Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Perang besar Baratayuda sudah di depan mata, perang saudara
wangsa Kuru tidak dapat dihindarkan lagi setelah berbagai perundingan damai
gagal menemukan kata sepakat. Baik Duryudana maupun Yudistira sama-sama sibuk
menyiapkan segalanya, termasuk mencari sekutu yang mau membantu mereka dalam
peperangan nanti. Semakin banyak negara yang mau masuk dalam barisan koalisi
yang mereka usung maka kemungkinan untuk memenangi pertempuran akan semakin
besar. Hampir semua kerajaan di India waktu itu terpecah dalam dua koalisi
antara yang memihak Kurawa dan yang memihak Pandawa.
Duryudana, terlahir dan
besar dalam lingkungan istana yang serbamewah menjadikannya seorang pangeran
dengan ambisi besar akan kekuasaan. Keinginananya untuk mengusai Hastinapura
semakin menggebu-gebu saat melihat pengangkatan Yudistira sebagai putra
mahkota. Dari sinilah dia mulai berpikir jauh-jauh hari bagaimana cara merebut
kekuasaan dari tangan Yudistira. Dengan dibantu ahli politik kelas wahid dari
kerajaan Gandara, Sengkuni yang merupakan pamannya sendiri, dimulailah
penyusunan sebuah grand design besar untuk sebuah kemenangan.
Negara-negara besar
yang dulunya merupakan lawan Hastinapura mulai didekati satu persatu, di
antaranya adalah negara Madras, yaitu dengan menjadikan putri raja Madras
sebagai istrinya. Kemudian negara Sindhu dengan rajanya Jayadrata lewat
diplomasi perkawinan juga dengan menyodorkan Dewi Dursila sebagai istri
Jayadrata. Selain itu, Duryudana juga memberikan pasukan kepada Karna untuk
menguasai negara Awangga. Dan berbagai cara lainnya dengan satu tujuan untuk
membentuk sebuah koalisi besar dalam perang Baratayuda nanti. Kepiawaian
Duryudana dalam berpolitik berhasil menarik sebelas negara besar dan puluhan
negara-negara kecil lainnya dalam koalisinya.
Yudistira, terlahir dan
melewati masa kecilnya dalam kesederhanaan di hutan sebagai rakyat jelata
bersama ibu dan keempat saudaranya. Kembalinya mereka ke istana Hastinapura
setelah dibujuk pamannya Widura sebab mereka adalah anak dari Pandu, salah
seorang raja Hastinapura. Raja Pandu adalah adik dari Raja Drestarata, raja
Hastinapura saat itu sekaligus ayah dari Duryudana dan saudara-saudaranya yang
berjumlah seratus orang. Ketekunan Yudistira dan keempat saudaranya membuat Resi
Drona lebih sayang kepada mereka daripada Kurawa meski sama-sama sebagai
muridnya.
Karena dedikasi yang
tinggi saat mengalahkan Raja Drupada dari Pancala, Resi Drona merekomendasikan
Yudistira sebagai satu-satunya pangeran yang pantas untuk menjadi putra
mahkota. Namun setelah itu Yudistira harus menerima berbagai teror dan
intimidasi dari Duryudana, bahkan sekali waktu karena tidak ingin membuat orang
lain menjadi korban perselisihan mereka, dia berencana menyerahkan kedudukannya
sebagai putra mahkota kepada Duryudana namun diingatkan oleh Bisma dan Widura
bahwa dia mempunyai hak yang sama dengan Duryudana sebagai penguasa
Hastinapura. Namun sayang, sampai saat dimulainya peperangan, Yudistira tidak
berhasil meyakinkan banyak negara untuk mendukungnya, dia hanya mampu
menghimpun tujuh negara kecil dalam koalisinya.
Adalah wangsa Yadawa,
salah satu wangsa besar di India selain wangsa Kuru, dengan negara-negara
mereka, Wresni, Bhoja, Kekaya, dan Chedi menyatakan dukungannya kepada
Yudistira dan menjadi bagian dari tujuh negara yang nantinya membentuk koalisi
yang dibangun Pandawa. Negara Widarba dengan rajanya Rukmi memilih netral,
sedangkan Mathura hanya pasukannya saja yang bergabung dengan Pandawa karena
Raja Balarama tidak bersedia terlibat langsung dalam pertempuran. Sedangkan
negara Dwaraka sendiri dengan Sri Kresna sebagai rajanya, masih belum
menentukan sikap kemana arah dukungannya.
