok ditangisi. Sudah hayoo tidur lagi” kata Pak Marji menghibur.
Begitu pagi-pagi semua
sudah pada bangun, ada interlokal telepon dari Sragen yang mengabarkan bahwa, ibuknya
Pak Marji meninggal dunia, kena serangan Jantung.
“Ah. Kebtulan itu, wong
sakit jantungnya juga sudah lama.” pikir pak Marji dalam hati.
Minggu depannya, juga
tengah malam anaknya yang sedang enak-enaknya tidur tiba-tiba terbangun lagi,
sambil menangis menjerit-jerit,
“Aku ngimpi, Mbah Kakung
meninggal!” kata anaknya
“Sudahlah. Percaya sama
ayah. Itu tadi cuma mimpi, hayo cepat tidur lagi.” Pak Marji menghibur lagi.
Paginya, ada lagi
telepon dari Sragen lagi yang mengabarkan bapaknya Pak Marji jatuh kepleset di
kamar mandi, kepalanya menghempas lantai, meninggal.
“Apa bener tho. Yang
dikatakan mimpi!” pak Marji mulai agak ragu-ragu dalam hati. Tapi masih juga tidak
percaya.
“Halaah. Wong sudah
tua, kakinya juga sering gemeteran” pikirnya kemudian dalam hati.
Dua minggu kemudian,
kejadian yang sama terjadi lagi, anaknya seperti terperanjat lagi dari tidurnya
sambil menangis jerit-jerit ketakutan bangun dan memeluk Pak Marji.
“Aku mimpi, bapakku
meninggal”. Kata anaknya.
“Sudah, sudah. Hayo
tidur lagi. Jangan percaya sama mimpi” seperti biasanya pak Marji menghibur
anaknya agar tidur lagi.
Begitu anaknya sudah
tidur kali ini gantian pak Marji yang tidak bisa tidur. Hatinya mulai gelisah
bertanya-tanya, matanya ketap-ketip, ketar-ketir, mukanya pucat ketakutan.
“Jangan-jangan saya
mati besok pagi. Apa bener?” Pikirnya dengan gelisah.
Sampai pagi pak Marji
hanya duduk saja bengong diteras rumah, bahkan ketika pagi-pagi istrinya
pamitan mau pergi belanja kepasar tidak digubrisnya, sambil sesekali memukuli
keningnya dengan tangannya.
Pak Marji hatinya
sungguh-sungguh gelisah dan takut seolah-olah seperti merasakan menunggu
saat-saat kematiannya. Sampai kemudian dia dikejutkan melihat istrinya pulang
dari pasar menangis menjerit-jerit, sambil lari memeluk suaminya, pak Marji.
“Lho..ngapain bune
pulang dari pasar tiba-tiba menangis koyo’ orang kesetanan!” Tanya pak Marji
kemudian agak bingung.
“Owalaaaah Pak, Pak. itu
lho tukang roti langgananku di pasar mati!” kata istrinya sambil terisak.
Pak Marji, hanya
mlongo, bengong, juga ngenes. “Jangan-jangan denok bukan anakku”, batinnya. Urd2210
yang begini ini yang bikin serasa nyawa sudah melayang ngeri mas bro artikelnya keren
BalasHapusSuwun rawuhe kang. :)
HapusHahaha,, yg baca lagi pada tegang
BalasHapusEndingnya dibikin ketawa
Haaaaa, kalau ibat minum jamu, terakhirnya adakah permennya. Makasih rawuhe gan..
Hapus