Akarasa - Petang itu
mendadak suasana di pekuburan Sugihan mendadak ricuh. Angin mendadak bertiup
sangat kencang, disertai hujan gerimis yang cukup lebat. Kericuhan itu terjadi
begitu mendadak di pekuburan, pasalnya ada seorang lelaki tua yang menggali
makam salah satu warga yang dikeramatkan. Makam Mbok Minten. Wanita renta yang
diduga meninggal di hari Jum’at Kliwon sebab ilmu hitam yang dianutnya.
Lelaki tua itu seakan tidak
memperdulikan kedatangan beberapa warga Bancang yang mulai berdatangan karena
mendengar ricuh di pemakaman. Tatapan para penduduk yang keheranan dibalik
pohon pisang, suara berisik para wanita yang bergerumbul dibalik pohon randu
tua yang tumbuh tinggi menjulang ditengah-tengah makam, seakan tak mengusiknya
sama sekali.
Mereka semua terpaku
dengan lelaki tua yang membongkar makam mbok Minten. Makam yang dianggap
penduduk desa sebagai makam keramat sekaligus pembawa sial. Bahkan untuk
menatapnya sekalipun mereka tidak berani. Sehingga selama berpuluh puluh tahun
makam itu dibiarkan tak terawat. Alang-alang liar bertumbuhan disekitar makam.
Hingga membuatnya nyaris tak terlihat.
Semasa hidupnya, Mbok
Minten terkenal sebagai dukun di dusun Bancang. Seorang dukun yang terkenal
akan kesaktiannya dalam segala hal. Mulai urusan sakit penyakit, urusan jodoh,
masalah bisnis yang seret hingga masalah menggaet pelanggan lelaki hidung belang
agar datang lagi ke bilik-bilik kamar wanita pemuas yang bisa membuat malam
yang dingin menjadi panas.
Sosok Mak Iyang sudah
terkenal akan kemampuannya dalam dunia hitam. Urusan apapun itu telah berhasil
ia selesaikan. Sehingga namanya cukup dikenal warga Sugihan dan bahkan luar
kota.
“Mbok, aku ingin
mempunyai banyak pelanggan. Bisakah Mbok Minten membantuku?”
“Kamu punya berapa?”
“Empat ratus ribu Mbok”
“Yawes, masuklah
kedalam kamar. Tanggalkan seluruh pakaianmu. Nanti aku menyusul kedalam” kata Mbok
Minten kepada Denok, wanita paruh baya yang lumayan cantik parasnya. Setelah
tiga puluh menit berlalu, Denok keluar kamar dengan langkah terseok. Menahan
rasa sakit di selangkangannya.
“Jangan lupa untuk
membasuhnya dengan air kembang tujuh rupa selama tujuh hari tujuh malam pada
waktu tengah malam, setelah itu kau bisa menggunakannya untuk menaklukkan para
lelaki diatas ranjangmu. Membuatnya mendesah dan melenguh semalaman. Dan bahkan
jika kau ingin, kau bisa membuatnya mati dalam pelukan terindahmu” jawab Mbok
Minten setelah menggenggam uang di tangannya.
Perihal kesaktian Mbok
Minten sudah tidak diragukan lagi. Sejak dia berangkat berguru pada salah seorang
dukun sakti di lereng gunung Penanggungan dan kembali setelah sekian tahun
berada disana, Mbok Minten seakan-akan menjelma sebagai dewa. Dewa yang sanggup
menyelesaikan segala permasalahan yang melilit manusia. Apapun itu. Guru Mbok
Minten adalah seorang guru yang sangat sakti di masanya. Mbah Kromo Japri
namanya.
Saat dia masih muda,
tepatnya saat awal-awal penjajahan Jepang berlangsung di Indonesia. Guru Mbok
Minten telah mendapatkan kesaktian dari orang pintar di masanya. Hingga membuat
Mbah Kromo konon memiliki umur hampir dua abad. Saat kedatangan Mbok Minten
untuk berguru kepadanya, saat itulah Mbah Kromo merasa bahwa Mbok Minten pantas
untuk mewarisi ilmu yang dimilikinya. Sehingga tepat di hari terakhir Mbok
Minten berguru, Mbah Kromo menghembuskan napas untuk terakhir kalinya. Tepat
sesaat setelah ia memasangkan susuk di kening Mbok Minten.
“Aku akan menjaga
wasiatmu ini guru, aku berjanji akan menjaganya baik-baik. Bahkan nyawaku
sekalipun akan aku pertaruhkan” ucap Mbok Minten setelah selesai memendam jasad
gurunya, Mbah Kromo.
Kabar kematian Mbah
Kromo terdengar oleh Mijan. Mendengar kematiannya, Mijan sangatlah senang.
