Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Bagi kisanak yang rajin berkunjung di sini saya ucapkan terima
kasih dan semoga tampilan akarasa yang baru ini tidak mengecewakan. Tentu dalam
hal ini saya berharap dari semua pengunjung untuk memberikan kritik dan saran
agara akarasa lebih baik lagi kedepannya.
Tulisan ini adalah
posting pertama dalam wajah baru. Masih tidak jauh-jauh dari seputaran sejarah
dengan bumbu penyedapnya berupa misteri yang menyertainya. Kisanak pernag
denger toh novel Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang bahkan sekarang
sudah di filmkan itu. Meski cerita novel tentang kisah asmara Zainuddin dan
Hayati itu adalak fiksi belaka, namun kapan Van Der Wijck memang bener-bener
ada dan tenggelam.
Jika Titanic karam di
samudera Atlantik, maka kapal Van Der Wijck tenggelam di laut Jawa, tepatnya di
perairan tak jauh dari Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Tidak seperti kapal
Titanic yang super jumbo dan terbesar di jamannya sebagai kapal pesiar. Kapal
Van der Wijck adalah kapal penumpang biasa namun terbilang mewah pada jamannya.
Penamaan kapal ini
adalah merujuk pada nama seorang jenderal pada masa pemerintahan kolonial
Belanda, yaitu Jonkheer Carel Herman Aart van der Wijck yang lahir pada 29
Maret 1840. Pria kelahiran Ambon itu kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral
oleh Ratu Emma van Waldeck-Pymont dan memimpin antara tahun 1893-1899 kemudian
meninggal pada usia 74 tahun tepatnya 1914.
Pada tahun 1921
pemerintahan Belanda mengabadikan nama Jendral ini sebagai nama kapal mewah
milik perusahaan Pemerintahan Belanda Koninklijke Paketvaart Maatschappij,
sebauh perusahaan pelayaran Kerjaan yang berkedudukan hukum di Amsterdam
Belanda tapi berkantor pusat di Batavia atau Jakarta saat ini.
Kapal Van der Wijck
adalah kapal uap milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang nantinya
menjadi cikal bakal PT. PELNI saat ini. Kapal Van der Wijk dibuat oleh perusahaan
galangan kapal Maatschappij Fijenoord, Rotterdam tahun 192, bertonase 2.596
ton, lebar kapal 13,5 meter. Kapal ini mendapat nama panggilan "de
meeuw" atau "The Seagull", ini karena figur kapal ini sangat
anggun dan tenang.
Pelayaran terakhir
kapal Van Der Wijck diketahui berlayar dari Bali menuju semarang setelah
sebelum singgah di Surabaya. Kemudian pelayaran dilanjutkan, tapi ketika sampai
di sekitar wilayah perairan Lamongan, tepatnya jarak sekitar 12 mil dari pantai
Brondong kapal mengalami musibah dan tenggelam.
Peristiwa itu terjadi pada
tanggal 10-10-1936 dan menewaskan 4 orang penumpang dan 49 lainnya dinyatakan
hilang. Jumlah keseluruhan penumpang berjumlah 187 orang, 39 orang
berkebangsaan Eropa dan sisanya 80 orang yang tercatat sebagai ABK warga
pribumi serta seorang Kapten dan 11 perwira beserta lima orang pembantu kapal.
Jumlah korban
tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang tidak pasti ini dikarenakan jumlah
penumpang kapal tidak sesuai dengan manifest. Ada banyak kuli angkut pribumi
yang tidak tercatat, kemungkinan merekalah yang banyak hilang.
Untuk mengenang
peristiwa itu kemudian pemerintah Belanda mendirikan sebuah monumen dengan
tinggi kurang lebih 15 meter yang terletak di
kantor pelabuhan Lamongan tepatnya di pelabuhan Brondong.
Adapun peneyebab
tenggelamnya kapal Van Der Wijck hingga saat ini memang belum ditemukan catatan
pasti, bisa jadi karena adanya kerusakan pada mesin kapal bertenaga uap
tersebut.
Untuk memperingati
peristiwa tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Pemerintah Hindia-Belanda membangun
sebuah monumen yang diberi nama Monumen Van Der Wijck, yang terletak di kantor
pelabuhan Brondong, Lamongan.
Monumen ini berbentuk
seperti pos pemantau kawasan pantai. Tinggginya sekitar 15 meter dengan dominasi warna biru dan kuning. Terdapat dua
prasasti yang berada di dinding barat dan timur monumen. Prasasti itu terbuat
dari pelat besi dan bertuliskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia. Pada prasasti tertulis : Tanda
Peringatan Kepada Penoeloeng-Penoeloeng
Waktu Tenggelamnya Kapal "VAN DER
WIJCK" DDO 19-20- OCTOBER 1936,
seperti pada gambar di atas. Nuwun.
0 on: "Misteri Dibalik Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"