Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Jika sampeyan seorang lelaki akan sangat rugi jika tidak
menyelesaikan hingga akhir tulisan ini. Mumpung masih menjelang malam, baru jam
02.30 (maklum isomnia) enaknya kita berbincang tentang wanita cantik. Sangune turu!
Diantara berjuta-juta
tanda kebesaran-Nya, wanita adalah satu bukti diantaranya. Bagaimana tidak,
makhluk satu ini atau sering juga disebut dengan perempuan ini selalu menarik
untuk menjadi bahan perbincangan. Saking indahnya, kaum hawa ini seringkali
menjadi sumber inspirasi bagi para seniman, baik sebagai penulis, pencipta
lagu, sampai seorang sastrawan. Uniknya lagi, wanita selalu menyuburkan rasa
iri.
Pesona wanita sejak
dulu hingga sekarang sejatinya tidak pernah berkurang atau bertambah, hanya saja
pada jaman sekarang peranan wanita lebih bervariasi dalam pola kehidupan
masyarakat. Nah, hal inilah yang kemudian membuat wanita semakin menonjol untuk
dibicarakan dan dibahas (terutama oleh kaum lelaki).
Jika boleh jujur, kaum
kita-kita (laki-laki) membicarakan wanita tidak bisa terlepas dari seksualitas,
intelektualitas, dan paling utama adalah bentuk tubuhnya. Rasah sungkan untuk
mengakuinya kisanak. Toss saja kita tau sama tau, sebagai kaum Adam. Justru malah
aneh ketika menggambarkan seorang wanita tanpa tambahan komentar khusus
mengenai bentuk tubuh ataupun paras wajahnya.
Walaupun begitu, dari
linimasa sejarah peradaban manusia, dari jaman kecantikan khas Nefertiti (permaisurinya
Fir’aun) hingga jaman digital ini, wanita selalu dianggap sebagai makhluk yang
menyimpan berjuta misteri. Terkadang terlihat mudah untuk diraih, namun sulit
untuk ditaklukkan.
Sebagai bukti
berkuasanya kaum wanita ini salah satunya adalah dalam dunia busana, wanita
akan tetap dianggap wajar-wajar saja manakala bergaya tomboy. Malah untuk
sebagian lelaki, sifat ini dianggap menggemaskan dan menarik untuk disimak.
Sebaliknya, coba saja bila seorang laki-laki yang bersikap kewanita-wanitaan. Bukan
sikap simpatik yang akan ia dapatkan, melainkan cemoohan dan pandangan negatif yang
menghampirinya.
Mode-mode pakaian dari
dulu hingga sekarang selalu dikuasai oleh pemenuhan selera berpakaian kaum
wanita, bahkan kemudian timbul istilah unisex untuk beberapa model baju
tertentu yang inspirasi dasarnya dari busana laki-laki yang kemudian divariasi
sehingga menjadi busana wanita. Urusan satu ini, kita (laki-laki) jelas kalah.
Sesuai dengan judul
tulisan ini, maka tak lengkap jika tidak menguraikan tipe-tipe wanita yang
dianggap mempunyai pesona dan ciri khas tertentu. Sehingga hal satu ini sering
dianggap sebagai simbol kecantikan. Meski sumbernya telah melintasi jaman, dari
abad X hingga abad XV, toh masih relevan hingga saat ini. Jika kebetulan
sampeyan pernah berkunjung ke Museum Mpu Tantular, kisanak akan tau model
wanita-wanita penuh pesona yang kita bincang kali ini.
Yang pertama adalah kecantikan
yang klasik, anggun, intelektual. Wanita tipe ini biasanya tidak mempunyai
warna kecantikan yang amat menonjol. Biasanya dari pancaran mata serta pembawaan
dan lekuk tubuhnya yang luwes yang penuh kelembutan akan memberikan ketenangan
bagi yang berdekatan dengannya. Sehingga seolah-olah mereka digambarkan rapuh
dan ringkih, padahal sejatinyaa tidak demikian.