Kematian Mbah Kromo adalah anugerah terbesar untuknya. Karena akhirnya dia bisa
menguasai seluruh ilmu yang dimiliki Mbah Kromo. Menyatukan ilmu hitamnya
dengan ilmu Mbah Kromo. Melunaskan hasrat yang selama bertahun-tahun dia
pendam. Pun membalaskan dendam akibat pengusiran yang dilakukan oleh Mbah Kromo
kepadanya dua puluh tahun silam.
“Lebih baik kau pergi
dari sini, aku tak ingin mewujudkan hasrat jahatmu itu” ucap Mbah Kromo sore
itu didalam bilik kamar yang digunakan untuk bersemedi.
“Tapi guru, apa aku tak
layak untuk mewarisi ilmumu? Apa kekuranganku guru?” jawab Mijan.
“Pergilah….” Ucap Mbah
Kromo singkat setelah menatap tajam ke arah Mijan lalu kemudian menutup kedua matanya
kembali. Mata Mijan menyala merah. Menyiratkan amarah. Hanya satu orang yang
ada di pikirannya saat itu. Minten. Adik seperguruannya dahulu.
“Aku harus mencari Minten.
Harus….” Ucap Mijan dalam hati.
Selama berpuluh -puluh
tahun tinggal kampung Bancang, Mbok Minten selalu hidup rukun dengan masyarakat
sekitar. Meskipun mereka tahu bahwa Mbok Minten seorang dukun yang bisa
dibilang dukun sesat, namun warga tetap menghormatinya sebagai orang tua yang
dituakan di kampungnya. Bukan karena takut akan kesaktian Mbok Minten, namun
mereka menghormatinya karena sikapnya yang selalu bisa menjaga hubungan baik
dengan warga sekitar. Dan tak jarang pula dia sering menolong tetangga yang
membutuhkan bantuannya.
Pernah suatu ketika
saat Mbok Minten berumur lima puluhan tahun. Saat itu di Bancang adalah tempat
para pelarian gerilyawan dari kejaran marsose, tentara Jepang. Ketika itu ada
seorang laskar tertembak tepat di jantungnya. Yang kemudian segera dibawa ke
rumah Mbok Minten untuk mendapatkan pertolongan. Tak butuh lama, prajurit
laskar itupun sembuh. Darah berhenti mengalir dari jantungnya. Ajaib.
“Aneh sekali, tadi aku
lihat banyak darah yang keluar dari dadanya, dan aku merasakan detak jantungnya
mulai melambat. Aku yakin dia tak akan bisa tertolong lagi” kata Madi, teman
yang mengantar si laskar untuk berobat ke rumah Mbok Minten.
“Apa kamu yakin dengan
ucapanmu itu?”
“Haqqul yakin. Aku
berani bersumpah !” jawab Madi menegaskan.
“Apa mungkin Mbok
Minten menukar nyawa temanmu dengan nyawa orang lain?” tanya Giman dengan mulut
bergetar karena merinding.
“Ah ngawur kamu” balas Madi.
Begitulah, sejak Mbok
Minten berhasil menyembuhkan laskar tersebut, orang-orang beranggapan Mbok
Minten memiliki ilmu menghidupkan orang mati. Entah bagaiamanapun cara yang
ditempuh Mbok Minten, mereka tidak mau tahu. Bagi mereka, kehebatan Mbok Minten
dalam menghidupkan orng mati telah berhasil membuat mereka percaya bahwa Mbok
Minten adalah titisan dewa.
Kabar kehebatan Mbok
Minten terendus juga oleh Mijan. Setelah penantiannya yang panjang selama
puluhan tahun, bahkan melebihi dua kali lipat batas umur manusia pada umumnya. Mijan
berhasil mengetahui keberadaan Mbok Minten, adik seperguruannya.
“Rupanya kamu disitu…”
ucap Mijan dengan senyum menyiratkan kemenangan.
“Sebentar lagi
keinginanku akan terkabul….” Jawabnya singkat.
***
“Permisi….. Apakah ini
rumahnya Mbok Minten?”
“Iya bener. Silakan
masuk” jawab Mbok Minten yang terpaksa menyuruhnya masuk sendiri akibat
penglihatannya yang mulai lamur akibat dimakan usia.
“Mbok…. Bisakah Mbok menolongku?
Usahaku sedang sepi Mbok, para lelaki hidung belang sudah jarang memakaiku. Aku
ingin cantik Mbok” jawab wanita paruh baya itu.
“Apa maumu….” Tanya Mbok
Minten.
“Aku ingin memasang
susuk pengasihan Mbok”
“Susuk?”
“Iya Mbok”
“Apa kau sanggup
menerima resikonya?”
“Apa Mbok?”
“Jasadmu tidak akan diterima bumi, meskipun
kamu sudah mati”
“Aku siap Mbok, apapun
akan aku lakukan demi terwujudnya keinginanku” jawab wanita paruh baya itu.
“Masuklah ke kamarku.