Di antara raja-raja
wangsa Yadawa tersebut, Sri Kresna adalah yang paling pandai dalam hal strategi
perang, bahkan kecerdikannya dalam membuat taktik dan strategi perang adalah
yang terhebat di seluruh India. Di bawah komando Kresna, pasukan perang Dwaraka
menjadi pasukan terelit di masanya meskipun jumlahnya tidak besar. Tidak ada
satu pun peperangan yang tidak mereka menangi, hal ini membuat kota Dwaravati
menjadi kota paling indah di seluruh daratan India dan masyarakatnya paling
sejahtera dibanding negara-negara lainnya karena kondisi negara yang aman
karena tidak ada satu pun negara yang berani mengganggunya.
Sebagai pihak yang
masih abu-abu, Sri Kresna pernah mencoba untuk memfasilitasi sebuah perjanjian
damai di wangsa Kuru. Kehebatan Sri Kresna dan pasukannya sampai juga ke
telinga Duryudana dan Yudistira. Bagi mereka Dwaraka adalah kartu truf untuk
meraih kemenangan. Hubungan saudara antara Dewi Kunti, ibu Pandawa dengan Raja
Basudewa, ayah Kresna, membuat Yudistira dan adik-adiknya menjalin pertemanan
yang akrab dengan Sri Kresna.
Adapun Duryudana sangat
tertarik pada Dwaraka berkat nasehat Sengkuni bahwa Dwaraka adalah kekuatan
besar yang keberadaannya sangat penting bila ingin meraih kemenangan. Lebih
dari itu, sebenarnya Duryudana sendiri sudah mulai kehilangan kepercayaan diri
pada pada kekuatan koalisi besar yang telah dia bangun. Meski di belakangnya
berdiri orang-orang sakti seperti Bisma, Karna, Rsi Drona dan Raja Salya namun
dia tahu kalau selama ini kalau dalam hati orang-orang tersebut lebih
menginginkan Yudistira sebagai pemenangnya. Duryudana sadar bahwa harapannya
untuk mengajak Raja Balarama dan kekuatan pasukan besar dari Widarba sudah tertutup
setelah berkali-kali utusannya selalu ditolak oleh Raja Rukmi.
Dalam keadaan
mengambang serta kehebatan pasukan tempurnya, Dwaraka menjadi nilai tawar yang
sangat tinggi apalagi Sri Kresna pernah berucap pada istrinya, Dewi Rukmini,
jikalau pertikaian antara Duryudana dan Yudistira akan terus membuat jutaan
rakyat menderita maka Kresna akan memihak pada salah satu pihak agar bisa
segera mengakhiri penderitaan rakyat dan mengembalikan mereka pada keadaan yang
lebih baik.
Kesempatan ini tentu
saja tidak disia-siakan oleh Duryudana maupun Yudistira. Pihak Kurawa diwakili
oleh Duryudana sendiri sedangkan Pandawa diwakili oleh Arjuna, keduanya
menghadap Sri Kresna di Dwaraka untuk saling melobi agar bersedia masuk dalam
koalisinya.
"Sama seperti
kakakku Balarama, aku tidak terjun langsung dalam peperangan nanti namun karena
kalian berdua datang kepadaku dengan harapan yang sama maka aku harus bisa adil
pada kalian...", ujar Sri Kresna kepada kedua tamunya.
"Aku akan beri dua
pilihan untuk kalian ambil. Pertama, seluruh angkatan perang Dwaraka, lengkap
dengan semua persenjataannya. Kedua, aku seorang diri tanpa senjata.
Berpikirlah dalam-dalam dan tentukan pilihanmu....".
"Saya memilih
tuanku Kresna seorang diri tanpa senjata...", jawab Arjuna dan secara
bersamaan Duryudana menjawab, "Saya memilih angkatan perang Dwaraka
lengkap dengan persenjataannya...".
"Baiklah, aku
sangat senang dan akan mengabulkan permintaan kalian semua...", kata Sri
Kresna mengakhiri pertemuan.
Plihan sudah dijatuhkan
sesuai keinginan masing-masing tanpa ada rasa penyesalan. Dan, dunia mengetahui
kalau kehebatan angkatan perang Dwaraka setara dengan kekuatan dari pasukan
seribu negara yang digabungkan menjadi satu namun langit dan bumi pun telah
mengakui bahwa Sri Kresna adalah ahli strategi perang yang tiada tandingannya.
Sekian.
0 on: "Kisah Sri Kresna Dalam Pusaran Arus Wangsa Kuru"