Model tipe ini adalah
Prajnaparamita. Patung koleksi Museum Mpu Tantular, meski hanya patung
replikanya, karena yang aslinya menjadi Museum Nasional Jakarta. Prajnaparamita
adalah wujud antropomorpik dari pustaka (kitab keagamaan Buddha). Selain itu
Prajnaparamita juga dianggap sebagai pancaran dari Dhyani Buddha Aksobhya. Bahkan
kadang-kadang ia dianggap sebagai pancaran dari semua Dhyani Buddha.
Pada masa kemudian
Prajnaparamita dianggap sebagai sakti dari Vajradhara (Adibuddha). Namun maksud
dari pembuatan patung ini adalah untuk menggambarkan Ken Dedes isteri Ken Arok
raja Singosari yang bergelar Rajasa Amurwabhumi yang memerintah pada tahun
1227-1227. Dalam kitab-kitab sastra Jawa kuno, memang disebutkan kecantikan
dari Ken Dedes tersebut di gambarkan serupa dengan Prajnaparamita.
Pada awalnya Ken Dedes
adalah seorang isteri akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung, karena daya
pikatnya yang begitu besar membuat Ken Arok mabuk kepayang dan bertekad bulat
untuk menjadikannya istri. Akhirnya keinginan Ken Arok tercapai, setelah
berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok pun berhasil menjadikan Ken Dedes
wanita yang paling berbahagia di dunia. Dijadkan permaisurinya.
Begitulah yang terlihat
pada penggambaran Ken Dedes sebagai Prajnaparamita, selain mengenakan pakaian
yang terbuat dari kain yang halus, juga mengenakan cincin kaki gelang kaki (nupura),
ikat pinggul, ikat pinggang (kali bandha), kalung (hara) kelat bahu (keyura), gelang
(kankana), serta anting-anting yang terbuat dari untaian mutiara (kundala).
Dalam agama Budha,
Prajnaparamita selain dikenal sebagai sakti Buddha tertinggi yaitu Adibuddha,
juga dianggap sebagai simbol ilmu pengetahuan, karena itu dalam ikonografinya
dia selalu digambarkan membawa utpala yang diatasnya terdapat pustaka. Sebagai
dewi ilmu pengetahuan, dia juga dianggap mampu mengusir kegelapan (kebodohan)
menjadi keterangbenderangan. Selain itu, ia juga dipuja sebagai dewi pembawa
kedamaian dan ketenangan. Karena peranannya itulah maka Prajnaparamita banyak
dipuja dan menjadi sangat populer bagi pemeluk agama Buddha.
Tipe kecantikan yang
kedua adalah kecantikan yang bersifat melindungi, memberikan ketenangan, rasa
aman, dan kasih seperti seorang ibu kepada anaknya. Tipe ini digambarkan sebagai
seorang wanita yang lembut. Biasanya juga tidak cantik sekali, namun wajahnya
nampak sabar (santha) dengan pandangan mata teduh dan bentuk tubuh yang agak
tambun, mempunyai buah dada yang besar, pinggul dan pinggang lebar namun
menunjukkan adanya kekuatan.
Di Museum Mpu Tantular
tipe ini diwakili dengan patung Parwati. Parwati adalah sakti dewa Siwa.
Dikenal sebagai simbol wanita yang benar-benar mempunyai seluruh syarat terbaik
sebagai seorang wanita, ibu dan istri. Selain itu Parwati juga dianggap sebagai
dewi lambang kesuburan, bersama-sama dengan Siwa, mereka berdua sering
digambarkan sebagai yoni (simbol wanita) dan lingga (simbol laki-laki) yang
nantinya akan melahirkan kekuatan, dan kelangsungan hidup manusia.
Kecantikan tipe yang
ketiga adalah tipe yang sekarang biasa disebut agresif (dalam pengertian yang
positif) mungkin sebagai gambaran watak dan sikap para ABG saat ini, mereka
tidak hanya mau menerima namun juga mampu untuk mengambil sikap dan tindakan
yang tegas.
Tipe ini memang sangat
menarik untuk disimak, mereka selain digambarkan mempunyai bentuk badan dengan
lekuk-lekuk yang sempurna (bayangkan gitar Spanyol), luwes namun berotot. Seringkali
tipe yang satu ini digambarkan bersikap dinamis tanpa menunjukkan sikap kejam
dan semena-mena, berwajah cantik, menunjukkan kecerdasan dari bentuk mata serta
pandangan matanya menunjukkan kematangan jiwanya.