Tanggalkan seluruh pakaianmu. Aku akan menyusulmu nanti” jawab Mbok Minten
diikuti langkah wanita paruh baya menuju kamar.
Di dalam kamar, wanita
itu mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Menyembunyikannya dibalik bantal
diatas tempat tidur Mbok Minten. Dalam waktu singkat, semuanya kembali rapi seperti
sedia kala. Mbok Minten pun berseru dari luar kamar.
“Apakah kamu sudah siap,
Nak?”
“Sudah Mbok!”
Mbok Minten pun mulai merapalkan mantra-mantranya. Mengurut tubuh si wanita.
Memijit area wajahnya. Meniupnya dengan tiupan yang lembut lalu dilanjutkan
merapalkan mantra kembali. Kesempatan itu tidak disia – siakan oleh si wanita.
Dengan gerakan pelan, tangan kanannya meraih selembar daun kelor dari balik
bantal tempat tidurnya. Tanpa diketahui Mbok Minten. Karena lampu dikamarnya
cukup remang dan lagi penglihatan Mbok Minten mulai melamur dimakan usia.
“Mati kau Minten” pekik
si wanita. Benar juga, tanpa mengeluarkan sepatah kata, tubuh Mbok Minten terjerembab
diatas lantai kamarnya. Sesaat setelah wanita itu mengusapkan daun kelor di
dahinya. Mbok Minten pun mati. Tepat di malam Jum’at Kliwon.
***
Hujan terus saja turun
diatas makam Mbok Minten. Orang-orang semakin dibuat penasaran bercampur takut
melihat apa yang dilakukan oleh lelaki tua itu. Tak butuh banyak alat, hanya
menggunakan jari jemarinya, lelaki tua itu mulai menggali tanah makam Mbok
Minten perlahan-lahan. Bukan berarti ia tak punya linggis dirumah, namun itu
semua demi keberhasilan ritual yang sedang dijalaninya.
Sementara itu, orang-orang
yang sedari tadi asyik tenggelam dalam perbincangan mereka masing-masing, tidak
ada yang berani mencegah lelaki tua itu. Maklum, lelaki tua yang sedang
menggali makam Mbok Minten terkenal akan kesaktiannya. Lebih sakti dari wanita
tua yang makamnya sedang ia gali.
Matahari mulai turun.
Menyembunyikan sinarnya dibalik awan. Namun lelaki tua itu terus saja menggali
tanah makam Mbok Minten tanpa memperdulikan keributan yang terjadi di
sekitarnya. Tak lebih dari sejam, lelaki tua itu berhasil mendapatkan tubuh Mbok
Minten, meraih kain mori yang membalut mayat Mbok Minten. Mengangkatnya ke
atas. Lalu merebahkan jasadnya disebelah nisan.
Dengan napas yang
sedikit mulai habis namun berusaha dikuat-kuatkan, lelaki tua itu mulai melepas
tali pengikat kain mori Mbok Minten. Dilepasnya tali pengikat kepala, kemudian
tali pengikat tubuh dan terakhir tali pengikat kaki.
Usahanya tak
membutuhkan banyak tenaga, maklum jasad Mbok Minten telah terkubur selama dua
puluh lima tahun yang lalu. Sehingga cacing-cacing tanah mulai menggerogoti
kain mori itu, kelabang-kelabang tanah mulai membuat lubang. Untuk tempat
mencari kehangatan didalam tanah. Serangga-serangga tanah ikut pula berpesta
pora menikmati jasad Mbok Minten.
Namun keanehan terjadi,
walaupun sudah terpendam selama dua puluh lima tahun dan dikerubung serangga-serangga
tanah, jasad Mbok Minten tetap utuh. Tanpa berpikir lama, lelaki tua itu segera
mengeluarkan daun kelor dari saku celananya. Diiringi gerimis hujan membasahi
tubuhnya, lelaki tua itu menempelkan daun kelor diatas dahi jasad Mbok Minten.
Lalu merapalkan mantra-mantra seperti yang dilakukan kepada Mbok Minten dua
puluh lima tahun lalu. Didalam kamar Mbok Minten. Susukpun akhirnya tercabut
dari dahi Mbok Minten.
Ajaib, jasad Mbok
Minten seketika itu langsung membusuk, menebarkan aroma anyir ke udara. Hingga
yang tersisa hanyalah tulang belulangnya saja.
“Terimakasih Minten,
akhirnya setelah bertahun-tahun penantianku. Menunggu jasadmu disimpan bumi
selama dua puluh lima tahun, akhirnya aku mendapatkan susuk ini” ucap lelaki
tua itu, yang kemudian menghilang dalam gerimis hujan di petang menjelang malam
sesaat setelah dia memasukkan susuk Minten kedalam dahinya. Sekian.
NB: Cerita ini ada
fiktif semata, nama dan tempat kejadian adalah rekaan belaka.
0 on: "Petaka Susuk Warisan"