Akarasa – Selamat datang
kerabat akarasa. Ada benarnya memang jika ada yang mengatakan bahwa salah satu
pertanda dari peradaban adalah seksualitas. Awalnya, sebelum manusia mempunyai
peradaban yang kian berkembang hingga hari ini, seks adalah sekedar memuaskan
naluri kebinatangan yang bersifat badaniah kemudian meningkat berbagai
keintiman cinta, dengan segala kemesraan, kelembutan, dan sensualitasnya.
Perjalanan peradaban
manusia tidak pernah bisa dipisahkan dari seks. Bukan tapa sebab, karena seks
sebagai salah satu cara untuk meraih kebahagian sekaligus sarana untuk meneruskan
keturunan. Sudut pandang dan pemahaman manusia tentang seks berbeda-beda
menurut adat kebudayaannya masing-masing. Hal ini terungkap dari temuan
manuskrip-manuskrip sastra yang memuat tentang ajaran seksologi di berbagai
negara.
Dari berbagai temuan
dari peradaban dunia, Tiongkok dan India dapat dikatakan sebagai negera paling
maju dalam hal penulisan tentang seks sebagai seni bercinta, yang sebelumnya
hanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis menjadi suatu kegiatan ritual mistis
sebagai bagian dari harmoni kehidupan. Bahkan lukisan-lukisan kuno dari Tiongkok
dengan menggambarkan berbagai posisi dalam hubungan seksual yang disebut
sebagai Seni Kamar Tidur. Hal ini pun juga terekam dengan jelas dalam
kitab-kitab Tantra dari India pada relief-relief candi.
Perbedaan pemahaman
tentang seks antara Tiongkok dan India terletak pada paradigma, dalam Tantrisme
mengarah sebagai ritual keagamaan yang bersifat sakral sedangkan kebudayaan
Tiongkok memandang sebagai kegiatan pragmatis keduniawian yang mengarah pada
ketenangan, kebahagian dan kesehatan. Karena tulisan ini labelnya Jejak
Pecinan, maka saya hanya akan membahas tentang Seni Kamar Tidur dari Tiongkok saja
yang berkaitan dengan kesehatan.
Dapat dikatakan bahwa
Tiongkok adalah satu negara yang mempunyai peradaban paling tua di dunia. Hal ini
terbukti dalam catatan sejarahnya yang mempunyai 209 kaisar, dari Dinasti Qin
(221) sampai Dinasti Qing (1921). Menariknya, menurut catatan sejarahnya, hanya
ada 12 kaisar saja yang berumur sampai tujuh puluh tahun lebih. Mengapa?
Tulisan akan mengajak sampeyan untuk mengupas bagaimana perilaku seks
menyimpang dapat memperpendek usia seseorang.
Dari catatn sejarah
tersebut menyebutkan bahwa rata-rata umur kaisar Tiongkok (diluar yang dibunuh)
adalah empat puluh tahun. Bandingkan dengan usia para pendeta Buddha yang
sanggup mencapai tujuh puluh tahun. 14 persen kaisar meninggal di usia sebelum
dua puluh tahun, 40 persen meninggal antara usia 20 dan 40 tahun, 40 persennya
lagi meninggal antara usia 41 dan 60 tahun. Bertolak belakang dengan pendeta
Buddha yang hampir tidak ada yang meninggal diantara usia 20 sampai 50 tahun.
30 persen mereka meninggal diusia antara 70 sampai 79 tahun sedangkan 30
persennya lagi meninggal diatas usia 80 tahun.
Mengapa bisa demikian? Dalam
catatan sejarah tersebut menyimpulkan bahwa penyebab banyaknya kaisar Tiongkok
yang meninggal di usia muda disebabkan oleh tekanan pekerjaan (stress) dan
perilaku seks mereka. Kenikmatan seksual lah yang menyebabkan banyak kaisar
berumur pendek sementara kehidupan yang relijius diyakini sebagai penyebab
panjang umurnya para pendeta Buddha.
Pada zaman Dinasti Zhou
(1100 - 256 SM), kaisar memelihara sejumlah besar wanita dalam satu rumah. Pada
masa dinasti selanjutnya malah banyak kaisar yang menumpuk wanita sampai ribuan
dalam istananya. Contohnya pada masa Dinasti Jin yaitu kaisar Wu (265 - 290 M)
mempunyai sepuluh ribu wanita dalam istana haremnya. Pada zaman Dinasti Tang
yaitu kaisar Ming Huang (712-742 M) mempunyai 40.000 selir.
Anehnya, dari puluhan
ribu selir tersebut hanya sekitar 120 orang saja yang pernah berhubungan seks
dengan raja. Salah seorang dari mereka sudah pasti sang permaisuri. Perilaku
seks seperti ini didasarkan kepada kepercayaan orang Tiongkok yang menganggap
bahwa persetubuhan (menyatunya pria dan wanita) adalah bagaikan Ying dan Yang.
Kaisar Tiongkok kuno beranggapan seks memberikan hidup pada manusia. Bentuk kesalahan
terbesar dari sorang kaisar adalah tidak punya keturunan untuk meneruskan
tampuk pemerintahannya.
Padahal sebenarnya seks
itu sendiri bagaikan pedang bermata dua. Apabila dilakukan dengan wajar, maka
akan meningkatkan vitalitas seorang pria tetapi apabila dilakukan secara
berlebihan justru malah merusak kesehatan. Sebenarnya bukan tidak ada panduan
bagi para kaisar Tiongkok dalam berhubungan seks. Ada sebuah buku yang mirip
Kamasutra (Kamasutranya Tiongkok) yang harusnya menjadi pedoman para kaisar dalam
berhubungan seks.
Buku tersebutlah yang
pertama kali di ajarkan oleh para kasim sewaktu mendidik para kaisar tentang
seks. Buku itu mengajarkan bahwa seorang pria harus dapat menahan diri sebelum
mencapai orgasme dan membatasi pengeluaran sperma. Dengan latihan dan disiplin,
dia dapat menggilir semua selir-selirnya tanpa dia sendiri ambruk. Namun
apabila kita bersandar pada hasil penelitian para sejawaran tersebut, jelaslah
bahwa para kaisar tersebut tidak mengindahkan sama sekali nasehat dari buku
tersebut. Nuwun,
0 on: "Mengintip Seni Kamar Tidur a la Kaisar Tiongkok"