Tipe seperti ini
diwakili dengan patung Durga Mahisasuramardhini, walaupun dalam penggambarannya
Durga disebutkan dalam adegan kemenangan setelah berhasil mengalahkan asura
yang berubah bentuk seperti kerbau yang sangat besar. Namun yang menarik dalam
adegan ini tidak digambarkan Durga sebagai wanita yang kejam dan berbadan kekar
kelaki-lakian, sebaliknya Durga tetap digambarkan feminim, cantik dan menarik.
Hal ini jelas tertuang
dalam mitologi bahwa untuk mengalahkan asura berupa kerbau jantan yang sangat
besar tersebut memang dewa Siwa telah menciptakan seorang Dewi yang sangat
cantik dan penuh pesona, setelah wujud Dewi tadi terbentuk barulah para Dewa
yang lain melengkapi dengan memberikan berbagai jenis senjata yang nantinya
dapat digunakan oleh Durga dalam melawan Asura.
Bahkan ada beberapa
kitab yang menunjukkan bahwa badan Durga juga dibuat bersama-sama oleh para Dewa
dengan cara menyatukan kekuatan yang ada pada masing-masing Dewa. Sehingga
menghasilkan makhluk yang sangat cantik namun mempunyai kesaktian yang sangat
luar biasa. Mungkin maksud yang lebih dalam dari cerita ini bisa lebih kita
sederhanakan, bahwa bagaimanapun juga kekejaman (seseorang) akan bisa
terkalahkan dengan sikap yang sebaliknya yaitu kelemahlembutan namun tetap
memendam kekuatan.
Boleh jadi gambaran
cerita Durga ini bisa kita terapkan pada kehidupan kaum wanita saat ini, yaitu
untuk melawan keotoriteran kaum laki-laki, wanita tidak harus melawan dengan kekerasan
namun justru dengan menonjolkan kefemininannya, biasanya hal ini pusaka yang
ampuh untuk mengalahkan seorang laki-laki. Apalagi ada penyedapnya air mata
(semoga tidak ada kaum wanita yang membacanya).
Tipe yang terakhir boleh
dikatakan adalah tipe kecantikan yang serba kaku, keras kepala, menunjukkan
ke-aku-an yang menonjol, bahkan dalam gerakannya terlihat keinginan untuk
diperhatikan. Tipe ini juga nampak garang dan terkesan tidak bisa
menyembunyikan apa yang tengah dialami, dan justru inilah daya tariknya.
Tipe ini diwakili oleh
patung Durga Mahesasuramardhini yang berasal dari candi Rimbi. Sebagaimana
disebutkan di atas dalam ikonografinya Durga paling sering digambarkan dalam adegan
mengalahkan Asura, namun di Jawa sangat jarang ditemukan wajah Durga yang
menunjukkan dirinya sebagai seorang raksasi.
Sebaliknya Durga selalu
digambarkan dengan penuh kelembutan seorang wanita. Yang nampak lain adalah
patung Durga dari candi Rimbi ini. Patung Durga dari candi Rimbi ini
digambarkan berdiri dengan kedua kaki terbentang (pada umumnya Durga
digambarkan dalam sikap tribhangga), menyeringai sehingga memperlihatkan gigi
taringnya yang tajam, mata melotot dan rambut terurai tak beraturan.
Hal ini tentu saja
disebabkan karena pengaruh dari aliran keagamaan yang melatar belakangi
pembuatan patung tersebut, yaitu aliran Tantrayana. Tantrayana adalah salah
satu aliran dalam agama Hindu yang mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan raja Kertanegara, yaitu akhir dari kerajaan Singosari.
Walaupun beberapa ahli
berpendapat bahwa agama Hindu yang masuk di Nusantara sudah menunjukkan adanya
pengaruh Tantris tersebut. Salah satu dari ciri aliran ini adalah menonjolnya
peranan dewi atau sakti (pendamping dewa yang mempunyai ciri dan kekhasan serta
kekuatan sama dengan dewa yang didampingi) dewa dalam alam pikir mereka. Karena
para penganut Tantris berpendapat bahwa persatuan antara laki-laki dan
perempuan inilah yang akan menghasilkan kekuatan yang akan membawa ke nirvana.
Selain itu ciri aliran
ini juga terlihat dalam ikonografi beberapa dewa dan dewi, dalam penggambaran
dewa dan dewinya seringkali dalam bentuk krodha, kemarahan, bahkan ada beberapa
yang dilengkapi dengan atribut tengkorak, ada pula yang dalam ikonografinya
terlihat dalam bentuk yang sangat berlebihan.
Tidak bisa dipungkiri,
bahwa para seniman masa kebudayaan Hindu-Buddha biasa disebut seniman
keagamaan, karena mereka membuat patung dewa berdasarkan pada aturan-aturan
tertentu yang sudah tertulis dalam kitab-kitab keagamaan mereka. Kitab-kitab
tersebut pada awalnya hanya berupa sebentuk puji-pujian kepada dewa, kemudian
dewa- dewa yang tertulis didalam kitab tersebut diwujudkan dalam bentuk patung yang
disebut antropomorphik (mewujudkan dalam bentuk manusia).
Pada beberapa
peninggalan kuno di Jawa Tengah aturan-aturan yang ada didalam kitab keagamaan
masih relatif ditaati, lain halnya dengan periode Jawa Timur. Banyak sekali
para seniman yang telah menambah ataupun sedikit mengganti atribut dewa dengan
tujuan untuk lebih mendukung fungsi dan peranan dewa tersebut, hal ini tentu
saja bisa dihubungkan dengan menjamurnya kebiasaan para raja di Jawa Timur yang
menganggap dirinya adalah titisan dewa tertentu sebagai sarana untuk
melegitimasi diri.
Seniman bagaimanapun
juga tetap seniman, yang mengagungkan karya seni. Dalam berkarya mereka tidak
akan bisa berhasil maksimal apabila diharuskan memenuhi berbagai macam syarat. Bagaimanapun
kreatifitas mereka sebagai jati diri tetap akan muncul dalam hasil karya
mereka. Begitu pula dalam melukiskan atau membuat patung dewi, secara tidak
sadar mereka akan membayangkan watak dan peranan dewi tersebut.
Biasanya, dengan
merangkai bayangan itu, maka mereka dapat dengan lancar membentuk wujud dewi
tersebut dalam pahatan mereka, tanpa melenceng jauh dari aturan yang
berlaku. Sebagai contoh; Parwati dalam
masyarakat Hindu dianggap sebagai prototipe wanita yang penuh sifat keibuan,
lembut, dan bahkan kemudian dianggap sebagai dewi simbol kesuburan.
Biasanya orang akan
lebih mudah membayangkan sesuatu dengan mengambil perbandingan dari apa yang
sering terlihat sehari-hari. Tidak mungkin bukan seorang simbol kesuburan
digambarkan berpinggang ramping, dan berotot. Tentu saja untuk memperjelas
peranan Parwati, dia digambarkan dengan pinggang yang lebar dan sedikit gemuk,
sederhana namun tetap menonjolkan daya tariknya sebagai seorang wanita.
Tentu saja lebih mudah
bagi seorang seniman menggambarkan dewi kesuburan dengan membayangkan wajah
ibunya, pada umumnya wanita yang sudah pernah melahirkan akan terlihat dari
perubahan bentuk tubuhnya. Namun toh perubahan itu tidak selalu mengurangi
kecantikannya. Demikian juga halnya pada penggambaran Prajnaparamita, Durga
Mahisasuramardhini pada umumnya dan khusus di candi Rimbi.
Abad demi abad telah
berlalu, namun keempat tipe kecantikan wanita tersebut masih saja tetap ada dan
masing-masing tipe mempunyai daya tarik yang berlainan. Sekarang tinggal
bagaimana dengan sampeyan atau saya sekalipun? Apakah ada salah satu dari
keempat tipe itu yang merupakan idola atau mungkin sampeyan (wanita) merupakan
wujud nyata dari salah satu tipe tersebut?
Sementara sampai disini
dulu kisanak, sudah jam setengah emapat. Saatnya saya mancal kemul, khusus
malam ini saya tidak ingin membayangkan empat tipe di atas. Langsung merem. Nuwun.
0 on: "Tipe Wanita - Wanita Cantik dalam Lintasan Masa"